19. Sesak

29 4 0
                                    

Motor Haru kini telah terparkir rapi di parkiran sekolah. Sema turun lebih dulu, disusul Haru. Kegiatan berangkat bersama Sema dan Haru memang bukan hal yang baru. Tetapi status Haru yang kini menjadi pacar orang membuat banyak atensi melirik sinis kepada mereka ketika keduanya lewat. Mengundang bisik-bisik yang sejujurnya Sema mendengarnya sangat jelas. Agak menyakitkan memang. Tetapi jika melihat Haru yang seakan tuli dengan semua bisikkan, tetap berjalan dengan pandangan lurus dan santai, serta... Kini tangannya menaut pergelangan tangan Sema, membuat gadis itu semakin menunduk.

Ia merasa sangat jahat tapi untuk sekedar melepaskan genggaman ini rasanya susah sekali.

"HARU!" Keduanya kini kompak berbalik. Sema semakin berdebar kala yang memanggil adalah pacar dari Haru. Ia tersenyum lalu mendekat. Tetapi sejurus kemudian senyuman Keyra luntur lantaran genggaman tangan Haru kepada Sema. Nyeri lantas menyeruak mengambil alih semuanya. Kalau tidak ingat sedang di depan umum mungkin Keyra akan melepas paksa pegangan itu.

"Kenapa?" Tanya Haru. Keyra menatap pemuda itu. Apa Ia harus memiliki alasan untuk bertemu pacar nya sendiri? Walaupun kalimat itu hanya tertelan tanpa terucap. Keyra memilih tersenyum. Ia membawa sebuah kotak bekal lalu menyodorkannya kepada Haru. "Ini buat kamu, jangan lupa dimakan ya?" Ucap Keyra.

Haru menerimanya, tetapi tak sekalipun melepas genggamannya kepada Sema. Sema pun merasakan bisik-bisik semakin keras terdengar, menusuk.

Mereka bahkan tidak pernah tahu apa yang terjadi, tetapi menjadi yang paling depan untuk menghakimi.

Keyra memperhatikan lekat-lekat Sema yang masih menunduk. "Ada lagi Key? Gue sama Sema mau ke kelas." Tanya Haru. Ia jelas sadar sedari tadi gadis di sampingnya kurang nyaman dengan tatapan mengintimidasi orang-orang. Kalau bisa Haru ingin membungkam mereka semua, tetapi menguras waktu. Bukankah lebih baik menjauhkan Sema  dari sini?

Keyra merasa kembali terhempas. Berjalan bersama ke kelas dengan Haru adalah mimpinya. Kalau boleh berteriak seperti dialek film mungkin Keyra akan dengan kencang mengatakan 'It's my dream, not her' tetapi kembali kepada kenyataan. Keyra telah setuju dengan syarat Haru. Ia hanya perlu melakukan semuanya perlahan. Secara perlahan pula menguasai Haru sepenuhnya. Keyra janji.

"Nggak ada, semangat belajarnya ya." Ucap Sema. Haru mengangguk, ia pun membalas senyum dari pacar nya itu. Lalu berbalik badan bersama gadis lain di sampingnya. Tanpa tau, perlakuan pemuda itu membuat dua gadis yang bersamanya sama-sama terluka.

—o0o—

"Ngapain kesini?" Tanya Sema saat Haru malah membawanya di Rooftop bukannya ke kelas. Gadis itu duduk di kursi biasanya, diikuti Haru dari belakang, lalu meletakkan kotak bekal dari Keyra ke meja. Meja yang biasanya dijadikan tempat Sema menulis.

"Masih setengah tujuh, ngapain juga dikelas. Sarapan dulu gih disini." Haru bergerak membuka tutup bekal pemberian Keyra. Kegiatan pemuda itu tak lepas dari pandangan sepasang mata penuh tanya. Haru mengambil sandwich itu, menyodorkannya kepada gadis di depannya. Bukannya Sema membuka mulut untuk menerima suapan Haru, gadis itu malah bertanya. "Emang boleh ya Gue makan ini? Bukannya Keyra ngasih nya ke Lo?" Tanya Sema dengan tangan Haru yang masih berhenti di depan wajahnya.

"Emang tadi Keyra bilang bekal ini nggak boleh dimakan orang lain?" Tanya Haru. Sema menggeleng, Ia membuka mulut menerima suapan Haru lalu menggigitnya sedikit membuat Haru menarik kembali tangannya lalu ikut menggigit sandwich bekas gigitan Sema.

Sema mengerjap dua kali. "Sandwich nya kan ada tiga, kenapa makan bekas Gue?" Tanya obsidian yang menatap lekat pada pemuda yang masih sibuk menggigit makanannya. Pemuda itu memiringkan kepalanya sebelum merespon. "Bukannya udah biasa? Lo kenapa sih?" Tanya Haru balik.

Gadis itu menghela napas. Iya, mendengar bisikan-bisikan tadi membuatnya hilang akal. "Lo nggak denger tadi? Banyak yang ngomongin Gue. Jujur itu ganggu banget. Lo juga harusnya ngerti Haru, Lo itu udah punya pacar. Gue nggak enak banget sama Keyra." Kalimat yang sedari tadi tertahan kini terucap juga. Bersama dengan Sema yang membuang muka. Kemana saja asal tak menatap Haru.

Dapat Sema dengar pemuda di depannya menghela napas berat. Haru meletakkan kembali sandwich nya. Selera makannya sudah hilang sejak gadis ini merasa bersalah.

"Sejak kapan Lo mikirin omongan orang?" Tanya Haru. Gadis itu kini menunduk. "Sejak Lo pacaran sama Keyra. Gue pikir Keyra sama kayak mantan-mantan Lo yang lain, tapi Gue salah. Keyra beda, dia jelas-jelas cewek yang sempurna. Kalian berdua emang cocok. Dan Gue? Gue nggak ada apa-apanya kalo dibandingin sama Keyra." Entah sejak kapan bulir serupa kurva bening pecah membasahi pipi Sema. Pertama kalinya sejak sekian lama Haru melihat Sema menangis di depannya, ini pun secara tidak langsung karena dia.

Haru berpindah tempat menjadi tepat di samping gadis itu. "Gue udah ngomong kan? kalo Lo nggak suka Gue pacaran Lo bilang. Gue nggak suka Lo nangis kayak gini." Lelaki itu membawa Sema ke dalam dekapan hangat. Sema menggeleng. "Nggak Haru, Gue nggak mau Lo kehilangan Keyra karena Gue." Haru sedikit tidak setuju dengan ucapan gadis itu.

"Gue lebih baik kehilangan seribu Keyra daripada nyakitin satu-satunya Sema Gue." Ucapan Haru kelewat menyakiti, menghujam menimbulkan nyeri membekas, terutama pada gadis yang kini berdiri mematung di ambang pintu Rooftop. Ia meremas kuat botol air mineral yang ia bawa. Melampiaskan semuanya tanpa peduli kuku-kukunya bisa patah jika diteruskan.

Keyra, gadis itu membeku dengan wajah penuh air mata. Menyaksikan pacar nya lebih mementingkan gadis lain, tidak ada yang lebih menyakitkan dari itu. Keyra perlahan mundur ke belakang, lalu berlari setelah bisa keluar dari Rooftop. Hatinya berdenyut sakit, kalimat Haru terus berputar pada benaknya.

Ini jelas lebih sakit ketimbang melihat Haru menggenggam Sema pagi tadi.

Gadis itu berhenti tepat dibelakang tembok. Keadaan lumayan lenggang. Baru dua hari berpacaran dengan Haru dan rasanya sudah sesakit ini. Keyra tak lagi mampu membendung isaknya.

"Kenapa?" Keyra terlonjak, ia dengan cepat menghapus air matanya yang turun. "Ngapain Lo kesini?" Tanya Keyra.

Pemuda itu ikut bersandar pada tembok. "Udah tau nyakitin ngapain diterusin?" Tanya lelaki itu sembari menoleh ke samping, tepatnya pada Rooftop, walaupun tertutup pohon tinggi tetapi samar-samar lelaki masih dapat melihat jelas dua orang yang tengah berpelukan.

Keyra mengikuti arah pandang pemuda itu, hatinya kembali berdenyut. "Apaan sih Des." Ucapnya.

"Jadi berita Lo pacaran sama Haru itu bener?" Keyra bungkam. Ia menunduk, menahan air mata yang hendak jatuh.

Helaan napas terdengar dari Desta. "Sejak kapan?" Tanya pemuda itu.

"Kemarin."

"Jadi Lo masih mau nerusin walaupun Lo udah tau konsekuensinya?" Keyra kembali tertohok. "Gue pengen berhenti Desta, pengen banget. Tapi Gue nggak bisa. Ini pertama kalinya Gue suka sama cowok. Lo tau kan? Gue nggak mau kehilangan Haru." Dada Keyra memburu, menahan sesak yang kian menyeruak. Mengungkapkan perasaannya kepada Pemuda yang berstatus sahabatnya dari SMP itu.

Desta tersenyum hambar. Mendadak semua orang menjadi bodoh kalau menyangkut perasaan. Bahkan Keyra sekalipun. "Terus sekarang gimana? Lo emangnya pernah denger Haru bilang suka sama Lo?" Kini Keyra yang tersenyum miris, pertanyaan Desta bagai sarkasme yang membuatnya bungkam. Tapi memang benar faktanya. Keyra bahkan tak tahu apakah Haru memiliki perasaan untuknya.

"Gue emang nggak pernah denger Haru ngomong suka ke Gue. Tapi Gue bakal buat hal itu terjadi." Keyra menatap Desta yakin. Pemuda itu kini mengernyit kening.

Desta menggeleng saat paham arti tatapan Keyra. "Gue harap Lo nggak salah ambil jalan."

SEMESTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang