Part 14

1K 115 24
                                    

"Beneran nih, udah ada seseorang yang mengusik hati Abang?" Aisyah menepuk lengan Zaydan pelan.

Zaydan tersenyum.

"Haduh jangan senyum aja dong, Bang. Senyuman Abang jadi jawaban ambigu. Bingung Ibunya..."

Zaydan tersenyum dan menundukkan kepalanya.

"Ya Allah anak Ibu benar-benar deh, dia malah senyum lagi. Ya udah gapapa kalau Abang masih belum mau cerita sama Ibu. Kalau Abang udah siap untuk cerita, bilang sama Ibu ya... In Syaa Allah Ibu siap untuk mendengarkan." Aisyah tersenyum dan mengusap kepala Zaydan.

"Iya, Bu..." Zaydan kembali tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

"Ibu cuma mau pesan sama Abang, jangan simpan seseorang dalam hati, karena hati itu berbolak balik sifatnya. Tapi simpanlah dalam doa, karena doa tercatat di langit selamanya."

Zaydan menoleh ke arah Aisyah. "Doain Abang bisa begitu ya, Bu. Abang juga takut perasaan Abang ke dia, bikin Abang lebih banyak ingat dia daripada berdzikir kepada Allah."

"In Syaa Allah... In Syaa Allah Ibu selalu mendoakan anak-anak Ibu. Abang kan anak Ibu juga, walaupun ga lahir dari rahim Ibu. Berarti benar dong sudah ada perempuan yang mengusik hati Abang?" Aisyah tertawa kecil.

Zaydan tersenyum dan menganggukkan kepalanya pelan.

"Maa Syaa Allah anak sulung Ibu ternyata bisa malu-malu kayak gini kalau lagi jatuh cinta." Aisyah kembali tertawa kecil sambil menepuk bahu Zaydan pelan.

"Tapi kadang Abang suka chat dia, Bu. Kadang dia juga suka chat Abang duluan, Bu."

"Abang udah ta'aruf sama dia?"

"Belum, Bu... Baru berteman aja..."

"Setau Ibu chatting atau menelepon lawan jenis di luar keperluan yang syar’i bisa termasuk khalwat. Begitu juga dengan sms. Walaupun dengan niat berdakwah. Karena berdakwah kepada lawan jenis yang bukan mahrom secara personal bukanlah perintah agama, Bang."

"Iya, Bu... Tapi kadang dia yang hubungin Abang duluan, Bu..." Zaydan menunduk. Ada perasaan bersalah dihatinya.

"Interaksi antara laki-laki dan perempuan kadang tidak bisa dihindari, seperti Ibu dulu yang harus mengurus usaha. Kalau sekarang Alhamdulillah udah ada Om Farid yang banyak urus. Ketika Ibu sudah belajar tentang bagaimana interaksi antara laki-laki dan perempuan dalam Islam, Ibu berusaha membatasi interaksi yang tidak penting dengan lawan jenis. Waktu ta'aruf sama Ayah aja kan, Ibu chatting via grup yang ada Om Ali. Kalau muraqabatullah kita kuat mah gapapa, In Syaa Allah itu bisa jadi pengawal kita. Kalau ga, kita bisa hanyut bersama orang-orang yang terpedaya dengan teknologi modern ini, Bang. Karena media untuk berkhalwat menjadi semakin mudah. Na’uzubillah. Abang pasti tau muraqabatullah kan?" Aisyah menepuk bahu Zaydan karena anak itu terlihat merenung.

"Iya, Bu... Merasa diri sentiasa dalam pengawasan Allah."

"Alhamdulillah... Kirain Ibu tadi Abang melamun ga dengerin omongan Ibu..." Aisyah tertawa kecil.

"Abang pasti dengarin omongan Ibu dong, Bu..." Zaydan menoleh ke arah Aisyah dan tersenyum.

"Alhamdulillah... Ibu tau Abang anak yang baik. Kalau ga, Abang khitbah aja dia. Kalau memang Abang udah siap, Ibu ga masalah kalau Abang menikah muda. Ayah juga kayaknya ga masalah."

"Abang belum siap untuk menikah, Bu... Abang belum punya penghasilan, dia juga masih kuliah, sama seperti Abang."

"Tapi kalau kalian menikah, nanti Ibu akan tetap minta Ayah kasih uang kuliah dan kebutuhan Abang, bisa aja kali, Bang. Terus dia tetap dibiayai juga sama orang tuanya."

JODOH SEBELAH PINTU? (Selesai)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang