38. Komik dan Novel

18 3 0
                                    

Lembayung senja belum terlihat jelas. Pukul tiga sore ketika bel pulang sekolah menjadi hal yang paling dinanti sejuta siswa. Sejak itu pula banyak dari mereka berhamburan berebut siapa yang paling dulu melewati gerbang. Tergesa-gesa, menimbulkan kerumunan acak.

Sema menunggu Desta yang tengah mengambil motornya. Gadis itu sibuk menghitung orang yang lewat, memandangi rumput, menatap langit, ataupun menghela napas. Semua ia lakukan sembari menunggu. Tak berselang lama sampai sebuah sepeda motor lengkap dengan pengendaranya berhenti di depan Sema. Desta memberikan helm kepada gadis itu.

Setelah memakai Sema segera menaiki motor Desta tanpa basa-basi. Keduanya melesat bersama dalam hening.

Suara motor, dan kendaraan lain. Serta padatnya kota menjelang senja menjadi panorama kali ini. Hamparan gedung-gedung tinggi menjadi pemandangan di kanan-kiri.

Desta memberhentikan motornya di salah satu pusat perbelanjaan di kota. Memarkirkan motornya lantas bersama sang gadis memasuki pusat perbelanjaan itu. Kalimat seadanya sesekali terlontar.

Hingga keduanya telah sampai di toko buku yang sering Desta kunjungi.

"Desta, Gue lihat-lihat novel dulu ya." Desta mengangguk, lanjut mencari komik yang ia maksud.

Sementara Sema kini sibuk meneliti judul-judul novel yang tertera. Sesekali membaca sinopsis dari belakang sampul buku. Sema menyukai kisah romansa picisan, yang mana harus berakhir bahagia. Kalau tidak, jelas Sema akan membuang novelnya. Ia tidak terima sad ending, sekalipun kejadiannya tidak masuk akal. Seperti bangkit dari kematian, atau apapun itu. Yang penting happy ending.

Sema menghitung uangnya, kalau dibuat tambahan satu novel masih cukup, kalau Desta juga membeli satu komik saja. Desta juga mengabarinya tiba-tiba. Dengan riang, ia membandingkan dua novel yang ia pegang. Keduanya memiliki sinopsis yang menarik. Jadi ingin beli dua-duanya. Tapi gadis itu terkekeh sembari menggeleng, ia meletakkan satu buku di rak.

"Gue bakal kembali, jangan biarin orang lain beli Lo oke?" Ucapnya pada buku yang ia letakkan tadi. Kemudian ia terkekeh lagi. Sudah merasa agak gila.

Sema menatap senang pada novel yang ia bawa. Dari sinopsis dan sampul cukup menarik. Tak sabar ingin membacanya di rumah sembari memakan camilan.

Sema berbalik badan, terkejut dengan Desta yang tiba-tiba berada di belakangnya. Ingin mengumpat tapi tidak jadi. Semangat Sema luntur mendapati pemuda itu membawa tiga komik di tangannya.

"Gue udah selesai." Ucap Desta. Pemuda itu menyerahkan tiga komik itu kepada Sema. Tak lupa menampilkan sedikit senyuman. Sema menatap komik dan novel bergantian.

"Lo belum selesai?" Tanya Desta. Sema menggeleng. "Yaudah Lo duluan." Ucap Sema. Desta mengangguk. Setelah melihat pemuda itu menjauh Sema kembali meletakkan novel di tangannya. Sayang sekali.

"Besok pokoknya Gue kesini lagi, jangan sampai dibeli orang ya kalian." Sema menunjuk dua novel secara bergantian. Ia mendengus kesal, menghela napas cepat. Tatapannya kini beralih pada tiga komik di tangannya.

Dengan malas ia menyusul Desta sebelum pemuda itu menyadari kalau dirinya tak mengikuti langkahnya.

Sesampainya di mesin kasir ia tak mendapati Desta. Pemuda itu kemana sih? Atau jangan-jangan sedang memilih komik lagi? Jangan sampai. Sema akhirnya cepat-cepat menyerahkan komik itu kepada kasir. Membayarnya sebelum Desta kembali dengan setumpuk komik lagi.

Ini saja untuk membayar tiga komik uang Sema hanya tersisa sepuluh ribu.

Kini ia memilih menunggu di luar.

Tak lama pemuda itu datang. "Nih komik Lo." Sema berjalan lebih dahulu meninggalkan Desta. Ia ingin pulang saja rasanya.

Sebuah tarikan membuat Sema terhuyung ke belakang. "Makan dulu." Ucap Desta. Sema membulatkan matanya. "Langsung pulang aja, ayo. Mama pasti nungguin Gue." Ucap Sema.

"Mana coba HP Lo, biar Gue ngomong sama Tante." Mendengar itu Sema menggeleng. Desta berdecak sebal, menarik Sema begitu saja menuju salah satu tempat makan.

Sema bergerak gelisah. Sementara Desta sibuk melihat menu yang tertera. "Mau pesen apa?" Tanya Desta. Sema menggeleng. "Gue nggak laper." Balasnya cepat, memilih memainkan ponselnya.

"Oke, pasta sama milkshake coklat." Desta melenggang begitu saja membuat Sema membulatkan mata.

Sema menggeleng, mencoba tidak percaya diri. Mungkin Desta memesan untuk dirinya sendiri. Bahkan saat pemuda itu kembali pun, Sema tak bergeming. Masih fokus menonton video melalui ponselnya.

Tak berselang lama, makanan yang dipesan Desta datang. Hal itu mau tak mau membuat Sema menoleh walaupun sedikit. Ia terkejut mendapati dua piring dan dua gelas minuman di depan meja.

Pasta itu Desta arahkan di depan Sema. "Gue nggak pesen." Ucap Sema. Desta mendongak di sela kegiatannya memotong steak di piringnya.

"Kan Gue yang pesen, Gue nggak suka tomat jadi pasta nya Gue sumbangin ke Lo." Jawab pemuda itu sembari memakan steak nya. Sema menatap tak percaya, sementara Desta sibuk mengutuk diri. Alasan macam apa itu?

"Cepetan makan! Udah Gue bayar tenang aja." Ucapan Desta sontak membuat Sema gelagapan. Ia meraih garpu setengah kesal. Tapi lumayan juga.

Waktu yang semakin sore membuat mereka akhirnya memutuskan untuk pulang. Hening masih menyelimuti sejak mereka selesai makan tadi. Berjalan sembari melihat-lihat aktivitas yang ada, lebih baik sebab keduanya tak ada yang ingin membuka suara memecah keheningan.

Selang beberapa saat keduanya telah sampai di parkiran. Seperti biasa hening masih terasa. Keduanya menikmati ribut dalam benak masing-masing. Benar-benar berjalan begitu saja tanpa embel-embel basa-basi.

Desta melajukan motornya, membelah jalanan kota di kala senja. Menikmati hembusan angin serta semburat yang nampak. Kalau Sema pikir, akhir-akhir ini ia dengan Desta menjadi lebih dekat. Terlihat seperti teman pada umumnya.

Gadis itu agaknya tak sadar tidak ada pertemanan tulus antara laki-laki dan perempuan.

Beberapa menit kemudian keduanya telah sampai di depan rumah Sema. Seperti biasa, gadis itu mengucap terimakasih setelah memberikan helm nya. Namun gadis itu agak bingung saat Desta menahannya sebentar.

"Ini barang Lo." Pandangan bingung jelas ketara dari manik legam Sema. Merasa asing dengan kresek yang Desta sodorkan..

"Itu kan komik Lo?" Sema mengamati bungkusnya. Itu adalah plastik yang sama yang ia dapat dari toko buku tadi. Nama toko nya tercetak jelas pada plastik putih itu.

"Dah nih, daripada anaknya nanti ileran." Sema membulatkan matanya. "Apa-apaan?" Desta tertawa melihat reaksi gadis itu. Lantas meraih satu tangan Sema untuk menerima uluran darinya. Gadis itu melihat isi kresek putih itu dengan intens. Ia kembali terkejut mendapati dua novel yang tadi sempat ia genggam.

"Loh, kok?" Sema mendongak mendapati Desta yang sudah kembali dengan ekspresi biasa.

"Ngeri Gue liat Lo ngomong sama novel." Sema memukul pelan lengan Desta membuat pemuda itu kembali terkekeh, bukan, lebih tepatnya tertawa. Puas sekali melihat Sema memerah menahan malu.

"Jadi Lo nguping?"

"Lo yang ngomong keras banget, jadi kuping normal Gue denger lah. Lagian susah banget ya Lo minta tolong Gue buat bayarin Lo?" Sahut Desta.

Sema mendelik. "Nggak gitu, lagian utang Gue sama Lo udah numpuk banget. Utang Budi sekarang ditambah ini."

"Yaudah, Lo bisa ganti kapan-kapan." Jawab Desta sebelum pemuda itu memakai helm nya. Ia menyalakan mesin motornya.

"Gue pulang."

"Iya hati-hati."

Selepas itu motor Desta perlahan berjalan menjauhi komplek perumahan Sema dengan gadis itu yang senantiasa mengamati pemuda itu hingga hilang tertelan belokan. Sema kini beralih pada novel di tangannya. Ia tersenyum, akhirnya impiannya membaca novel sambil memakan camilan terwujud.

SEMESTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang