Part 30

1K 118 13
                                    

"Ra... Mas antar kamu sekolah ya?" Pinta Rizky kepada Zahra, begitu Zahra melewati depan rumah orang tua Rizky.

"Makasih, Mas... Aku udah biasa naik Bus sekolah." Tolak Zahra.

"Sekali-sekali mau aja sih, Ra, kalau Mas antar."

"Makasih, Mas..." Zahra mempercepat langkahnya.

"Ra... Ayo dong... Sekali-sekali maulah Mas antar."

"Makasih, Mas..."

"Kamu makasih-makasih terus, padahal Mas ga kasih kamu apa-apa."

Zahra menghentikan langkahnya. "Daripada Mas Rizky ngikutin aku terus, lebih baik sekarang Mas Rizky balik ke rumah, ambil motor terus jalan kuliah.  Aku ga perlu diantar. Mas Rizky udah mau jalan kuliah juga kan? Sekolahku mah dekat, cuma di Tebet aja. Kalau Mas Rizky kan kuliah di Depok. Ga searah juga kitanya kan. Udah ya, Mas... Mas Rizky ngikutin akunya sampai sini aja, nanti aku ketinggalan bus sekolah lagi.  Makasih ya... Assalamualaikum..." Kemudian Zahra melanjutkan langkahnya.

"Waalaikumussalam calon makmumnya Mas Rizky..."

Zahra tidak memperdulikan ucapan Rizky. Kalau saja Zahra tidak teringat nasihat ibunya yang mengatakan kalau tidak boleh berkata kasar, mungkin saat ini Zahra sudah memberondong Rizky dengan kata-kata kasar. Zahra geram dengan Rizky yang sering mengganggunya. Zahra pun beristighfar dalam hati untuk meredakan kekesalannya.

Rizky pun berlari menuju rumahnya untuk mengambil motor.

Zahra merasa lega begitu sampai di halte bus sekolah. Zahra melihat jam yang melingkar di tangan kirinya menunjukkan pukul 06.11, berarti 4 menit lagi bus sekolah akan tiba.

"Ra... Bareng aja yuk..." Tegur remaja laki-laki pengendara motor sport yang berhenti di depan halte bus sekolah.

Zahra yang sedang mencari handphone di dalam tasnya langsung menjawab tanpa memperhatikan lawan bicaranya. "Astaghfirullah, Mas... Aku kan udah bilang ga mau. Aku mau naik bus sekolah aja. Kita kan ga searah. Mas."

"Lha ga searah gimana, Ra... Kita kan satu sekolah." Ucap remaja laki-laki itu.

"Hah?" Zahra mengangkat wajahnya untuk melihat lawan bicaranya. "Eh maaf, Kak Rama, aku kirain bukan Kakak." Zahra menangkup kedua tangannya di depan dada.

"Emang kamu sangkain siapa, Ra?" Rama tersenyum.

"Eh ga, Kak, tadi aku sangkain laki-laki yang suka gangguin aku." Zahra ikut tersenyum.

"Oh... Kirain kamu lagi ngambek sama pacar kamu..."

"Aku ga punya pacar, Kak."

"Alhamdulillah... Bagus deh kalau gitu... Yuk sekarang kita ke sekolah bareng..."

"Makasih, Kak, aku naik bus sekolah aja. Sebentar lagi juga datang kok busnya."

"Bareng Kakak aja, Ra... Tadi di lampu merah pejaten  macet banget, kayaknya busnya bakalan telat deh, mendingan kamu bareng Kakak aja. Kamu lihat aja, biasanya jadwalnya jam 06.15 kan? Sekarang udah jam 06.18 belum datang kan." Rama melihat jam yang melingkar di tangan kanannya.

Zahra melihat jam tangannya. "Mmm gimana ya? Di lampu merah pancoran banyak polisi, Kak."

"Kakak bawa helm dua kok, Ra. Lagi pula Kakak juga udah punya SIM. Kamu jangan takut kita ditilang. Ayo, Ra, nanti kita telat."

"Mmm gimana ya?"

"Udah ga usah gimana-gimana lagi. Ayo buruan kamu naik, nanti kita telat." Rama menyodorkan helm kepada Zahra.

JODOH SEBELAH PINTU? (Selesai)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang