Sang Putri Merak Yang Tertiup Angin

665 82 11
                                    

Wanita yang dimuntahkan oleh portal dadakan itu kemudian bangkit. Ia memegangi kepalanya karena kepalanya berputar dan pandangannya masih kabur.

"Dimana aku sekarang?"

Ia melihat ke kanan dan kiri, hanya ada tembok bata merah yang belum sepenuhnya tertutup oleh semen, lalu ada tong sampah hijau tempat sebelum petugas kebersihan mengumpulkannya, dan ada juga kucing hitam yang sedang makan dari tong sampah lalu kabur ketika melihat wanita itu. Setelah melihat hal itu, ia sadar akan sesuatu.

Ini sangat berbeda dengan suasana di tempatnya tinggal.

Ia mencoba berdiri dengan memegang tembok di sebelahnya dan berhasil meskipun kepayahan. Lalu ia pun berjalan perlahan menuju keluar gang sambil dituntun oleh dua tembok di sampingnya.

"A-apa ... ini?" Matanya melebar terkejut ketika melihat pemandangan yang ada di depannya.

Perumahan komplek yang memiliki bentuk hampir sama satu sama lain di tata begitu rapi dan terstruktur. Bulan purnama yang terang benderang malam ini dengan masih ada sedikit lapisan berwarna ungu di atmosfernya.

Suasana di sini cukup sepi karena memang sekarang adalah pukul tiga pagi, tapi tidak ada waktu untuk tidur bagi wanita itu karena ia butuh tahu di mana dirinya saat ini berada.

"Apa portalnya membawaku ke belahan dunia yang lain?" gumam wanita itu.

Ia harus segera memikirkan bagaimana caranya untuk kembali ke rumahnya, ke dunia yang ia kenali. Tapi kemudian tatapannya berubah menjadi sedih ketika mengingat hal itu.

"Tapi di sana ...."

Bayangan terakhir wanita itu terhadap tempat asalnya adalah kobaran api di mana-mana yang mengelilingi istana tempatnya tinggal, lalu suara langkah kaki sepatu besi serentak bergema di dalam istana. Di tambah teriakan serta suara pedang beradu membuatnya tidak yakin dengan perasaannya untuk pulang ke sana.

"Awas, neng!"

"Eh?"

Tapi tiba-tiba lamunannya tersadarkan oleh suara teriakan seseorang. Dirinya kini sedang berada di tengah jalan di sebuah jembatan penghubung yang dipisahkan oleh sungai kecil- yang penduduk setempat biasa menyebutnya kali.

Di depannya ada sebuah sepeda motor berpenumpang dua orang yang sedang panik mencoba menghindari wanita yang melamun di tengah jalan itu.

Wanita itu kemudian bergerak sedikit ke samping, tapi gestur tangannya seperti mendorong dan menciptakan sebuah dorongan angin yang membuat motor tadi oleng dan jatuh ke sungai.

"Adu-du-duh." Beruntungnya sungai tersebut tidak dalam dan arusnya tidak deras- meskipun banyak lumpur hitam yang melapisi mereka berdua saat ini.

"Gimana sih Pak Oleh nyetirnya?"

"Loh, jangan salahin saya! Salahin orang yang di tengah jalan itu tadi." Pak Oleh menunjuk ke atas tempat wanita tadi berdiri sebelumnya.

Tapi tidak ada orang di tempat Pak Oleh menunjuk yang membuat temannya- Pak Dadang, semakin tidak percaya. "Ini jam tiga pagi, pak. Mana ada jam segini perempuan berdiri di situ."

"Saya enggak bohong, Pak! Tadi ada perempuan di situ."

"Iya, iya, terserah sampeyan. Mungkin situ lagi halu."

Sementara wanita itu bersembunyi sehingga tidak dapat diketahui keadaannya oleh mereka berdua dan melihat ke arah telapak tangannya yang terbuka. "Sihirku tidak bisa keluar dengan maksimal. Apa yang terjadi?" Gadis itu sedikit bingung.

Tapi wanita itu kemudian menyadari sesuatu. "Tidak ... ini bukan diriku." Ia mengepalkan tangannya. "Arus dan sirkuit sihir di dunia ini tidak stabil sehingga aku tidak bisa mengeluarkan potensi maksimalku."

Kos-Kosan HoloIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang