Keadaan rumah sakit terasa membosankan, sekalipun dengan segala fasilitas kamar terbaik kalau tempat itu adalah rumah sakit tidak akan pernah menyenangkan. Tetap saja ini rumah sakit, tempatnya orang sakit. Dan Sema ingin pergi dari sini.
Lagian dirinya merasa baik-baik saja. Tetapi mendadak mual kala Haru lagi-lagi ingin menyuapkan makanan rumah sakit kepadanya. Sudah sendok ketiga, Sema benar-benar tidak kuat. Pada akhirnya ia memilih menutup mulut membuat suapan dari Haru tidak sampai kepada Sema.
"Ayo buka." Ucap Haru, tangannya ia arahkan lagi kepada gadis itu tapi nihil. Sema menggeleng dengan tangan masih menutupi mulut. Sema menurunkan tangannya sebentar, bukan untuk menerima suapan Haru, tetapi untuk melayangkan kalimat demo. "Nggak boleh ya makanan rumah sakit nya diganti nasi Padang aja?" Haru mengernyit, lalu menggeleng.
Sema menutup mulutnya kembali, membuat Haru mengembalikan sendok ke dalam nampan lagi. "Mau pulang apa nggak sih?" Sema mengangguk, masih enggan membuka mulutnya. "Yaudah besok pulang." Raut Sema berubah berbinar, ia bahkan menurunkan tangannya kini hingga Haru mampu meloloskan satu suapan ke dalam mulut gadis itu. Sema menelan makanan yang hampir membuatnya muntah itu.
"Haru!" Protesnya.
Klekk.
Kedua mata itu kompak menoleh kepada siapa yang datang sore ini. Lantas kegiatan suap-menyuap makanan itu terhenti. Keadaan mendadak berubah. Seolah hawa positif keluar bersama pintu yang terbuka.
"Ngapain Lo kesini?" Entah siapa yang dimaksud di dalam kalimat tajam Haru. Kini pemuda itu merotasikan matanya kala mendapati tatapan tajam dari Sema untuknya sebagai teguran. Sema kini tersenyum.
"Kalian masuk aja." Ucapnya. Dua orang yang tadinya terdiam di depan pintu kini mendekat. Keyra dan Desta. Haru agaknya muak menyaksikan wajah sembab dari Keyra. Tidak ingin peduli, namun sejelas itu terlihat.
Keyra memberikan parsel buah kepada Sema. Diterima gadis itu dengan sukarela dan senyuman senantiasa tercipta. Kendati Keyra orang yang sama yang mengancamnya beberapa waktu yang lalu, tapi niat baik orang harus dihargai kan?
"Makasih Key." Ucap Sema.
Keadaan hening untuk beberapa saat. Sepertinya diantara mereka berempat memiliki kata yang terjebak di pikiran. Barangkali tidak tahu cara mengutarakan. Namun kali ini keheningan itu terpecah dengan suara dingin Haru. Pemuda itu sedari tadi seakan tidak suka dengan kedatangan dua orang itu. Padahal setahu Sema Keyra masih pacarnya Haru. Masih kan?
"Kalo nggak ada yang dibicarain mending pulang, Sema butuh istirahat." Kalimat Haru kelewat jahat. Bahkan untuk kedua kalinya mendapat tatapan teguran dari Sema.
"G-gue ada, tapi bukan sama Sema. Tapi sama Lo Haru. Gue butuh bicara sama Lo." Ucap Keyra agak takut, tak berani menatap netra Haru yang seakan menghunus. Panggilan Keyra berubah, dari aku-kamu menjadi Lo-Gue seperti sebelum pacaran membuat Sema kian menjadi rasa penasarannya. Putus ya?
"Nggak." Tolak Haru cepat. Jadi sekarang sepertinya Sema tau 'Lo' yang dimaksud Haru di awal bukanlah Desta. Melainkan Keyra.
Sema menoleh, agak menyesal sebenarnya. Terlebih menyaksikan pupil Keyra yang seakan memohon kepadanya. Hanya Sema yang dapat membantu Keyra dan... Sema tidak tega.
"Haru..."
"Nggak Sema, dia udah jahat sama Lo." Sekarang Sema agak terkejut. Maksudnya disini apa? Apa Haru tahu kalau Keyra mengancamnya beberapa waktu lalu? Kini Sema kembali menatap Keyra. Tatapannya masih sama, bedanya sekarang terdapat bulir bening serupa kaca. Bisa pecah kapan saja. Sema beralih menatap yang lain, pandangannya bertemu dengan netra tajam lainnya. Desta hanya diam saat tatapan mereka bertemu. Seakan ia tidak ada disini, ia tak ingin campur, dan ia tak mau terlibat dalam kasus rumit ini.
Tidak mau, dan tidak akan.
"Haru, bentar aja. Ikut ya?" Ucap Sema. Haru masih menggeleng. Ia kini enggan menatap siapapun, ia hanya memainkan makanan Sema di tangannya.
"Bentar aja Haru, Gue mohon."
Yang butuh siapa yang memohon siapa. Sema ini bagaimana sih? Haru hendak emosi kalau saja tak melihat Sema berkaca-kaca. Lemah, Haru pun lemah kalau Sema sudah begitu. Ia menghela napas kasar. Lantas bangkit meletakkan makanan di pangkuan gadis yang tengah duduk bersandar.
"Gue balik kesini udah harus habis makanannya." Perintah Haru. Tatapannya melunak melihat Sema mengangguk sembari tersenyum. Ia tergerak mengusap lembut surai gadis itu sebelum melenggang diikuti Keyra di belakangnya.
—o0o—
Keyra mencoba menyamakan langkah dengan Haru namun selalu gagal. Pemuda itu terlihat enggan berjalan beriringan dengannya. Hati kecilnya meronta. Kenapa Haru bisa sebaik itu pada Sema. Ia bahkan tak pernah mendapat usapan lembut di kepala. Lagi-lagi ia membandingkan dirinya dengan Sema lagi.
Gadis itu teramat beruntung.
Kenapa Keyra tidak?
Haru kini telah duduk di bangku taman rumah sakit. Sementara Keyra terdiam beberapa langkah di dekat Haru. Ragu apakah ia harus duduk di sebelah pemuda itu atau tetap berdiri.
"Cepetan, jangan buang waktu Gue." Keyra tersentak. Lantas ragu-ragu mendekati pemuda tinggi itu.
Ia mengambil tempat di sebelah pemuda itu. Menatap sore ini disebalik taman rumah sakit. Menyaksikan beberapa pasien tengah bersama keluarga mereka, atau ditemani perawat. Sore ini cerah, langit sore dan angin berhembus pelan menambah kesan tenang. Tapi suasana tak setenang jantung Keyra sore ini.
Ekspresi Haru tak kunjung melunak, masih dingin dengan dinding seolah membatasi mereka berdua. Secara fisik mereka dekat, tetapi secara perasaan tentu sangat jauh. Haru terlihat marah besar kepadanya seolah Keyra yang telah melakukan bullying kepada Sema.
"Gue nggak mau putus sama Lo." Ucap Keyra memecah keheningan. Haru terlihat masih menatap lurus. "Itu urusan Lo." Jawabnya sengit.
"Kasih Gue kesempatan kedua, Gue mohon." Keyra menertawakan dirinya sendiri. Keyra yang dulu menolak banyak lelaki kini mengemis cinta dari Haru yang bahkan enggan melihatnya.
"Gue Haru, dan Gue nggak pernah ngasih kesempatan kedua ke siapapun kecuali Sema." Keyra tersenyum getir. Bahkan Sema masuk pengecualian bagi Haru. Gadis itu teramat spesial sampai membuat Keyra agak muak mendengarnya.
"Kalo gitu Gue bakal nawarin kesepakatan." Haru menoleh, ia tersenyum meremehkan. Seakan tak percaya ada yang menawarkan sebuah kesepakatan padanya. Sekalipun Keyra menukar nyawa nya demi balikan dengan Haru. Pemuda itu jelas akan menolak. Kejam memang, tapi siapapun di dunia ini yang berani macam-macam dengan Sema-nya tidak akan pernah mendapat maaf dari Haru.
"Gue bakal lakuin apa aja buat Lo. Asal kita tetep pacaran." Haru menaikkan sebelah alisnya.
"Mana harga diri Lo, bukannya banyak yang mau sama Lo? Jangan ngemis kayak nggak pernah dapet kasih sayang." Keyra menelan bulat-bulat kalimat pahit dari Haru.
Kini ia menatap ke depan, tak sanggup jikalau ia menangis lagi disini. Memang kalimat Haru benar. "Gue nggak peduli sama harga diri Gue lagi." Tukas Keyra. Entah kenapa kali ini kalimat gadis itu membuat Haru agak menurun emosinya. Iba menyerang kala mendengar kalimat gadis itu seperti penuh luka.
Haru menghela napas kasar. "Kesepakatan apa yang Lo mau?" Final Haru.
Keyra kini tersenyum. "Kita tetep pacaran. Gue tau Gue nggak bisa ngerubah syarat dari Lo. Tapi Gue mau setidaknya seminggu sekali Lo ada waktu buat Gue. Kita nge-date, kemana aja." Haru menyimak kalimat gadis itu.
"Terus timbal baliknya?"
"Gue bakalan jagain Sema dari orang-orang yang punya dendam saja dia, selagi Lo nggak bisa jagain. Koneksi Gue lebih besar daripada Lo." Keputusan Keyra membawa nama Sema rupanya agak berhasil. Terbukti dari Haru yang terdiam seperti menimang keputusan.
"Secara nggak langsung Lo juga penyebab Sema sekarat kali ini. Apa Lo bisa dipercaya?" Tanya Haru.
"Kalo Gue bohong Lo tau kan caranya bunuh Gue tanpa ngotorin tangan Lo?" Haru tersenyum. "Oke. Gue setuju."
Cinta memang merubah segalanya, tapi mari kita mulai hubungan toxic ini. Keyra dengan ambisinya menggeser Sema, dan Haru dengan tujuannya menjaga Sema setiap saat.
Tak tahu jika setelah ini akan semakin rumit untuk mengakhiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA [END]
Teen FictionEmpat hati yang terjebak dalam kisah rumit asmara masa remaja. Sema, gadis pemula dalam cinta. Yang ia tahu ia mencintai satu orang dalam hidupnya. Tapi itu dulu, jauh sebelum ia sadar terjebak dalam romansa rumit. Haru, baginya menjalin hubungan...