Kedua motor terlihat berjalan berdekatan. 'mari pulang bersama sesuai permintaan Haru' benar-benar mereka laksanakan. Desta tak menolak, Keyra senang-senang saja. Sedangkan Sema yang kini duduk di motor Desta hanya diam seadanya. Sering bersama Desta membuatnya terbawa. Pria itu terbiasa pasif, beda lagi kalau bersama Haru. Desta lebih suka menikmati perjalanan pulang dalam hening, sedangkan Haru, pemuda itu pasti banyak bicara, berkomentar tentang apa yang ia lihat. Atau hal random lainnya. Pokoknya pantang diam sampai pulang.
Dua arah yang berbeda kini terlihat di depan mata. Sebuah perempatan menjadi pembatas. Seharusnya sekarang keduanya harus berpisah. Memang arah rumah Keyra dan Sema berbeda. Tidak bisa terus bersama.
Desta tadinya masih baik-baik saja melajukan motornya, sampai ia mendadak mengerem motornya hingga membuat Sema sedikit maju menubruk punggung pemuda itu. Ini tak disengaja, penyebab utamanya adalah Haru yang tiba-tiba menyalip lalu berhenti membuat Desta reflek menggenggam rem.
Haru membuka kaca helm nya, ditatap sinis oleh Desta. "Anterin Sema dengan selamat, awas lecet Lo habis sama Gue." Hanya putaran bola mata yang Desta berikan sebagai respon. Halah, habis apanya, ketika mereka berdua berantem waktu itu tidak ada yang menang. Hampir keduanya mendapat luka yang sama.
Haru kembali menutup kaca helm nya, ia mengambil arah kiri. Sedangkan Desta pemuda itu malah terus melaju lurus membuat kening Sema mengkerut.
"Kita mau kemana?" Tanya Sema, seharusnya ke kanan kalau memang pulang. Apa mungkin Desta lupa arah rumahnya?
"Bengkel, Gue mau lihat mobil Gue bentar." Jawab Desta. Gadis itu mengangguk sekalipun hanya mendengar kata bengkel saja, selebihnya Sema tak mendengar jelas.
Hingga akhirnya Desta berhenti tepat di depan sebuah bengkel sesuai yang ia ucapkan. Tapi—
"WOY! BOCIL BAWA CEWEK." Sema terkejut dengan adanya lima laki-laki berpakaian sama. Serba hitam, motif nya pun sama. Sorakan riuh terdengar setelah teriakan dari salah satu pemuda. Semua pandangan tertuju pada Sema membuatnya mati kutu. Sementara Desta, pemuda itu malah duduk begitu saja tak mengajak Sema yang masih berdiri di dekat motor.
Desta menoleh saat kegiatannya tak diikuti oleh gadis yang ia bawa. Ia lantas menggeser duduknya hingga memberi jarak, tangannya kemudian menepuk tempat kosong di sampingnya. Memberi isyarat agar Sema duduk di sana. Sema mendekat walaupun ragu, mengambil tempat kosong persis di samping Desta dan semua itu tak lepas dari atensi para pemuda di sana. Sekalipun wajah mereka tak tampak seperti preman—malah terlihat tampan—tapi tetap saja dipandangi seperti itu membuat Sema risih.
Desta melepas jaketnya lalu melemparkannya kepada Sema, jatuh tepat menutupi paha gadis itu. "Kayak nggak pernah liat cewek aja." Desta menatap mereka semua sengit. Namun Desta tak tau kini gadis di sampingnya tengah memandangi jaket yang tiba-tiba mendarat di paha nya itu. Bagaimana bisa sebuah jaket membuat jantungnya berdetak lebih cepat.
Salah satu dari kelima pemuda itu berdecak. "Kalo cewek biasa mah, kita udah sering liat. Tapi kalo cewek yang Lo bawa ke tongkrongan kan langka. Malah baru ini kan?" Tanya nya kepada teman-temannya, lalu mereka mengangguk kompak.
Sema menyimak diam-diam, tidak tau harus berbuat apa pun tak peduli apa yang dibicarakan pemuda-pemuda itu.
"Dek cantik, nama Lo siapa?" Tanya pemuda yang entah bagaimana cara Sema menjelaskan yang pasti dia memakai baju hitam. Semua pun memakai baju hitam, bingung Sema jadinya.
"Penting?" Sahut Desta sinis.
"Woah, posesif dong!" Salah satu pemuda mengompori.
Desta menoleh ke arah Sema. Menyadari gadis itu agak bingung dengan teman-temannya ia pun berinisiatif memperkenalkan, paling tidak Sema tau nama teman-temannya.
"Yang ujung itu Bang Daniel, sampingnya Yesa, terus Arthur, Terus Joko—"
"Des, kalo di depan cewe jangan panggil Gue Joko dong." Protes salah satu pemuda yang tadi dipanggil Desta dengan nama Joko. Pemuda itu bangkit. "Kenalin, nama Gue Justin." Sontak saja perkataan pemuda yang bernama Joko atau Justin itu mendapat sorakan dari teman-temannya. "Udah Joko aja paling gampang. Kearifan lokal." Sahut Daniel membuat Joko agak kesal.
"Terus yang terakhir Jonathan. Udah?" Sema menoleh ke arah Desta kemudian mengangguk.
"Lagian kalian ngapain sih pake baju samaan? Kayak anak TK mau piknik." Ucap Desta.
"Ini tuh baju kebanggan, Lo sendiri juga pake jaketnya tuh." Semua pandangan menoleh pada jaket yang kini berada di pangkuan Sema setelah Joko-Joko tadi berucap. Gadis itu pun baru sadar motif jaketnya memang sama.
"Terpaksa, jaket Gue dicuci semua." Balas Desta.
"Padahal bilang sibuk di grup, tapi tau-tau udah disini. Plinplan banget Lo Des." Desta enggan menanggapi ucapan Joko kali ini.
"Lo ngapain kesini?" Tanya Yesa. Ia yakin kalau cuma kumpul pemuda itu pasti enggan datang. "Ngecek mobil Gue, tuh." Desta menunjuk pada sebuah mobil menggunakan dagu nya. Kap mobil nya masih terbuka. "Bang Ben mana?" Tanya Desta.
"Pergi beli makan." Desta mengangguk setelah Daniel menjawab. Desta menoleh ke arah Sema, gadis itu memandang lurus, tatapannya tertuju pada satu orang. Namun saat orang itu menatap Sema, gadis itu langsung menunduk. Seperti takut? Lantas Desta bangkit dari duduknya. "Mau kemana Lo?" Tanya Arthur. "Woah, Bang Arthur ngomong." Sahut Joko.
"Pulang, salamin bang Ben." Jawab Desta seadanya.
"Lah kita belum tau nama cewek Lo." Joko masih penasaran agaknya dengan nama Sema. Mana sempat, keburu Desta menarik tangan cewek itu menjauh.
Desta melajukan motornya. Lamat-lamat mengamati dari spion motor Sema yang masih terdiam. "Lo nggak nyaman?" Tanya Desta. Sema menoleh, pandangannya bertemu dengan Desta dalam pantulan kaca.
"Hah?" Tanya Sema, selain karena bisingnya jalanan, Desta juga berkata pelan. Sema tidak dengar.
Desta menggeleng, ia fokus melajukan motornya menuju rumah Sema. Sepanjang perjalanan seperti biasa, hanya hening. Hingga keduanya akhirnya sampai pada tujuan.
Sema turun, memberikan helm kepada Desta, tak lupa memberikan jaket yang sedari tadi melingkar di pinggangnya. "makasih ya." Ucapnya disertai senyuman. Ini kali kedua Desta mengantarnya pulang. Dan seperti pertama kali mengantar, Desta tak langsung pulang. Pemuda itu membuka helm nya, lalu merapikan rambutnya.
"Lo tadi nggak nyaman ya?" Tanya Desta. Sema mengerjap berulang kali. "Nggak, Gue cuma bingung mau ngapain." Jawab Sema.
"Lo takut sama Jonathan?" Sema terlonjak kaget. Sikap Sema yang mendadak gelagapan akibat ucapan Desta membuat pemuda itu yakin Sema memang ada apa-apa dengan Jonathan.
"E-enggak." Jawab Sema.
"Kalo nggak pinter bohong, mending nggak usah. Amatir banget." Sema berdecak. Kenapa Desta mendadak peka dengan keadaan.
"Gue pernah ketemu sama dia." Sema terpaksa bercerita. "Terus?" Tanya Desta.
"Waktu itu udah lama, Gue lagi pulang sama Haru. Terus tiba-tiba dia nyegat motor Haru di jalan. Terus mereka berantem." Lanjut Sema. Desta diam sejenak seperti berfikir.
"Gue pulang." Desta memaki helm nya lagi, tak lupa jaketnya.
"Hati-hati." Desta mengangguk, lalu melajukan motornya menjauh dari rumah Sema.

KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA [END]
JugendliteraturEmpat hati yang terjebak dalam kisah rumit asmara masa remaja. Sema, gadis pemula dalam cinta. Yang ia tahu ia mencintai satu orang dalam hidupnya. Tapi itu dulu, jauh sebelum ia sadar terjebak dalam romansa rumit. Haru, baginya menjalin hubungan...