45. Haru sakit

28 3 0
                                    

Motor Desta telah berhenti di depan rumah keluarga Radhika. Desta mengamati rumah besar itu secara intens. Lalu netranya berpindah pada gadis yang kini tergesa-gesa turun, melepas helm nya. Lalu masuk ke rumah itu dengan setengah berlari.

Desta mengamatinya dari tempatnya. Pemuda itu belum berniat untuk turun atau sekedar melepas helm nya. Tapi kini matanya menangkap sesuatu. Sebuah mobil yang terparkir tak jauh darinya. Desta membuang napas gusar. Lantas pemuda itu segera turun menyusul presensi gadis yang sudah menghilang di telan pintu.

Desta kini menyusul Sema yang terlihat panik berbicara dengan seseorang.

"Haru nggak mau makan, nggak mau ke dokter juga. Dia ngigo kamu, kalian sebenarnya kenapa sih? Kalian nggak lagi berantem kan?" Sema terlonjak. Bagaimana harus menjawab pertanyaan Tante Gina ini. Sema yang menunduk membuat Mama Haru itu membuang napas gusar.

"Jadi bener kalian berantem? Itu yang di kamar Haru juga bener pacarnya Haru?" Tanya Gina lagi. Sema mengangguk kecil. "Astaga nak, masalah kalian sebenarnya apa sih?" Sema bergeming, terlebih saat Desta kini telah sampai di belakang gadis itu. Gina lagi-lagi menghela napas, ia merentangkan tangan disambut Sema yang berhambur di pelukannya.

"Bujuk Haru ya sayang? Cuma kamu yang bisa." Ucap Gina. Sema mengangguk, ia melepas pelukan Mama Haru itu. Ia segera pergi ke kamar Haru diikuti oleh Desta di belakang.

Sema membuka pintu kamar Haru. Ia membeku lantaran kehadiran Keyra disini. Gadis itu terlihat berusaha membujuk Haru untuk makan. Namun si empu menolak.

Melihat Sema di ambang pintu membuat Haru menoleh. Tanpa disangka pemuda itu berdiri menghampiri Sema.

"Ngapain kesini?" Tanya Haru dingin. Bibir pemuda itu pucat, tatapannya sayu dengan kantung mata menghitam.

Sema terlonjak. "Haru Gue—"

Kalimat Sema tercekat saat Haru tiba-tiba menubruk tubuhnya. Mencari kenyamanan yang selama ini hilang. "Gue nggak nanya sama Lo, tapi sama cowok di belakang Lo." Ujar Haru, pemuda itu kian merapatkan diri di dalam dekapan Sema, sekalipun gadis itu belum membalas pelukannya.

Desta yang merasa dirinya disebut pun berdecak. "Gue pulang." Tukas Desta. Lelaki itu melirik ke arah Keyra sebentar sebelum akhirnya pergi dari kamar Haru.

Sema memandang kepergian Desta dengan nanar. Ia menghela napas.

Dapat Sema rasakan suhu tubuh Haru tinggi. Pemuda itu menyandarkan kepala di pundak Sema. Enggan melepas pelukannya.

"Haru?" Panggil Sema lembut. Pemuda itu bergeming. Sema perlahan mengurai pelukan mereka. Tubuhnya mendadak gerah akibat suhu tubuh Haru yang tinggi. "Tiduran lagi." Ujar Sema. Gadis itu menuntun Haru untuk kembali tidur di atas ranjang. Sema sedikit menyibak posisi Keyra membuat gadis itu menyingkir.

Sema mengambil plester demam di atas nakas, hendak memakaikannya kepada Haru. "Gue bukan anak kecil." Protes Haru sembari menghentikan Sema yang ingin memasang plester demam itu di keningnya. Sema menghela napas kasar. "Kalau gitu Gue pulang, Desta mungkin belum jauh." Ujar Sema sembari bangkit, namun gadis itu kembali terduduk saat Haru menariknya. Haru berdecak. "Oke, oke." Haru membiarkan Sema memasang plester demam dengan motif dinosaurus lucu itu.

Keyra masih membeku disini, mengamati interaksi dua orang yang membuatnya nyeri. Pergi pun tak sanggup. Ada tapi seakan tak dianggap.

"Makan ya?" Ucap Sema. Haru menggeleng, demi apapun ia tak berselera sama sekali. Lidahnya terasa pahit. "Haru!"

"Oke, Lo yang nyuapin tapi." Sema mengangguk ragu. Ia menoleh pada Keyra. "Boleh kan Key?" Tanya Sema. Keyra terdiam sejenak, sebelum memberikan mangkuk bubur itu kepada Sema. Gadis itu telaten menyuapkan makanan kepada Haru sedikit demi sedikit. Haru menurut, pemuda itu tak memberikan penolakan seperti saat dengan Keyra tadi. Walaupun terlihat Haru selalu mengatakan sudah kenyang, tapi setiap Sema memberikan suapan lagi, Haru tetap menerimanya.

"Habis ini diperiksa dokter oke?" Sema memberikan suapan terakhir kepada pemuda itu. Haru menggeleng lagi membuat Sema menatap tajam pemuda itu.

"Oke, asal Lo nginep disini." Permintaan Haru membuat dua gadis di ruangan ini membulatkan matanya. "Nggak bisa Haru, Gue belum ijin." Ujar Sema yang tidak enak dengan Keyra.

"Biar Mama yang bilang sama Tante." Haru kekeuh pada permintaan awalnya. Sema melirik kepada Keyra. Gadis itu menatap datar ke arahnya semakin membuat Sema bingung harus bagaimana.

"Kalo Lo nggak mau Gue juga nggak mau—"

"Oke Haru, oke." Jawab Sema cepat membuat Haru tersenyum.

"Key, Gue udah nggak papa, Lo bisa pulang." Keyra tertohok. Apa ini artinya Haru mengusirnya? Bahkan Sema dipaksa menginap.

"Haru, kok gitu?" Protes Sema. Pasalnya ia paham betul jika Keyra menatap tak suka ke arahnya.

"Nggak papa kok, Gue pulang ya." Keyra tersenyum, mendekat ke arah Haru. Mengusap rambut pemuda itu sebentar. "Kamu cepet sembuh ya." Ujarnya begitu manis sebelum melenggang pergi.

Kini Sema benar-benar merasa tidak enak dengan Keyra. Terlebih yang memiliki status jelas adalah Keyra bukan dirinya.

"Haru—"

"Gue nggak kuat." Sema mengerutkan keningnya. "Nggak kuat kenapa? Ada yang sakit?" Tanya gadis itu khawatir. Haru menggeleng.

"Gue nggak kuat jauhan sama Lo, jangan lagi. Gue capek pura-pura baik-baik aja Sema. Gue nggak mau berjarak lagi sama Lo, atau biarin Gue mati aja disini." Haru bangkit, memeluk Sema lagi. Sementara Sema membatu. "Jangan lagi ya, Gue bener-bener bisa mati tau nggak?" Sema memukul punggung Haru pelan.

"Ngomongnya jangan gitu!" Protesnya.

Haru tak peduli, ia sibuk mengendus bau yang ia rindukan. Mencari kenyamanan di ceruk leher gadis itu. "Gue nggak peduli, pokoknya sekali lagi Lo jauhin Gue, siap-siap aja dapet telepon dari rumah sakit." Ucap Haru.

Sema menghela napas gusar. "Oke." Ucapnya. Ia mengusap punggung Haru lembut. Sekalipun suhu tubuhnya ikut naik gara-gara Haru.

SEMESTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang