(7)

2.9K 376 23
                                    

Apakah Tuhan menakdirkan kita hanya sebatas teman yang pernah dekat lalu menghilang? Atau dia yang asing tiba-tiba membuat nyaman?

~Zidane Amroellah Malik~

HAPPY READING

*
*
*
~Sapa aku dong! Hay in👋~

Zidane melirik kearah samping, Adhisa benar-benar pulas. Banyak kejadian semalam yang ia lewati, apalagi pagi tadi. Siapa yang tidak kecewa saat melihat orang yang dicintai melakukan hal yang dilual nalar?.

Waktu asar sudah masuk dari tadi. Zidane menghentikan mobilnya diarea parkir masjid. Dengan perlahan ia membangunkan Adhisa.

"Kamu  sholat kan?"

"Eheeemmm." Adhisa menguap. "Aku tidur lama yah? Loh kok berhenti di sini?" tanyanya.

"Kamu sholat nggak?" Zidane mengulangi kembali pertanyaannya.

"Oh iya."

"Aku anter kamu ketempat wudhu deh."

Zidane berjalan di samping Adhisa. Di tempat ramai seperti ini Adhisa memang harus dijaga ketat, apalagi ketakutannya yang unik dari orang lain. Sebenarnya ini menghambat sosialisasi antara Adhisa dan orang-orang sekitarnya, tapi bukan hak mereka untuk memahami kita secara detail. Dan pilihannya hanya satu, Diri kita sendiri yang harus mengalah.

"Maaf mas,ini tempat wudhu wanita," ucap seseorang laki-laki dengan kopiah putih yang sedang memegang sapu.

"Oh iya Pak, saya lagi nunggu te.. istri saya," ucap Zidane gugup.

Penjaga itu mengangguk. Istri?  Kenapa kata-kata itu muncul?.

Zidane tersenyum. Kalimat tasbih terucap refleks di mulutnya. Kedatangan Adhisa lah sebabnya. Gadis itu berjalan anggun menuju kearah Zidane. Wajahnya bersinar terkena air wudhu. Bagian poni yang panjangnya sama dengan rambut lain basah dan meneteskan air.

"Udah?" tanya Zidane.

"Hemm." Adhisa tersenyum.

Karena Asar sudah berlalu, jamaah sudah pergi. Hanya tersisa beberapa orang yang masih berdzikir.

"Kamu kenapa ikut?" tanya Zidane yang melihat Adhisa terus mengekor.

"Katanya mau sholat?"

"Iya tapi kamu nggak boleh ditempat laki-laki."

Adhisa mengedarkan pandangan, benar saja semua yang duduk diruangan ini adalah laki-laki.

"Tapi aku maunya sholat dibelakang kamu."

Zidane menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Akhirnya laki-laki dengan senyum lesung itu memilih bagian luar yang masih bisa dipakai untuk mereka berdua.

Mereka sholat dengan khusyuk. Setelah salam terakhir Zidane ucapkan, ia membalikkan badan kebelakang. Mengulurkan tangannya. Adhisa dengan polosnya menerima uluran itu. Sampai Zidane benar-benar sadar, bahwa makmumnya tadi bukanlah Ummanya, ia menarik kembali tangannya.

O7X Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang