16. Pertandingan

1.2K 153 26
                                    

"Diaz awas" teriak Aiden tepat setelah bola basket hampir saja mengenai wajah Diaz.

Happpp

"Lain kali kalau main basket tuh hati - hati, hampir aja mukak ganteng gue jadi korban kan? Untung reflek gue bagus, coba kalau engga. Bisa - bisa rahang gue pindah tempat gara - gara ni bola" ujar Diaz seraya melempar kembali bola tersebut kearah Aiden.

"Yang penting kan rahang lo ga jadi pindah" balas Aiden lengkap dengan cengiran khasnya. Mengabaikan jika saat ini Diaz hanya bisa memutar bola matanya malas.

"Latihan mulu perasaan, ga capek lo?"

"Ya mau gimana lagi, lo sendiri kan tau kalau bentar lagi sekolah kita bakal ada tanding basket tingkat nasional"

"Terus soal pengganti? Udah ketemu?"

Aiden menggeleng, "Ga ada yang seperfect lo, Dii. Jujur, gue bahkan masih berharap kalau lo bisa berubah pikiran"

"Bukannya ga ada yang lebih perfect dari gue, tapi lo emang ga ada niat nyari. Coba kalau lo mau, SMA Garuda bahkan ga kekurangan siswa berprestasi, apalagi di bidang basket"

Aiden menghela nafas pelan, "Lo ga bakal paham, Dii"

"Udahhh, daripada lo galau galau gajelas kaya gini. Mending gue temenin latihan basket, one by one. Gimana?" Ujar Diaz berusaha membangkitkan kembali semangat teman barunya tersebut.

Dan terbukti, Aiden langsun mengangguk dengan semangatnya.

Keduanya terlihat menikmati permainan tersebut, sampai - sampai tidak menyadari jika saat ini sosok Danial tengah mengamati keduanya dalam diam.

Entah apa yang ada di pikiran Danial, karena kini laki - laki itu justru tersenyum seraya mengamati bagaimana Diaz dengan skill basketnya.

"Skill lo boleh juga" ujar Danial lengkap dengan seringain kecilnya, sosoknya bahkan membawa langkahnya mendekat seraya bertepuk tangan.

"Dari dulu gue juga udah bilang, tapi lo nya aja yang keras kepala" sindir Aiden, sedangkan Diaz? Laki - laki itu hanya bisa mengamati bagaimana sosok Danial tersenyum kearahnya.

"Lo yakin gamau masuk tim gue?"

"Sejauh ini gue masih yakin sama keputusan awal gue"

"Gausah sombong, asal lo tau ya— orang - orang justru berharap banget bisa masuk ke tim basket gue" balas Danial kembali ke nada songongnya.

"Itu kan orang - orang, bukan gue"

"Sombong banget ya lo"

"Udah - udah, ini kenapa kalian jadi berantem sih?" Lerai Aiden saat merasa keadaan semakin memanas.

"One by one, kalau lo kalah lo masuk tim basket gue"

"Dihh, kurang kerjaan banget gue"

"Kenapa? Ga brani"

"Tolong bedakan antara kata males sama ga brani"

"Bisa aja kan, takut tapi berkedok males"

"Terserah lo deh"

"Gue baru tau ternyata lo orangnya sepengecut iniii" ujar Danial yang sukses memancing emosi Diaz.

"Maksud lo apa?"

"Pengecutt, lo pengecut kan?"

Diaz membuang mukanya, sebelum akhirnya menatap tajam kearah Danial "one by one"

Danial tersenyum, akhirnya Diaz masuk perangkap. Sedangkan disisi lain, sosok Aiden justru merasa takut. Ah tidak, lebih tepatnya ia bimbang. Entah kenapa perasaan khawatir muncul saat Diaz tiba - tiba menerima tantangan Danial, tapi disisi lain ia juga mengharapkan kemenangan Danial disini. Karena hanya dengan cara tersebut, Diaz dapat bergabung kedalam tim basketnya.

***
"Wuuuuuuuuuuuuuu"

"Diazzzzzzzz"

"Danialllllllllll"

"Diazz Danial Diaz Danial"

"Wuuuuuuuuuuuu"

Lapangan SMA Garuda kini dipenuhi oleh tim supporter Diaz dan juga Danial. Bahkan tidak sedikit dri mereka turut menonton dari lantai dua bahkan sampai lantai empat gedung sekolah mereka.

Pertandingan kali ini bisa dibilang pertandingan yang paling menggemparkan di sekolah mereka. Karena sangat jarang Danial akan turun tangan secara langsung untuk tanding one by one. Apalagi saat ini lawannya adalah Diaz, si murid baru yang langsung menjadi most wanted dihari pertamanya sekolah.

Kini baik Danial maupun Diaz telah siap dengan formasinya masing - masing. Keduanya bahkan terlihat sangat tampan secara bersamaan dibawah teriknya sinar matahari.

Diaz yang masih menggunakan seragam sekolah dengan tiga kancing bagian atas terbuka, belum lagi dengan rambut acak - acakan yang sukses membuat kaum hawa semakin jatuh hati padanya.

Sedangkan Danial? Laki - laki itu terlihat menggunakan baju basket kebanggannya, ditambah dengan bandana bewarna merah yang kini melingkar jelas dikepalanya.

"Gimana? Lo berdua udah siap?" Tanya Aiden yang saat ini tengah berperan menjadi wasit dalam pertandingn keduanya.

"Langsung aja"

Dan yaa, pertandingan pun dimulai. Keduanya kini bahkan terlihat sangat unggul dan sama - sama mendominasi satu sama lain.

Danial bahkan sempat tertegun melihat cara bermain Diaz, bukannya merasa tersaingi atau bagaimana. Hanya saja, ia seperti melihat cerminan dirinya pada sosok Diaz.

Happp

"Yesss masukk" teriak Diaz tepat setelah dirinya berhasil memasukkan bola kedalam ring. Teriakan penonton pun semakin berkumandang, mengabaikan jika saat ini sosok Danial justru terlihat meremehkan.

"Jangan kesenengan, ini baru permulaan"

"Okeee lo liat aja nantii"

Permainan pun berlangsung, point mereka bahkan terlihat seri. Jika saat ini Diaz berhasil memasukkan bola sebanyak lima kali, maka ada Dania yang dengan sirgap menyusul sehingga hasilnya akan menjadi seri.

"Asli sih ini, ga Danial, ga Diaz cara main mereka bagus banget"

"Tumben banget gue liat Danial dapet lawan yang sepadan"

"Astaga, Diaz kalau di liat - liat mirip Danial banget"

"Ngerasa ga sih kalau kita kaya nonton anak kembar yang lagi tanding basket"

"Gamau tau sih, Diaz harus banget bisa masuk tim basketnya Danial"

"Dukung Danial sampe final"

Setidaknya begitulah argumen orang - orang saat menyaksikan permainan keduanya. Lain halnya dengan Davin, laki - laki itu justru terlihat mengepalkan kedua tangannya seraya menatap tajam kearah Diaz.

"Sssshhhhh" ringis Diaz ditengah - tengah pertandingan. Ringisan tersebut bahkan terdengar jelas oleh Danial.

Danial penasaran, tapi ia berusaha untuk tidak peduli. Setidaknya ini kesempatan untuk dirinya memenangkn pertandingan ini.

"Kenapa harus kumat sekarang sih?" Batin Diaz seraya berusaha mati - matian untuk menahan sakit didadanya.

Fokusnya bahkan sudah mulai buyar, tapi semangatnyaa untuk menang belum sepenuhnya hilang. Setidaknya dengan kemenangan tersebut, dirinya tidak akan menjadi anak durhaka dimata ayahnya.

Happp

Dan yaa, hasil yang ditunggu - tunggu sedari tadi akhirnya terjawab sudah. Setidaknya tepat setelah bola tersebut memasuki ring dengan mulusnya. Sorak soraya penonton bahkan terdengar dengan begitu lantang, mengabaikan jika salah satu dari keduanya tengah merasa gagal dalam permainan ini.

"Lo kalah!"

TBC

00.00Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang