Part 29

784 115 11
                                    

"Makasih ya, Li, udah nolongin bawa Kakak ke RSIA. Makasih juga udah mau repot ngurusin soal donor darah. Makasih udah donorin darah untuk Kakak. Pokoknya makasih untuk semuanya deh. Semoga Allah membalas semua kebaikan kamu. Jazakallah khairan katsira." Ucap Aisyah sepulangnya dari RSIA setelah dirawat selama 3 hari. Mereka sekarang sedang berbincang santai di ruang keluarga rumah Rayhan. 

"Wa jazakillah khairan katsira... Udah tugas aku sebagai adik untuk mengurus Kakak." Ali tersenyum.

"Oh iya dari kemarin lupa terus mau tanya siapa aja yang donorin darah untuk Kakak, selain kamu?"

"Bang Alif, terus temannya Bang Alif. Andri, teman aku, sama teman kantornya Bang Rayhan. Tadinya Rani mau ikutan donor, tapi kata dokter, takutnya pengaruh ke ASI nya. Alhamdulillah ada temannya Bang Rayhan yang bisa, kalau ga, ya Bismillah aja Rani ikutan donor."

"Bang Alif golongan darahnya A+ juga, Bun?" Tanya Aisyah kepada Bunda Aini.

"Iya... Abang kamu itu ikut golongan darah almarhum Ayahnya." Jelas Bunda Aini.

"Maa Syaa Allah... Bisa samaan gitu sama Ayah ya..." Aisyah tersenyum. "Teman kamu siapa, Bang? Minta alamat lengkap rumahnya ya, Bang." Aisyah mengusap lengan Rayhan.

"Adi... Untuk apa alamatnya Adi?" Tanya Rayhan heran.

"Rencananya aku mau kirim rendang, sebagai rasa terima kasih."

"Kamu mau masak rendang? Ga boleh... Masak rendang itu berat, Sayang. Pokoknya kamu sepekan ini ga boleh ngapa-ngapain. Pekan depan kalau kamu udah benar-benar fit baru boleh, tapi ngerjain kerjaan yang ringan aja." Tegas Rayhan.

"Yaa Allah... Siapa juga yang mau masak sendiri. Aku mau minta dari cafe, Bang, bukan masak sendiri. Aku juga tau kondisi badan aku kok."

"Kirain... Kamu kan kadang kalau habis sakit, terus ngerasa udah enakan dikit aja, tau-tau udah di dapur aja. Padahal badan kamu belum fit."

"Itu mah cuma sakit-sakit dikit, cuma pusing dikit aja sih ga masalah. Kalau diam aja malah tambah pusing, mikirin anak-anak makan apa. Iya kan, Bun?"

"Iya... Hampir semua Ibu seperti itu. Bahkan ada stigma yang beredar di masyarakat luas yang mengatakan 'Seorang Ibu dilarang sakit, harus kuat.'" Ucap Bunda Aini.

"Ya ga gitu juga, Bun. Seorang ibu kan juga manusia, ada saatnya kuat dan ada saatnya lemah. Seorang Ibu bukan wonder woman, yang tak pernah lelah dan selalu kuat setiap saat. Kalau seorang ibu sedang sakit, kan ada seorang ayah yang bisa membantu mengerjakan pekerjaan seorang ibu." Ucap Rayhan.

"Alhamdulillah kalau seorang ayah itu seperti kamu, Han. Karena tidak semua ayah yang mengerti tentang pekerjaan seorang ibu. Terkadang seorang suami suka menuntut istrinya bisa menyelesaikan pekerjaan rumah dengan baik, tanpa memikirkan kondisi istrinya itu. Pulang kerja, rumah berantakan, dia marah-marah. Pulang kerja, tidak ada makanan tersaji, marah-marah juga. Suami itu tidak tau atau tepatnya tidak mau tau, bagaimana istrinya sudah merapihkan rumah berkali-kali, lalu diberantakin lagi oleh anak mereka. Anaknya rewel terus, sehingga istrinya tidak sempat untuk memasak." Jelas Bunda Aini.

"Maa Syaa Allah... Rayhan juga masih belajar menjadi ayah dan suami yang baik, Bun."

"Pada dasarnya kita memang harus terus belajar kan, Han. Sampai nanti akhirnya Allah memanggil kita untuk pulang."

"Iya, Bun." Rayhan mengangguk.

"Eh iya, Li. Si Andri masih tinggal di RT 10?" Tanya Aisyah kepada Ali.

"Masih, Kak."

"Kakak minta tolong ya, nanti dari sini kamu mampir ke cafe dulu untuk ambil rendang frozen ukuran 1 kilo untuk Andri ya... Sekalian tolong bilang terima kasih sama dia." Pinta Aisyah.

JODOH SEBELAH PINTU? (Selesai)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang