Siang itu setelah selesai sarapan, Sema duduk termenung di jok belakang mobil. Di sampingnya ada Desta, pemuda itu dari pertama kali masuk mobil sampai setengah perjalanan masih melakukan hal yang sama tanpa bosan. Sementara disini Sema gugup karena hari ini cabang olimpiade astronomi akan dilangsungkan. Itu artinya dirinya harus berjuang keras hari ini sebagai akhir dari perjuangannya selama satu Minggu ini.
Bayangan tentang nanti terus mengusik, bagai sebuah lagu yang terngiang ingin selalu dipikirkan.
Nanti bagaimana?
Kalau susah bagaimana?
Kalau salah bagaimana?
Dan kalau kalah bagaimana?
Serta rentetan pertanyaan 'bagaimana-bagaimana' turut membuatnya cemas kali ini.
Merepotkan jujur, terlebih dalam keadaan seperti ini ia dibiarkan tetap diam tanpa ada yang berinisiatif mengajaknya bicara. Bu Nila dan Bu Rosa berada dalam mobil terpisah. Disini hanya ada Desta, Sema, dan supir.
"Desta!" Sema tak lagi tahan dengan ribuan pertanyaan yang menyergap benaknya, menimbulkan pusing dan mulas tiba-tiba jika dibiarkan berkelanjutan. Sema butuh pengalihan.
"Hm?" Jawaban pemuda itu terlalu mudah diprediksi. Tanpa menoleh sama sekali bahkan. Sema menghela napas, seandainya saja ia bisa merebut benda pipih itu dari tangan Desta lalu mengajaknya bicara sampai Sema lupa sebentar lagi ia akan lomba. Perandaian itu membuat Sema menggeleng berulang kali. Kan aneh kalau tiba-tiba Sema mengambil ponsel Desta lalu mengajaknya bicara. Yang ada Sema dimarahi pemuda dingin itu.
"Nggak jadi." Akhirnya hanya kalimat itu yang keluar dari proses pikir panjangnya. Pun Desta sangat fokus pada ponselnya, ia pikir pemuda itu tak mau diganggu dengan berjuta topik yang Sema lontarkan.
Sema bersandar pada jok mobil. Ia membuka ponsel dengan bosan. Membuka chat nya dengan Haru yang tak dibalas oleh pemuda itu.
Oh ya, sedikit tentang Haru. Tadi pagi saat Sema dibawa pulang ke hotel tiba-tiba saja Desta memberikan ponsel Sema kepada sang pemilik dengan kalimat 'pacar Lo nyariin' kalimat itu membuat Sema kontan menyanggah sekaligus bingung. Ia memang tak punya pacar kan?
Tetapi melihat banyaknya spam dari Haru, topiknya tak jauh-jauh dari menanyakan keadaan membuat Sema tak lagi fokus pada Desta. Kini Sema tahu yang dimaksud 'pacar Lo nyariin' itu siapa. Ia dengan segera menelepon balik Haru guna memberitahu ia sudah baik-baik saja.
Tadinya Haru bersikeras ingin menyusul Sema , katanya sudah siap tinggal berangkat. Tetapi Sema mengancam akan mendiami Haru selama satu Minggu kalau Haru nekat menyusul. Berujung mendapat respon khas dari pemuda itu. 'Ah nggak asik, ngancemnya pake ngediemin Gue seminggu' respon itu membuat Sema terkekeh.
Tapi ya begini akhirnya, Haru merajuk. Terbukti dari pesan Sema yang hanya dibaca oleh pemuda itu. Tidak apa-apa, Sema ini pawangnya Haru yang sudah terlabeli ahli oleh Pak Heru Radhika selaku pencipta Haru Magenta Radhika.
Kini Sema membuang muka keluar jendela. Sumpah demi apapun ia butuh pengalihan. Mungkin menghitung kendaraan di sekitarnya membuatnya tenang.
Dicoba dulu yakan?
"Yang kemarin itu namanya siapa?" Sema spontan menoleh mendapati suara keluar dari sampingnya. Netra nya masih menangkap Desta yang tengah fokus memainkan game online. Terlihat dari posisi ponsel dan juga jemari cekatan Desta.
"Yang kemarin?" Tanya Sema. Desta mengangguk tanpa memberikan clue lagi. Sema jadi berfikir keras sebelum menjawab dengan ragu. "Haru?" Anggukan dari Desta membuat Sema penasaran ingin bertanya.
"Kenapa emangnya?" Tanya gadis itu.
"Berisik." Jawaban Desta membuat Sema terbungkam. Otaknya butuh waktu untuk memproses apakah kalimat umpatan itu untuknya atau untuk yang lain.
"M-maaf." Sahut gadis itu yang malah membuat Desta menoleh sebentar lalu kembali lagi pada game online nya. "Bukan Lo, tapi Haru." Ucapnya setelah Desta tau gadis itu menanggapi lain ucapannya.
Sema kembali berbinar, kini ia menahan tawanya mendengar Haru dikatai begini. Kalau ada orangnya pastilah berakhir perang dunia. Tua muda Haru Radhika senggol-bacok omong-omong.
"Gayanya sih sok cool di sekolah, padahal aslinya emang berisik. Nggak bisa diem cuma pura-pura kalem biar banyak yang suka." Entah karena terbawa dalam topik tiba-tiba yang dikeluarkan Desta atau kini Sema mulai melupakan kepanikannya, yang pasti Sema juga terkekeh membicarakan prihal Haru. Selepas ini Sema akan meminta maaf kepada pemuda itu.
"Termasuk Lo?" Sema terdiam, benar-benar telak kalimat tanya dari Desta.
"Maksudnya?"
"Nggak usah dipikirin. Kita udah sampe." Desta mematikan ponselnya lalu membuka pintu mobil. Memang benar kini mereka berada di gedung tempat lomba akan diakan. Semenjak sampai serangan panik itu kembali lagi. Sema meremas ujung rok nya. Gugup dan khawatir bercampur menjadi satu.
Mereka berdua berjalan menuju Bu Rosa dan Bu Nila yang tengah menunggu mereka. Tak lupa kedua guru itu memberikan semangat secara bergantian dan juga kalimat motivasi selama mengantar Sema menuju ruangan.
"Yang penting Sema lakukan yang terbaik dulu, menang atau kalah itu urusan belakangan." Ujar Bu Rosa. Guru fisika yang katanya killer itu lumayan seru. Ya, karena memang Sema tak pernah diajar oleh guru beranak dua itu.
"Usaha nggak akan mengkhianati hasil. Sema sampe sini mewakili kota kita aja udah bikin bangga. Pokoknya harus semangat." Kali ini Bu Nila yang berucap. Guru yang paling Sema sukai itu tersenyum manis.
Kini Sema menatap Desta tepat saat mereka telah sampai di depan pintu ruangan olimpiade. Tapi apa yang sebenarnya Sema pikirkan seharusnya ia kubur dalam-dalam. Tidak mungkin ia menerima kata-kata semangat dari pemuda dingin itu.
Impossible.
Ia menghela napas. Tersenyum kepada ketiga orang yang mengantarnya.
"Jangan takut." Kalimat itu tiba-tiba saja terucap oleh Desta hingga kontan membuat Sema kembali berbalik. "Gue ada diluar." Imbuhnya yang terkesan membingungkan.
Sema tersenyum kian lebar, entah untuk kalimat Desta yang tak pasti maksudnya atau untuk membalas senyum tipis dari pemuda itu setelah mengatakan kalimatnya.
Perlahan Sema melangkah masuk ke dalam ruangan, sesekali menoleh kebelakang membalas lambaian tangan kedua gurunya. Dan juga melihat teman olimpiade nya yang kini masih berdiri di depan pintu.
'Jangan takut'
Sema tersenyum kesekian kalinya. Mengingat kembali ucapan Desta yang sedikit. Tidak mengandung motivasi namun membuat seorang Sema hampir tersenyum di sepanjang waktu.
'Gue ada diluar'
Dan hari itu, entah untuk keberapa kalinya Sema kembali tersenyum disertai kekehan dan gelengan kecil. Merasa aneh pada diri sendiri.
Sementara itu diluar, Desta tengah duduk di kursi panjang depan ruangan. Bu Rosa dan Bu Nila ingin menunggu di kantin. Tadinya mengajak Desta, tapi Desta terlalu malas kalau bersama dua guru itu. Berujung ditanya-tanyai atau dan lain sebagainya.
Lagipula Desta baru saja berjanji kepada seseorang akan menunggu diluar kan?
Sekalipun Desta tak yakin apakah kalimat spontan ketika melihat gadis itu gugup nan takut sedari di mobil tadi termasuk janji. Tapi Desta merasa harus menepatinya.
Desta pun merasa aneh pada dirinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA [END]
Teen FictionEmpat hati yang terjebak dalam kisah rumit asmara masa remaja. Sema, gadis pemula dalam cinta. Yang ia tahu ia mencintai satu orang dalam hidupnya. Tapi itu dulu, jauh sebelum ia sadar terjebak dalam romansa rumit. Haru, baginya menjalin hubungan...