12. Light

2.5K 80 1
                                    


What if we rewrite the stars?
Say you were made to be mine

Rewriter the stars-Zendaya, Zac Efron.


Pandangan Sea mulai mengabur, tapi dia usahakan untuk tetap fokus pada tangga. Selang beberapa jam akhirnya tugas kelompok mereka akhirnya selesai juga, hal ini membawa dampak baik terkhususnya buat Sea.

Saat sedang menuruni tangga tiba-tiba Sea merasa sedikit pusing, dia memegang dengan erat pada pegangan tangga yang ada. Posisinya Sea berada paling belakang, sedakangkan Mora dan lainnya sudah jalan duluan termasuk Kenzie dkk.

Hampir saja Sea terpeleset untung saja ada seseorang yang dengan cekatan menahan tangan Sea dan melingkarkan tangannya dipingga Sea.

"Pusing hm?" tanya orang itu.

Sea melihat kebelakang dan ternyata seseorang yang menolongnya itu adalah Minho. Suara Minho benar-benar berbeda dengan yang biasa Sea dengar, kali ini suara milik laki-laki berdarah Korea ini sangat lembut.

"Thanks Minho" kata Sea sambil tersenyum tanda terimakasihnya.

Setelah sampai di parkiran mereka semua mulai berjalan kearah kendaraan mereka masing-masing, Sea yang teringat kalau dia datang bersama Semi. Dia mulai mencari keberadaan Semi.

"Sea ayo pulang" Semi yang tiba-tiba berada disamping Sea sambil memegang lengan kiri Sea.

Belum sempat melangkah tiba-tiba tangan kanan milik Sea dicekal seseorang. Sea dan Semi melihat kearah sebelah kanan dan ternyata seseorang itu ialah Minho.

"Biar dia bareng gue" kata Minho sambil menatap mata Semi dengan tatapan datar miliknya.

Semi melarikan pandanganya pada Sea seolah meminta jawaban dari Sea. Hanya tatapan bingung yang Semi lihat dari mata Sea.

"Sea mau pulang dengan Minho?" tanya Semi dengan lembut.

"Terserah yang penting pulang" jawab Sea dengan mengalihkan tatapanya dari hamparan laut yang ada didepan.

"Ayo" kata Minho dan tanpa persetujuan dari Sea. Dan jangan lupa dengan tangan Minho yang yang setia menggenggam tangan mungil sampai didepan motor miliknya.

Semi memandang kedua manusia itu dengan tatapan bingung, karena baru kali ini Semi melihat Minho terlibat percakapan panjang dengan seorang perempuan. Aneh satu kata yang dari tadi terpikirkan oleh Semi.

Sedangkan yang lain sudah lama meninggalkan pekarangan rumah itu, dan memang hanya terisisa Semi, Sea dan Minho. Tapi sebenarnya masi ada sosok lain yang ada disana, menatap mereka dengan pandangan tajam miliknya, lalu menelvon seseraong entah itu siapa.

The Lust

Sea dan Minho tidak terlibat percakapan apapun, hanya diam. Tapi Sea mulai merasa asing dengan jalan yang diambil Minho.

"Gue tadi waktu datang nggak lewat sini" akhirnya setelah berpikir sedikit lama, Sea mengatakan pendapatnya yang dari tadi ditahan.

"Memang"

"Terus kita mau kemana?" tanya Sea

"Hilangin phobia lo"

Sea terpaku, dari mana Minho tau?. "Gue tau Sea" jawaban singkat dari Minho membuat Sea kembali terpaku, tidak ada yang tau penyakitnya selain Zoya.

Motor besar milik Minho mulai berbelok kearah hutan yang sedikit rimbun, dengan beberapa tanaman liar yang terlihat tumbuh melintasi jalan. Minho memberhentikan motor besarnya.

Sea turun sambil memandang hutan dengan pandangan lega, setelah perjuangannya selama menahan sakit tadi saat kerja tugas sekarang dia merasa bebas.

"Ayo" ajak Minho sambil menggandengan tangan Sea, dan berjalan menuju kedalam hutan.

Dan mereka berdua sampai disuatu danau yang sangat indah airnya sangat jernih, Sea kagum melihatnya dan tanpa sadar senyum tulus Sea terlihat. Dan Minho juga melihat senyum Sea itu, senyum milik Sea sangat indah.

"Ayo berenang Sea" ajak Minho sambil membuka baju dan langsung melompat kedalam danau itu.

Sea masi memandang Minho dengan pandangan tanya. Dia tidak pernah berenang dengan orang lain. Sea mlihat bagaimana Minho mengapung diatas air danau itu, pasti rasanya tenang pikir Sea dalam hati.

Setelah bergulat lama dengan pikiranya, akhirnya Sea memilih untuk berenang. Perlahan Sea mulai membuka celana jeans panjang miliknya dan hanya meyisahkan baju beserta underwearnya lau melompat kedalam danau.

Sea melakukan hal yang sama seperti Minho, mengapung. Tenang hanya itu yang Sea rasakan, Sea phobia laut tapi masi ada gunung dan hutan bisa mengobati. Mereka mulai mengapung bersama dan tanpa sadar tangan mereka mulai saling menggenggam satu sama lain.

"Bagaimana?" tanya Minho masi dengan posisi mengapung.

"Tenang. Gue memang phobia laut tapi masi ada gunung dan gutan bisa gue nikmati. Kadang iri dengan orang lain yang bisa lari-larian di pinggiran pantai" curhat Sea.

"Lo akan tetap baik-baik saja Sea, dan gue sendiri yang jamin itu" ucap Minho yang sekarang tengah memandang mata Sea.

Mereka berdua sudah tidak diposisi mengapung, mereka saling memandang sebelum Sea yang dengan tiba-tiba memeluk Minho dengan erat. Sedangkan Minho dengan sukarela membalas pelukan Sea sambil tersenyum.

"Gue nggak tau apa motif atau tujuan lo, tapi terimakasih Minho buat obat tak kasat mata yang gue nikmati sekarang".

"Gue nggak ada niatan lain Sea, jut trust me. I try my best to keep you safe. Mungkin nanti lo bakalan sakit hati atau lo bisa aja ngalamin hal yang lebih buruk lagi. Tapi ingat gue tetap ada disini buat lo" kata terpanjang Minho membuat Sea menjatuhkan air mata.

"Thanks".

Mereka berdua menikmati sore yang sudah mulai menjelma menjadi malam yang mendatangkan bintang. Bahkan posisi mereka duduk tidak berubah setalah mereka berenang tadi. Duduk di jembatan kecil yang ada. Sea yang masi dengan setia bersandar dipundak Minho, sedangkan Minho yang masi setia merangkul Sea sambil menepuk pelan lengan Sea.

Mereka menikmati moment kecil yang mereka ciptakan .

The Lust

THE LUSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang