SEMA Aneska Nathara, atau yang kerap disapa Sema dari lahir itu mencebik kesal. Bosan sekali rasanya tidak ada guru yang mengajar namun tetap harus di kelas. Sejujurnya Sema lebih suka pelajaran dengan sesi diskusi dan presentasi daripada harus menulis banyak rangkuman saat materi sejarah sedang kosong. Menyebalkan.
Gadis yang tengah mendaratkan kepalanya pada lipatan tangan itu berulang kali mendesah bosan. Kalau sekedar merangkum sih Sema sudah lakukan dari jauh-jauh hari. Sebab Sema memang menyukai teori. Sejarah adalah pelajaran yang paling ia sukai. Untuk itulah Sema mengambil jurusan IPS. Tak hanya suka, Sema pernah mewakili lomba karya ilmiah remaja dan menyumbangkan berbagai piala atas namanya ataupun berkelompok. Pokoknya Sema juga terhitung siswi pintar.
"Sema, dicariin tu!" Sema dengan cepat mengangkat kepala. Tidak usah bertanya sebab Sema tahu siapa yang mencarinya selain manusia satu ini. Dengan cepat Sema keluar untuk bertemu dengan orang yang mencarinya.
"Haru!" Pandangan gadis yang semula berbinar cerah kini berubah bingung. Ia menatap seseorang di depannya dengan ekspresi sulit di artikan.
"Desta!" Koreksi orang itu. Ya memang benar yang berdiri di depannya dengan angkuh adalah pria dengan name tag bertuliskan Desta. "Lo nyari Gue?" Tanya Sema bingung, pasalnya ia bahkan tak mengenal siapa Desta-Desta ini. Kecuali... Ah ya Sema baru ingat kalau lelaki ini pernah bertabrakan dengannya tempo hari.
"Kalo nama Lo Sema Aneska Nathara, Iya. Kalo nggak tolong panggilin yang punya nama itu." Ucap Desta dengan tampang dinginnya. Sema menghela napas.
"Itu nama Gue, Lo ada perlu apa manggil Gue?" Sahut Sema cepat. Desta meneliti Sema dari atas sampai bawah. Tiba-tiba saja alisnya tertaut. Seperti tidak yakin akan sesuatu. Namun melihat name tag yang terpasang pada gadis itu bertuliskan Sema Aneska Nathara, Desta kemudian kembali menormalkan ekspresinya.
"Oke, Sema Aneska Nathara—"
"Panggil Sema aja." Sanggah Sema cepat.
"Oke, Sema." Ulang Desta. "Olimpiade Geografi dan Fisika bulan depan. Ke perpus pulang sekolah." Ujar Desta dan setelahnya pergi begitu saja meninggalkan Sema yang mematung. Sesat kemudian baru sadar.
"HEH, DESTA MAKSUDNYA APA?" Teriak Sema namun Desta seakan tak mendengar dan terus berjalan.
"DESTA!" panggil Sema lagi.
"DES—"
"Hey, kenapa sih?" Sahutan dari belakang membuat Sema tak lagi berteriak memanggil Desta. Ia berbalik badan. Senyumnya langsung tercetak jelas seiring dengan orang itu yang kian mendekat. "Lagi manggil siapa? Kayak nya kesel banget?" Tanya orang itu.
Sema menggeleng. "Lupain aja, nggak penting." Ucapnya membuat orang di depan Sema mengangguk.
"Haru ngapain kesini? Bolos ya?" Tanya Sema. Haru menggaruk tengkuknya sembari terkekeh. "Gabut Gue. Guru kelas lagi nggak ada." Ujar Haru. Sema mengangguk mengerti. "Kalo gitu sama, Guru sejarah Gue juga nggak datang."
"Mau ikut Gue nggak?" Tawar Haru kepada Sema. Gadis itu langsung mengangguk antusias. Memang Haru yang Sema tunggu sedari tadi. Pokoknya kalau ada Haru tidak bosan. Tapi sesaat kemudian Sema merubah raut menimbulkan tanya bagi Haru.
"Tapi kata Guru sejarah, nggak boleh keluar kelas." Sema tiba-tiba seperti kehilangan semangat. Haru yang melihat itu pun mengusap kepala Sema dua kali. "Lo nggak tau ya?" Tanya Haru tiba-tiba membuat Sema mendongak.
"Apa?" Tanya Sema balik.
Haru merangkul Sema. "Kata guru sejarah nggak boleh keluar kelas, tapi kalau Sema keluarnya bareng Gue nggak apa-apa." Ucap Haru kemudian terkekeh setelahnya. Lanjut menuntun Sema untuk berjalan bersamanya.
"Nanti kalo kita dihukum gimana?" Tanya Sema, meskipun begitu gadis itu tetap menurut diajak jalan.
"Kan ada Gue, gampang. Lo percaya sama Gue kan?" Tanya Haru kepada Sema. Gadis itu dengan cepat mengangguk, tak lupa memberikan senyuman terbaiknya. Dibalas Haru dengan senyumannya. Lucu sekali sih mereka.
§§§§§§
HARU Magenta Radhika, sosok tinggi yang banyak dipuja. Terlebih visualnya seperti pria-pria dalam novel. Tampan, sangat cocok dijadikan pacar idaman. Begitupun oleh sosok yang sekarang tengah menulis di depan Haru.
"Haru, kenapa tugasnya masih banyak yang kosong?" Tanya Sema. Gadis itu terus mengucapkan kalimat yang sama dari lima menit yang lalu saat melihat tugas-tugas Haru masih belum dikerjakan oleh lelaki itu.
Sementara pemuda yang kini sedang memakan cemilan itu hanya terkekeh kecil. "Kan ada Lo, ngapain Gue ngerjain tugas kalo ujung-ujungnya salah, ujung-ujungnya Lo yang benerin. Kan mending sekalian nggak Gue isi." Jawab Haru dengan entengnya. Sema menoleh lantas mengetuk pulpen ke lengan Haru. Pelan tentunya, mana tega Sema memukul Haru kuat-kuat.
"Usaha kek, Lo itu udah kelas dua belas Haru. Nanti kalo masuk kuliah gimana?" Walaupun sedang kesal, Sema tetap mengerjakan tugas-tugas Haru. Padahal Haru tidak memintanya. Memang Sema yang terlalu peka.
"Ngoceh mulu, Ini makan." Haru menyuapkan cemilan ke arah Sema, gadis itu pun membuka mulut. Awalnya Sema sibuk mengunyah sampai akhirnya mengoceh lagi karena camilan di mulutnya sudah habis. "Ih, ini juga nulisnya asal-asalan ya?" Sema masih mengoceh membuat Haru gemas. Melemparkan Sema dari Rooftop tiga lantai dosa tidak ya?
"Ini makan lagi." Kali ini Haru menyuapkan lebih banyak makanan agar Sema berhenti mengoceh. Lama-kelamaan kuping Haru sedikit sakit mendengarkan ocehan-ocehan yang isinya hanya keluhan gadis itu terhadap Haru.
"Tenang aja, Lo lupa ya? Gue Haru Magenta Radhika, anaknya bapak Heru Radhika. Gue mah nggak kuliah juga udah dapet warisan dari bapak Gue." Jawab Haru dengan percaya diri. Sema mendelik menyaksikan itu. Ia mencebik singkat sebelum kemudian menatap Haru lekat-lekat.
"Kenapa? Gue ganteng ya?" Tanya Haru ketika melihat Sema hanya memandangnya sembari diam. Sema berdecak. "Gue tuh cuma bingung, kok wajah sama nama Lo kek orang Jepang, padahal Om Heru sama Tante Gina itu nggak punya darah Jepang." Tanya Sema. Semakin lama Haru dilihat memang mirip dengan wajah orang Jepang. Ditambah namanya yang sedikit ada unsur Jepangnya.
Haru mengedikkan bahu. "Gue juga nggak tau, kata Papa, nama Gue tuh diambil dari internet. Nggak ada yang spesial. Kebetulan aja nama Papa sama Gue hampir mirip. Jadi ya gitu." Jelas pemuda tinggi itu.
Sema mengangguk, walaupun tidak yakin.
"Kayaknya bukan karena itu deh Ru." Ujar Sema sembari berfikir."Maksud Lo?"
"Gini deh, Indonesia kan pernah dijajah sama Jepang. Siapa tau kan nenek moyang Lo dulu ada yang nikah sama orang Jepang. Dan kebetulan gen nya baru nurun di Lo sekarang." Ucap Sema. Haru menghela napas, tidak heran deh Sema bisa sepintar itu saat dihadapkan dengan pelajaran IPS. Jangan-jangan dulu nenek moyangnya Sema adalah ilmuwan-ilmuwan terkenal. Makanya gen nya turun ke Sema.
Haru menatap Sema. "Udah mending ngoceh aja, marahin Gue karena nggak ngerjain tugas tapi jangan ngajak Gue mikir, please."

KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA [END]
Teen FictionEmpat hati yang terjebak dalam kisah rumit asmara masa remaja. Sema, gadis pemula dalam cinta. Yang ia tahu ia mencintai satu orang dalam hidupnya. Tapi itu dulu, jauh sebelum ia sadar terjebak dalam romansa rumit. Haru, baginya menjalin hubungan...