The Angel

28 5 0
                                    

ONESHOOT

Cast : Kim Jungwoo dan Rose Lee
Genre : Fantasi dan misteri dikit

Happy Reading ... 😊.


Matahari hampir berada di atas kepala. Aku berjalan diantara semak-semak ilalang, merasakan angin sejuk yang menerpa wajahku. Tanganku sesekali memainkan sehelai rumput panjang yang iseng kupetik di perjalananku dengan suka cita. Aku melambaik-lambaikannya dengan senang.

"Kau senang, Rose?"

Aku menoleh ke belakang. Kakekku bertanya sambil mengikuti langkah kecilku.

"Iya kek, di sini menyenangkan!" sahutku ceria.

"Nah, sudah kakek bilang 'kan? Desa ini tidak membosankan seperti yang kamu bilang tadi."

"Iya kek, aku menyesali perkataanku. Desa kakek sangat menyenangkan! Ah tidak, tapi bukit ini." kakek tersenyum melihat tingkahku.

"Bukit ini memang sangat indah dan menyenangkan sebagai tempat untuk sekedar refreshing. Selain itu, bukit ini juga sangat dikeramatkan."

Aku menoleh dan menatap bingung ke arah kakek yang berjalan di sampingku.

"Dikeramatkan? Apa itu?"

"Dikeramatkan itu ... Tempat yang di hormati dan kita tidak boleh bertingkah sembarangan disana." jelas kakek.

"Dulu ada yang bilang, kalau disini banyak siluman dan hantu yang wujudnya aneh. Jika kita mengganggu mereka, kita bisa celaka." kakek mencoba menakutiku.

"Siluman itu ... benar ada ya, kek?"

Kakek mengangguk cepat, "Tentu saja ada! Mereka hidup bersama kita, bahkan di bukit ini sangat banyak."jelasnya sambil merentangkan kedua tangannya lebar-lebar.

"Rose tidak percaya ah."

"Kamu harus percaya mereka ada Rose. Kamu tidak boleh masuk atau berkeliaran lebih jauh ke atas bukit sana, kau bisa tersesat." ucapnya sambil menunjuk ke arah bukit yang penuh dengan pepohonan.

"Kakek mau melihat kebun, kau main disini saja ya. Jangan jauh-jauh." pesannya. Aku mengagguk mengerti.

Aku kembali berjalan. Bermain diantara jalan semak sambil bernyanyi. Tak jauh dari tempatku, aku melihat kupu-kupu merah yang sangat indah, manikku tak lepas dari serangga kecil itu. Saat aku sampai dan ingin menyentuhnya, kupu-kupunya terbang. Terpasang raut kecewa di wajahku. Tak ingin kehilangan, aku mengikutinya tanpa ragu.

Ku berusaha menggapai makhluk indah itu sambil berlari. Langkahku semakin dalam masuk ke atas bukit. Kupu-kupu semakin terbang sangat tinggi, aku tidak bisa menangkapnya. Aku mendengkus kesal dan sedih tidak bisa menangkapnya.

Saat aku hendak pergi dan bebalik, aku melihat sekelilingku, aku tak sadar jika sudah terlalu jauh masuk ke dalam bukit. Dimana pun hanya ada pohon dan semak. Rasanya begitu gelap karena daun-daun pohon menutupi cahaya matahari.

Seketika itu juga aku teringat dengan ucapan kakek. Tubuhku langsung gemetar, jantungku berdegup kencang, aku tidak berani melangkah kemanapun. Aku sangat takut dan khawatir, bagaimana jika ada siluman menyeramkan mendatangiku? Aku berjongkok memeluk kedua lututku. Mataku memanas kemudian memangis terisak. Hanya sendirian disini.

"K-kakek ... A-aku t-takut ... Aku ingin pulang." gumamku.

"Ssstt. Kau tersesat?"

Aku terkejut saat mendengar ada suara. Aku celingukan nemun tidak menemukan siapa pun di sekitarku.

"Jangan takut, aku tidak jahat."

Aku berhenti menangis saat kutemukan seseorang yang bersuara. Dia ada di balik pohon di depanku, sedang mengintipku.

Aku diam menatap pohon di depanku, sosok itu tak terlihat sepenuhnya karena terhalang pohon tersebut.

"K-kamu, bukan siluman 'kan?"

Dia hanya diam, tidak menjawab pertanyaanku. Hening.

"Aku ... manusia."

Aku bingung. Sosok itu juga sepqertinya bingung, tak tahsn bersembunyi dia akhirnya keluar dari balik pohon itu.

Aku bisa melihatnya dengan jelas sekarang. Dia seperti manusia, tinggi dan memakai baju panjang hitam. Sebagian wajahnya tidak terlihat jelas karena tertutup syal hitam.

Aku kembali menangis dan lari kearahnya, "Huweeee ada orang yang menemukanku ... Eh-"

Namun aku terjatuh saat akan kupeluk, karena dia menghindariku. Aku memasang wajah heran, kupandangi dirinya. Dia hanya diam berdiri menatapku.

Aku kembali berlari kearahnya mencoba untuk memeluknya lagi namun dia kembali menghindar dan terus menghindar akhirnya aku terduduk di atas rerumputan sambil menatapnya bingung.

"Kau bilang, kalau kau manusia 'kan? Kenapa menghindar?"

"Ah ... Begini, aku jiga siluman." jawabnya sambil meminkan syalnya.

"Maksudmu?" ucapku bingung.

"Em, aku diantara keduanya. Aku seorang manusia, juga sesosok siluman. Keberadaanku sangat lemah dan aku bisa menghilang dengan mudah."

"Waaah hebat! Kau seperti ninja!"

Dia kembali diam, tak menanggapiku.

"Kau tersesat karena mengikuti kupu-kupu tadi, hari sudah hampir sore jadi akan ku antar kau pulang." ujarnya.

Aku menatapnya, mataku berbinar dan berair bahagia, aku bangkit dan berlari kembali kearahnya, "Huweeee benarkah? Terima kasih uwaaah!"

Lagi-lagi dia kembali menghindariku, naasnya aku jadi terjerembab kedalam semak.

"Tolong jangan memeluku dan berlari tiba-tiba kearahku." ujarnya berjongkok.

Aku berusaha keluar dari semak dan duduk berhadapan dengannya, "Memangnya ... Kenapa?"

"Karena ... bisa jadi gawat."

"Aah baiklah."

Dia mengantarku pulang, aku berjalan mengikutinya. Kami nenyusuri bawah bukit dan melewati jalan setapak yang dikelilingi semak belukar. Sesekali aku mengajaknya bicara tapi dia menjawabnya dengan singkat. Aku hanya bisa memandangi punggungnya.

"Ikuti jalan setapak itu, kau akan sampai di rumahmu." ujarnya.

Kami berada di depan gerbang kuil kuno. Aku melihat sekeliling kuil lalu ke jalan setapak yang ditunjuknya tadi.

"Jangan pernah kemari lagi." pesannya.

Aku berbalik menatapnya, "Kenapa?"

"Karena kamu bisa tersesat lagi, dan kamu tidak akan bisa kembali lagi."

Aku terdiam menatapnya, angin berhembus semilir menerpa kami berdua.

"Em anu ... boleh aku tahu siapa namamu?" tanyaku penasaran.

Dia lagi-lagi diam, tak menjawabku. Aku memasang wajah muram dan beranjak pergi dari hadapannya menuju jalan setapak. Saat aku mulai berlari, aku mendengar dia bersuara.

"Jungwoo."

Aku terhenyak dan berbalik setelah mendengar jawaban itu, tapi aku tidak melihat sosoknya lagi. Dia menghilang.

Aku berjalan menelusuri jalan setapak, dengan dia yang masih ada di pikiranku. Dia sangat misterius, aku sangat penasaran dengannya. Larangannya padaku untuk tidak kembali masuk keatas bukit terngiang lagi di telingaku. Aku penasaran.

'Aku ingin bertemu dia lagi.'

-
"Kau tidak mendengarkanku."

"Hehehe ...." aku tertawa garing. Dia muncul setelah kupanggil berkali-kali. Sosoknya masih sama seperti saat pertama kali kami bertemu. Benar, esoknya aku masuk keatas bukit lagi, tak peduli dengan larangannya.

"Jungwoo-ah, kau belum tahu namaku 'kan, jadi aku datang untuk memberitahumu." ujarku sebagai alasan.

Dia diam kemudian berkata singkat, "Namamu Rose Lee."

Aku terkejut, "K-kau tahu namaku?!"

Dia mengangguk.

Hening. Aku dan Jungwoo hanya berdiri saja tanpa ada yang memulai obrolan.

"Karena kau sudah disini, mau jalan-jalan?" tanyanya menaiki anak tangga kuil.

Mataku berbinar menatapnya dengan bahagia, "Iya!" kuikuti kemana dia mengajakku pergi.

Kami kembali masuk keatas bukit. Hanya ada pepohonan dan semak belukar di sekeliling kami. Jungwoo mengajakku bermain petak umpet dan jalan-jalan sekitar bukit.

Aku sangat senang. Jungwoo selalu menemaniku bermain. Namun aku masih penasaran, kenapa dia tidak mau kusentuh? Saat tidak sengaja kupeluk atau sekedar menggenggam tangannya dia selalu menghindariku.

Senja sore sudah terlihat, aku tak sadar sudah bermain terlalu lama bersama Jungwoo. Kami kembali ke kuil dan tentu saja dia menunjukan jalan ku untuk pulang.

Aku memandangi punggungnya. Rasa penasaranku kembali muncul, dengan sedikit ragu aku bertanya. "Jungwoo-ya, kenapa kau tidak mau ku sentuh?"

Jungwoo diam masih berjalan memandang lurus kedepan. Aku merasa canggung dan menunduk lemas. "Karena aku kotor ya?"

"Ti-tidak, bukan begitu." Jungwoo berhenti berjalan, aku sontak juga berhenti dan mendongak memandanginya karena dia sangat tinggi.

"Jika aku menyentuh manusia, aku akan lenyap."

Aku tertegun, "Lenyap?" kupandang dirinya, tak beda jauh dariku. Dia juga seorang manusia, tidak seperti gambaran silluman yang sering diceritakan kakek.

"Aku setengah siluman juga setengah manusia. Wujudku sangat lemah, sedikit tersentuh oleh manusia aku bisa lenyap dari dunia ini." ujarnya seakan tahu rasa bingungku.

"Hei Jungwoo-aah, siapa gadis kecil itu? Boleh aku memakannya?" suara menyeramkan muncul dari pohon besar di depan kami. Aku terkejut dan takut, aku lari bersembunyi di belakang Jungwoo yang merentangkan tangan kanannya untuk melindungiku.

"Jangan makan dia Kwang! dia temanku."

"Ooh seorang manusia ... mereka makhluk jahat yang sangat penasaran dengan keberadaan siluman seperti kami." pohon itu bersuara.

"Dia bukan manusia jahat seperti yang kau duga."

"Hmmm baiklah, aku tidak akan memakannya."

Aku memandangi pohon belukar itu dengan ngeri.

"Hei manusia, jangan pernah menyentuh Jungwoo, ya!" perlahan suara itu samar-samar menghilang.

Dia kembali berjalan, aku terkesiap dan mengikuti langkahnya.

"Aku tidak akan menyentuh Jungwoo. Aku tidak mau dia lenyap." gumamku.


-@@@-

Setiap hari aku selalu pergi ke bukit, aku bermain bersama Jungwoo. Dia selalu menemaniku. Hampir setiap liburan musim panas aku selalu berkunjung ke rumah kakek. Aku selalu tidak sabar menantikan liburan datang dan bertemu dengannya lagi.

Sampai aku menginjak SMP. Dia selalu menemaniku mengisi waktu liburan. Namun aku selalu merasa heran jika aku bertemu dengannya. Jungwoo masih sama saat pertama kali kami bertemu, dia tidak bertambah tua. Setiap aku bertanya 'kenapa bisa begitu?' jawabannya selalu sama yaitu 'siluman tidak bisa menua, wujudnya akan sama seperti pertama kali kalian lihat.'


Jungwoo sosok siluman tapi bagiku tak jauh beda dari manusia pada umumnya.

"Jungwoo-Ssi,"

"Hm?"

"Besok aku akan pulang ke Seoul. Waktu liburanku sudah habis."

"Setiap tahun memang seperti ini 'kan." ujarnya pelan.

"Aku sudah 14 tahun, aku sudah menceritakan semua hal tentangku, aku ingin tahu tentangmu." imbuhku memandangnya.

"Belum saatnya kau tahu." ujarnya menatap langit.

Aku tertegun dan memeluk lutut sambil memikirkan hal lain.

Sudah sore, kami kembali untuk pulang. Saat aku berjalan bersamanya, aku selalu berusaha ingat untuk tidak pernah menyentuh tubuhnya. Tapi semakin aku meyakinkan diriku, keinginanku untuk menyentuhnya semakin besar.

Aku melihat tangan Jungwoo. Umurku sudah 14 tahun, delapan tahun aku berhasil menahan perasaanku untuk tidak memegang tangan besar itu.

Aku sangat ingin menggenggamnya. Ah, apa yang aku pikirkan? Aku menepis dengan cepat pikiranku.

Aku ingat permintaanku padanya.

"Yuta ... jangan pernah coba-coba menyentuhku." ucapku terisak saat jatuh dari atas pohon dan Jungwoo hampir saja menyentuhku untuk menolongku.

Saat itu Jungwoo hanya diam memandangku. Aku terus menangis dengan dia yang bejongkok mengkhawatirkanku.


---

Dan sejak saat itu aku menahannya untuk tidak pernah menyentuhnya atau memeluk tubuh Jungwoo, lagi walaupun aku sangat ingin.

Kenangan itu selalu berputar kembali. Saat paling menyenangkan yang kuhabiskan di bukit desa kakek, Busan. Setahun sekali ku selalu menantikan musim panas agar aku bisa kembali kesini untuk bertemu dengannya lagi.

Saat ini aku menginjak SMA, waktu liburanku masih setia kuhabiskan untuk bertemu dengan Jungwoo lagi, lagi dan lagi.

Saat kembali ke Seoul, aku selalu merindukan sosoknya dan memikirkannya. Tanpa sadar, aku sudah jatuh cinta. Entah perasaan apa yang pantas untuk aku gambarkan apa yang kurasakan selama belasan tahun ini.

Suasana pepohonan yang rindang, sama seperti setahun yang lalu aku kesini. Aku berjalan menuju kuil kuno di atas bukit. Belasan tahun aku bermain disini membuatku hapal jalan. Tak lama aku sampai, langkahku berhenti di depan gerbang kuil berwarna merah yang sudah tua.

Aku celingukan, tentu saja mencari dia. Tak lama aku melihatnya dari balik gerbang, ku tersenyum lebar dan mendekat.

"Sudah lama menunggu?" tanyaku.

"Iya."

Aku tersenyum. Ku lihat wujudnya masih sama seperti dulu, tak ada yang berubah.

Masih misterius.

"Jalan-jalan?" tawarnya. Aku mengangguk antusias dan berjalan mengikutinya.

Aku berjalan beriringan disampingnya dalam keheningan. Sudah belasan tahun lamanya, aku dan Jungwoo bersama. Dari aku berumur 7 tahun sampai sekarang. Sungguh tak ku sangka.

Aku melirik Jungwoo disampingku. Oh iya, aku baru menyadari. Tinggiku sudah hampir sebahunya, sosokku sudah dewasa seperti dirinya. Jika di perhatikan umur Jungwoo mungkin dua tahun lebih tua dariku.

Aku sudah hampir menyusulnya. Sosokku yang masih kanak-kanak dulu kini sudah menginjak dewasa. Hal ini membuatku menjadi canggung, susasana sangat berbeda denganku saat kecil.

Sampai diatas bukit, kami bermain seperti biasa sampai tidak terasa waktu sudah hampir sore. Kami akhirnya duduk di atas rerumputan untuk melepas lelah.

"Aku sangat merindukan suasana ini." ucapku sambil menengadahkan wajahku memejamkan mata menghirup aroma alam.

"Rose."

"Hm?"

"Kau sekarang sudah 18 tahun, aku merasa baru bertemu denganmu kemarin saat masih kecil."

"Iya itulah waktu, begitu cepat berlalu sampai kau tak menyadarinya kan, hahaha ..." tawaku merasa canggung.

"Kurasa, sudah saatnya kau tahu tentang diriku."

Aku terkesiap, kupandangi Jungwoo yang berada di sampingku.

"Wujudku yang sebenarnya bukan seperti ini. Aku berusaha meniru bagaimana manusia dan perilaku mereka seperti apa, karena aku ingin sesuatu saat bisa berinteraksi dengan mereka."

Aku hanya diam mendengarkan.

"Semua siluman di bukit ini bilang kalau aku sudah mati sejak lama, namun karena kekuatan ghaib bukit keramat ini, aku bisa hidup sampai sekarang dengan wujud manusia seperti ini."

"... mereka bilang saat bayi aku di buang di bukit ini. Aku tidak tahu siapa diriku sebenarnya dan hanya berada di bukit ini saja, dan mungkin untuk selamanya. Kesepian tanpa seorang teman pun." Jungwoo menjeda ceritanya dan menatap langit. Semilir angin menerpa wajahnya, syal hitamnya terbuka oleh angin membuat wajah Jungwoo terlihat sangat jelas.

Aku terkesiap, ku lihat dengan sangat jelas wajah Jungwoo yang selama ini di sembunyikan, bisa kulihat jelas dengan mataku. Dia sangat tampan saat menutup matanya, helai rambutnya melambai diterpa angin.

"Tapi sejak bertemu denganmu, aku tak merasa kesepian. Setahun sekali aku menantikanmu dan menahan rasa rinduku."

Aku tertegun. Seperti inikah semua hal tentang Jungwoo yang selama ini dia rahasiakan? Aura misterius pada dirinya seakan lenyap begitu saja terbawa oleh angin.

Selama ini Jungwoo kesepian dan selalu menantikan diriku?

Jungwoo menundukan beralih memandang telapak tangannya. "Wujud seperti ini sangat rapuh, berapa lama lagi ragaku ini akan bertahan? Kurasa tak akan malam lagi."

Hening

"Rose, jika kau ingin melupakanku, lupakan saja aku. Kau akan lelah mendatangiku. Rasa sepi dan wujud yang tak abadi ini, aku bisa menghadapinya sen_"

"Tak abadi bukan berarti tak berharga." potongku cepat, "Aku tak pernah lelah datang kesini, karena Jungwoo sangat berharga bagiku. Saat kembali juga aku selalu memikirkanmu, selalu merindukanmu."

Jungwoo menatapku. Aku menatapnya, menatap manik matanya.

"Tolong jangan pernah lupakan aku Jungwoo-ah. Jangan pernah." pintaku.

Kami larut dalam keheningan. Saling menatap untuk meyakinkan ucapan dengan semilir angin yang kembali berhembus sejuk.


---

"Sudah sore aku harus kembali." ujarku saat kami berdua menuruni anak tangga menuju gerbang kuil.

Jungwoo tersenyum kecil padaku dan aku membalasnya. Langkahku sampai di anal tangga terkahir.

"Rose, malam ini apa kau sibuk?"

Aku berbalik memandang Jungwoo penuh tanya, "Tidak. Kenapa?"

"Ada festival roh dan siluman di atas bukit ini nanti malam, aku ingin kesana denganmu."

"Festival roh dan siluman?! Ternyata beneran ada ya?" ucapku tak percaya.

Jungwoo mengangguk, "sebenarnya dari dulu aku ingin mengajakmu kesana tapi khawatir kau takut."

Aku diam sejenak untuk berpikir, "Em baiklah, aku mau!"

Ku lihat ekspresi Jungwoo terlihat senang dengan senyuman yang semakin mengembang.

"Hmm kalau begitu kemarilah nanti malam jam delapan. Kita pergi bersama." putusnya. Aku mengangguk setuju.


@@@

Malamnya aku benar-benar kesini. Aku memakai pakaian khas festival musim panas berwarna peach. Menunggu Jungwoo datang menjemput.

Tak lama dia datang, dia memakai pakaian yang sama sepertiku namun berwarna biru dan masih setia makakai syal sebagai ciri khas dirinya.

"Ayo pergi." ajaknya. Kamipun pergi bersama ke acara festival itu.

Sesampainya kami disana aku terkagum-kagum. Banyak sekali roh dan siluman dengan bentuk menyerupai manusia. Ada yang berekor, bertelinga hewan dan berwujud aneh lainnya.

Aku kagum tapi sedikit takut. Karena semua yang ada di festival ini adalah wujud ghaib.

"Ng ... Apa aku tidak apa-apa berjalan santai diantara mereka semua? Apa mereka tidak akan sadar jika aku seorang manusi?" tanyaku ragu. Jungwoo tersenyum dan mengambill sepotong kain putih pajang.

"Apa mereka tidak akan memakanku? Eh-" aku terkejut Jungwoo mengikatkan kain putih itu ke pergelangan tangan kananku kemudian di tangan kanannya sendiri.

"Tidak akan selama aku bersamamu."

Jantungku berdegup kencang, wajahku merah. 'Ada apa sih denganku?' batinku.

Kami berjalan. Jungwoo berjalan mendahuluiku dengan tangan kami yang saling terikat.

Jungwoo mengajakku berkeliling melihat-lihat. Mulai dari wahana permainan khas festival musim panas dan acara tradisi yang mrengaggumkan. Aku mencoba permainan menjaring ikan dengan kertas, melihat-lihat topeng dan membeli gulali yang ternyata melayang tiba-tiba saat akan ku makan, membuat kami berdua jadi tak bisa menahan tawa.

Aku berjalan beriringan dengannya. Tak sengaja aku melihat anak kecil yang punya ekor. "Hei Jungwoo, lihat! Anak itu punya ekor!"

Jungwoo melihat anak kecil itu. "Wah iya, dia siluman rubah. Anak itu belum bisa meniru wujud manusia sepenuhnya."

"Hihihi lucu!" aku tertawa kecil dan berlari menjauhi anak rubah tadi. Jungwoo mengikutiku karena tanganya tertarik olehku.

Aku melihat sekumpulan orang banyak mengangkat boneka besar yang terbuat dari jerami, mereka mengangkatnya dengan penuh semangat dan berteriak.

"Rose, ayo ikut aku."

Aku terkesiap, "Huh, kemana?"

Jungwoo berhenti melangkah dan kembali menoleh, "Sudah hampir jam larut malam, kau harus pulang."

Ah, baru sadar dengan waktu, aku mengikuti langkah Jungwoo keluar lokasi festival.

Kami berdua berjalan dalam sepi. Melewati jalan setapak yangbdi penuhi banyak kunang-kunang sebagai pencahayaan.

Ah ... Jantungku berdegup tak karuan lagi. Suasana ini sangat nyaman dan hangat. Berjalan bersama Jugwoo malam ini membuatku sangat bahagia.

Gawat, aku sangat ingin memeluk tubuhnya saat ini.

"Kenapa, Rose?"

"E-eh, a-apa?"

"Kau diam saja sejak kita meninggalkan festival."

"Umm aku hanya heran saja kok! Berdua seperti ini, k-kita seperti sedang kencan!" jawabku asal dengan ketus.

"Memang benar, kita sedang kencan."


DEG.

Aku terkesiap, jantungku berirama tak karuan. Pipiku bersemu merah. Jungwoo berhenti berjalan, dia melepas syal yang dipakainya dan mengalungkannya pada leherku, menutupi hidung dan mulutku.

Kemudian dia mengecup pelan area bibirku yang tertutup syal hitamnya.

Cukup lama Jungwoo pada posisi itu, lalu menjauhkan wajahnya dan kembali berjalan.

Aku tertegun menahan napas. Mencerna kejadian yang baru saja terjadi.

Beberapa anak kecil datang kearah kami. Salah satu dari mereka tak melihat langkahnya , kaki anak itu tersandung batu dan hampir terjatuh.

"BAHAYA!"

Jungwoo dengan cepat menangkap pergelangan tangan anak itu. "Lain kali hati-hati."

"Maaf kak." anak itu pergi.

Aku memandang kepergian anak itu, sampai aku mengalihkan pandanganku kearah Jungwoo, aku terkejut. Tubuhnya berubah jadi transparan dan perlahan mulai menghilang.

Aku terhenyak menyadari sesuatu, "T-tunggu, jadi anak kecil tadi- manusia?!"

Jungwoo terdiam memandangi tangannya yang perlahan menghilang. Lantas ia melebarkan kedua tangannya kearahku dengan senyum yang lebar.

"Kemarilah Rose, sekarang kau sudah bisa menyentuhku."

Aku terpaku, hanya menatap Jungwoo yang tersenyum lebar kearahku.

"Peluk aku, Rose."

Aku berlari kearahnya, ku rentangkan tanganku untuk memeluknya dengan bahagia. Akhirnya, aku bisa memeluk Jungwoo.

Namun tubuh Junwoo semakin pidar dan saat aku memeluknya semakin erat, Jungwoo lenyap. Yang tersisa hanya pakaian dan ribuan kupu-kupu berterbangan.

Aku memeluk kehampaan. Rasa hampa yang sangat sesak, seperti hatiku saat ini. Aku menangis terisak. Menangisi Jungwoo, sosok yang kucintai dengan pilu.

Ku genggam erat syal pemberiannya yang basah kena air mataku.

Pertemuan kita yang terakhir kali.

Aku tenggelam dalam tangis, tak akan pernah kulupakan dirimu, Jungwoo-ah.



-END-

Tempat Singgah, 22 November 2017 revisi 2021.

Kumpulan Fanfiction Oneshoot dan TwoshootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang