Pasukan berseragam dan bersenjata lengkap mengepung Anya dan yang lainnya. Tentu saja mereka ketakutan, memeluk satu sama lain supaya sedikit merasa lebih baik, tapi tetap saja itu tidak merubah keadaan.
Tapi kini sekarang Anya berada paling depan. Menjadi orang yang paling banyak ditodong senjata oleh para pasukan berseragam— termasuk Zeta.
Dirinya mengaku kalau dialah yang menyebabkan kebakaran besar di komplek perumahan sebelumnya. Padahal sebenarnya bukan. Ayunda lah yang melakukannya, tapi dia tidak ada di sini sekarang. Tubuh dan kesadarannya hilang dan bersatu dengan Risu.
"Aku peringatkan sekali lagi. Menyerahlah." Zeta memberikan peringatan terakhirnya.
Tapi wajah Anya masih belum berubah. Tidak ada ekspresi ketakutan sedikitpun terlukis di sana. Wajahnya tenang seolah ini bukanlah hal yang biasa ia hadapi— berbeda dengan teman-temannya yang sudah ketakutan setengah mati.
"A-Anya ...." Risu memanggil Anya pelan. Suaranya gemetar ketakutan tapi juga merasa bersalah, karena Anya mengaku sebagai pelakunya. Sementara Risu tidak punya keberanian yang cukup untuk melakukan itu.
Anya kemudian menengok ke belakang dan memberikan senyuman paling hangat yang bisa ia berikan. "Tenang saja, kita semua akan pulang dengan selamat."
Mata Risu melebar. Seakan semua ketakutan sebelumnya luntur begitu saja. Gemetar di kakinya juga mereda. Entah ... entah kenapa, ia merasa kalau dia akan baik-baik saja.
Anya menengok ke depan lagi. Senyumannya telah hilang dan hanya wajah serius yang tertinggal.
"Apa jawabanmu?" tanya Zeta.
"Hah ...." Anya menghela nafas. Dan tiba-tiba melepas sepatunya.
Ngomong-ngomong, semenjak Ayunda sudah tidak ada. Anya juga terbebas dari kutukannya yang tidak bisa berjalan ketika memakai alas kaki. Meskipun lebih suka bertelanjang kaki, tapi Anya selalu memakainya karena sepatu itu adalah hadiah pertama yang Alam belikan untuk Anya.
"Bukankah sudah jelas? Aku menolak. Kami akan segera pergi dari sini dan pulang," jawab tegas Anya menolak permintaan Zeta.
"Begitu." Zeta kemudian memegang pistolnya dengan kedua tangan dan bersiap menembak. "Sepertinya aku harus pakai cara kekerasan."
Walkie talkie Zeta bergetar dan keluar suara dari sana. "Pandanganku jelas padanya, siap menembak kapanpun diizinkan."
"Izin ... diberikan."
Setelah Zeta berbicara pada walkie talkie, sebuah tembakan melesat cepat dari atas bukit. Bukan dari satu pun orang yang sedang mengepung mereka. Sebuah peluru tajam dari sniper yang langsung mengarah tepat ke belakang telinga Anya. Dan Anya tidak memiliki cukup waktu untuk menengok.
Tapi kejadian selanjutnya mengejutkan mereka semua.
"??!!"
Anya masih berdiri di tempat sebelumnya. Tidak tumbang atau bergerak sedikitpun. Tapi kini ada sedikit perbedaan, tangan kanan Anya bergerak ke arah belakang telinganya dan terlihat menggenggam sesuatu.
Ia kemudian membuka genggamannya dan menunjukkan pada Zeta, sebuah peluru sniper yang berhasil ia tangkap dengan tangan kosong lalu menjatuhkannya. Telapak tangan Anya mengeluarkan asap karena gesekannya, tapi selebihnya, ia tidak terluka sama sekali.
"Oh iya, aku ingin tanya. Katanya mau pakai cara kekerasan .... Tapi kok, tidak terasa sama sekali, ya?" Anya memberikan seringai mengejek pada Zeta.
"Tch! Semuanya, serang mereka!"
Zeta yang merasa direndahkan oleh Anya kemudian dengan marah memerintahkan seluruh pasukan untuk menembaki mereka semua.
"Reine! Iofi!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kos-Kosan HoloID
FanfictionFanfic yang menceritakan tentang kehidupan sehari-hari para member holoID dari gen 1 dan gen 2 (dan gen 3)