Kesempatan Kedua

737 77 32
                                    

Gelap. Dingin. Sempit.

Tiga perasaan itu yang kali ini sedang dirasakan olehnya. Ia tidak tahu bagaimana caranya ia bisa sampai di tempat mengerikan seperti ini, tapi yang paling penting di sini adalah matanya sudah terbuka. Lagi.

Ia membuka matanya. Sekarang perasaan sempitnya sudah tidak ia rasakan lagi—meskipun dingin dan gelapnya masih tertinggal. Kali ini ia berdiri dan mencoba menebak sedang berada dimana dirinya saat ini.

Tapi usahanya percuma. Karena sejauh mata memandang tidak ada yang bisa ia lihat kecuali kegelapan tak berujung. Hanya sedikit cahaya saja yang mengikuti kemanapun ia pergi dan berjalan, tapi selain itu, tidak ada cahaya lagi.

Ia terus menerus berjalan tanpa henti selama beberapa menit, tapi lagi-lagi ia tidak menemukan apapun. Sampai pada akhirnya, ia menyerah untuk berjalan dan air mata mulai mengalir dari kedua matanya.

"Sebenarnya ... aku sedang ada di mana?"

Tidak ada yang bisa menjawab rasa kebingungan yang ada di kepalanya saat ini. Ia menangis, meraung, dan berteriak mencoba meminta pertolongan. Tapi tidak ada satupun yang datang menolongnya.

"Siapa saja! Tolong aku!"

Suaranya menggema di tempat gelap ini. Rasa kebingungannya itu berubah menjadi rasa takut dan khawatir yang tak berhenti ia rasakan saat ini. Sampai pada akhirnya, ada seseorang yang menghampirinya.

"Kau ...."

"Si-siapa itu?! Siapapun tolong aku! Aku ... aku tidak mau berada di sini."

Suara selain dirinya membuat harapan di dalam hatinya meningkat dan langsung menengok ke arah sumber suara yang berada di belakang tubuhnya. Tapi saat ia melihatnya, sosoknya membuat yang tadinya ia berharap, tapi kini malah ketakutan.

Ia kaget dan jatuh terduduk ketika melihat sosok di belakangnya. Sosok dengan jubah dan tudung kepala berwarna hitam legam yang bagian bawahnya robek-robek, serta membawa sebuah sabit yang lebih besar dari ukuran sosok itu.

"Si-siapa kau?! Pergi dari sini!" ucapnya sambil mengayunkan tangannya mengusir sosok itu.

"Hentikan itu, kau tidak akan bisa lolos dari sini."

"Eh? A-apa maksudmu?"

"Kau sudah mati."

Matanya melebar ketika sosok itu memberitahukannya kalau dia sudah tidak hidup lagi. Tapi meski begitu, ia tidak percaya dengannya dan keras kepala kalau dia masih hidup.

"Ma-mati? Tidak mungkin! Tidak mungkin aku sudah mati! Aku masih hidup!"

"Kalau begitu apa kau bisa menjawab pertanyaanku."

"Pertanya—"

"Siapa namamu? Apa yang kau lakukan semasa kau hidup? Berapa umurmu? Siapa nama orang tuamu? Siapa nama saudara-saudaramu? Tinggal di mana kau?"

Sosok itu membombardirnya dengan berbagai macam pertanyaan yang sebenarnya sederhana tapi juga menunjukkan kalau itu adalah bukti dirinya masih hidup. Ia tentu saja bisa menjawabnya karena itu adalah pertanyaan yang mudah, jika saja dia masih hidup.

"Namaku .... Ap-apa?"

"Kau tidak bisa mengingatnya, kan? Itu membuktikan kalau dirimu sudah mati. Dan tempat yang sedang kau tempati saat ini adalah alam baka."

"Alam baka? Tempat gelap dan dingin ini? Bukankah seharusnya alam baka itu tempat penyiksaan atau tempat kesenangan?"

"Ikuti aku."

Sosok itu tidak menjawab pertanyaannya dan malah menyuruh ia untuk mengikutinya. Karena tidak memiliki siapa-siapa lagi dan juga tidak ingin ditinggal sendirian, akhirnya ia pun mengikuti kemana perginya sosok itu.

Kos-Kosan HoloIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang