Lenyap, apa ini akhir?
~Adhisa Leola Indradjati~
HAPPY READING
*
*
*
~Masih bertahan di fase ini~"Ezra?" ucap Adhisa melongo, melihat laki-laki yang dia kenal tangguh dan arogan sedang meneteskan air mata sambil melihat ke arah cahaya matahari yang menerkam mata.
Ezra menengok sejenak, setelahnya kembali memandang langit. Ah, senang rasanya mendengar namanya disebut kembali.
Dari berlakang, Galen menyentuh pundak Adhisa pelan. Membuyarkan tatapan fokus Adhisa yang tertuju pada Ezra.
"Tinggal kita bertiga, siapa selanjutnya?" Adhisa berkata dengan nada datar.
Dia berjalan mendekati Ezra.
"Ada mereka yang menertawakan mu menangis, dan ada mereka yang ingin kamu bangkit dan menyelamatkan nyawanya, pilih mana?" Adhisa mengulurkan tangannya.
Ezra menerima uluran tangan itu. Alih alih dibantu oleh Adhisa, Ezra menarik tubuh gadis itu saat tubuh mereka sudah sejajar. Dia memeluknya erat.
"Biarin kaya gini satu menit aja, plis Dhis." Adhisa yang hendak melepas pelukan dari Ezra menahannya kala ucapan Ezra masuk ke telinganya.
Dia diam, tak membalas pelukan itu maupun melepasnya. Di belakang, ada sorot mata dan raut wajah yang terbakar cemburu.
"Gue duluan." Galen mendahului mereka.
Adhisa melepas tubuh Ezra darinya, "Ayo lanjut."
"Galen tungguin!!"
"Pasang ke mereka dodol!!" Galen mendengar suara itu. Dia melihat kearah sekitar. Menengok kebelakang dan memperhatikan Adhisa dan Ezra yang jalan sendiri-sendiri.
"Kita mencar aja gimana?" sahut Galen kala keduanya sudah sampai di hadapannya.
"Hah?" Adhisa kaget.
"Nggak salah lo anjing, baru aja kita mencar kehilangan dua orang. Lo mau kita semua nggak ketemu lagi?"
"Kalo itu mau lo, gue sama Adhisa."
"Anjing!! Maksud lo apaan sih? Nggak usah cari gara-gara Asu."
"Gue cari gara-gara? Yang ada semua masalah ini, semua temen temen kita yang hilang, oh ralat temen-temen gue, lo bahkan cuma anggap mereka mainan dan babu. Hilang karena lo Za!!"
Galen berkata dengan nada yang ia naikkan satu oktaf lebih tinggi, membuat Ezra yang mendengarnya merasakan telianga panas membakar.
"Jaga bacotan lo!!"
Ezra maju. Dia sudah tak tahan lagi dengan perkataan Galen.
"Gue udah muak sama lo, jijik sama wajah lo yang munafik," Bugghhh. Pukulan itu mendarat di wajah Galen.
"Galen Ezra stop!! Bukan waktunya kita buat kaya gini,"
Perkataan Adhisa di telantarkan. Galen dan Ezra kembali melanjutkan aksi baku hantam nya.
Di tengah aksi mereka Galen mendengar kata 'berhasil' yang menandakan aksi ini juga harus segera di selesaikan.
"Ezra stop!! Kamu udah janji sama aku buat bunuh papi kamu sendiri depan aku, kamu udah janji sama Carra mau bawa Jery sama Matcha pulang lagi, Stop!! Za, kendaliin emosi kamu kali ini aja bisa gakk?" Mulut Adhisa bergetar. Ingin sekali air mata bening yang ada di kelopak matanya ia teteskan dengan bebas. Namun sayang, gengsi yang Adhisa miliki untuk situasi ini masih tinggi.
"Kendaliin emosi?? Bisa nggak?" Ezra mengulang kata itu. Aktifitas nya dengan Galen sudah dia usaikan.
"Lo pikir selama perjalanan ke sini gue gak nahan emosi? Gue nggak nahan cemburu liat kalian berdua tiba-tiba bisa sedeket itu? Gue tahan Asu!!"
"Gue diem, gue emang sempet marah pas tau lo yang neror gue, orang yang nggak pernah sekalipun gue curigai, orang yang bisa buat gue sejatuh cinta ini, segila ini tiba-tiba jadi sosok yang nggak gue kenal."
Ezra berkata sambil terus berjalan mendekat ke tempat Adhisa.
Adhisa mudur. Kakinya gemetar hebat.
Meski sudah berusaha menghindar, tetep saja Ezra bisa meraih Adhisa. Wajahnya kini hanya berjarak beberapa inci dari Ezra.
"Tatap mata gue Dhis."
Adhisa diam. Deru nafas laki-laki di depannya membuat jantungnya semakin kencang beroperasi. Aroma khas campuran parfum dan keringat Ezra masih melekat di baju yang dua hari ini belum diganti.
Telunjuk Galen mendarat di dagu Adhisa. Berjalan keatas menyusuri bibir dan mengitari kedua pipi Adhisa yang mulai merona. Sampai area mata, Adhisa akhirnya memandang wajah yang selalu dia rindu dari dekat. Hem, selama ini hatinya hanya bersandiwara.
"Gue yakin, rasa itu masih sama meski raga lo menentangnya."
Saat tangan kekar Ezra hendak mendarat ke dada Adhisa gadis itu lebih dulu menahannya. "Stop sampai sini, hati gue udah jadi batu tanpa lo tau. Nggak ada lagi tempat buat nama lo, rasa itu hanya sandiwara, fake dan gak pernah ada."
"Mata lo bohong."
"Gue benci sama lo, gue benci bajingan kaya lo!! Brengsek." Setelah memukul dada Ezra Adhisa lari sambil menyeka air matanya.
"Lo brengsek!! Nggak pantes dapet cinta Adhisa." Ucap Galen, dia mengejar Adhisa.
Dari belakang, seseorang menutup kepala Ezra dengan karung hitam. Satu laginya memegang balok dan memukul punggung Ezra dengan itu. Satu kalimat sebelum Ezra tak sadar, dia berkata, "Gue yakin, gue masih ada di hati lo,Dhis."
Ini pendek banget yah😢
Komen dong biar aku semangat nulis
INi teh bahkan nggak ada 1k kata guyssHati itu munafik,
Dia mencinta tapi membiarkannya terluka
Atau dia yang mencintai dan merelakan dirinya terluka.
Pada akhirnya, cinta itu luka.
Dan aku, mati rasa olehnya❣
KAMU SEDANG MEMBACA
O7X
Mystery / Thriller"KELUAR!!"teriak Ezra memasuki toilet perempuan. "Semuanya KELUAR bangsat!!" Satu persatu bilik kamar mandi ia dobrak. Memastikan tidak ada orang yang tersisa. Perempuan berkacamata itu berjalan mundur, mendapati mimik wajah Ezra yang begitu emos...