Bab 20

5.9K 557 32
                                    

Vote dan komentarnya jangan lupa.

Hati-hati typonya banyak.

Selamat membaca.

Terimakasih.

*

*

*

***

"Waktu memberi banyak pelajaran, sementara manusia memberi lebih banyak kenangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Waktu memberi banyak pelajaran, sementara manusia memberi lebih banyak kenangan."

-after 30-

***

*

*

*


"Sakit tau, Teh!"

Ghani melepas paksa tangan Naya yang memelintir daun telinganya setelah sampai di ruang makan.

"Itu belum seberapa!" sahut Naya garang. Kemudian berdecak pinggang.

"Loh? Emang Ghani salah apa?"

Ghani menarik kursi meja makan dan mendaratkan bokongnya kasar. Dia kesal. Sedangkan tangannya sibuk mengusap-usap daun telinganya yang sudah pasti berwarna merah.

Naya mengipasi wajahnya yang terasa panas saat emosinya meledak.

"Masih belum mau ngaku?" tanya Naya lebih tenang.

Ghani melirik Naya malas. Lalu mengambil nafas panjang, kemudian membuangnya kasar.

"Teh, beneran," Dia menatap Naya serius."Ghani nggak ngerti kenapa Teteh pake marah-marah segala? Ini pertama kalinya loh, Teteh marah main fisik gini?"

Naya tertegun, dia sadar jika cara yang dilakukannya tadi salah. Naya menarik satu kursi yang bersebrangan dengan Ghani dan duduk di sana.

"Maaf Ghani." Naya mengakui kesalahannya.

"Di maafkan."Ghani mengambil nafas panjang untuk ke dua kalinya. Menepis jauh rasa kesalnya.

"Jadi, apa salah Ghani, Teh?"

"Tadi, Teteh jenguk Mamanya Dinda di rumah sakit."

Tanpa Naya bercerita panjang lebar, akhirnya Ghani faham maksud kemarahan kakaknya.

"Sekarang, Teteh minta penjelasan dari kamu," pinta Naya.

Ghani meraup wajah lelahnya beberapa detik. Kemudian mulai menjelaskan masalahnya secara gamblang.

after 30 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang