Bab 8

7.9K 715 42
                                    

Thank's yang udah setia nunggu, dan baca ceritaku. Jangan lupa, like, share dan komen, ya!

Maaf kalau di setiap bab typonya banyak.

Selamat membaca.

*

*

*

***

"Jangan pernah memaksakannya diri untuk melupakan hal yang membuatmu sakit, karena itu akan jauh lebih sulit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jangan pernah memaksakannya diri untuk melupakan hal yang membuatmu sakit, karena itu akan jauh lebih sulit."

-after 30-

***

*

*

*

Bertemu dengan sang masa lalu adalah hal yang paling tidak bisa Naya prediksikan. Hatinya benar-benar belum kuat menghadapi Damar ataupun keluarga lelaki itu. Luka hatinya yang sudah tertutup kini terbuka lagi.

Sedari tadi Naya menunduk menyembunyikan wajah sedihnya dari Bian. Dia tidak ingin Bian mengoloknya sebagai wanita yang cengeng.

"Maaf." Hanya satu kata itu yang mampu Bian katakan. Berpura-pura tidak melihat Naya dengan kondisi rapuhnya, seperti saat ini. "Maaf, kalau ..."

Bian sangat kecewa. Damar melakukan pelanggaran besar dalam perjanjian yang mereka sepakati sebelum pergi ke Surabaya dan sebelum mengundurkan diri dari perusahaan. Dalam kesepekatan itu, Damar berjanji tidak akan mempertemukan Naya lagi dengan orang tuanya atau Gendis. Tetapi pada kenyataannya, Damar sendiri ada di dalam lingkaran keluarga iblis itu.

Meski Bian sempat menolak saat Damar menitipkan Naya padanya, tetapi hampir dua tahun lebih Bian mencoba menjaga Naya dengan baik. Menjauhkan Naya dari kedua keluarga itu tanpa terlihat oleh siapapun. Namun, saat ini semua terasa sia-sia. Damar merusaknya. Bunga yang mulai tumbuh dengan akar kuat itu, kini sedikit layu lagi.

Naya memberanikan diri memperlihatkan wajah kacaunya pada Bian."Tidak ada yang perlu meminta maaf dan dimaafkan, Mas," ucapnya serak."Terimakasih Mas Bian sudah datang di waktu yang tepat." Naya tersenyum getir seraya menghapus air matanya yang tiba-tiba jatuh dengan kasar.

Melihat hal itu, Bian lebih dekat pada Naya. Kedua tangannya terangkat melingkupi wajah sembab itu mengikuti nalurinya. Ketika ujung ibu jarinya mulai menyentuh permukaan kulit wajah Naya, tangan Bian bergetar. Begitu pula dengan hatinya.

Bian menghapus sisa air mata itu dengan sangat hati-hati. Tatapan Bian terkunci tepat pada kedua bola mata Naya yang memerah.

"Jangan menghapusnya terlalu kuat. Itu hanya akan menyakitimu."

after 30 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang