44. Jadian

24 3 0
                                    

"Apa cuma Gue yang ngerasa, akhir-akhir ini kita jadi deket banget. Dari awalnya yang cuma sekedar tau jadi sering ketemu."

Perkataan tiba-tiba itu menghentikan Desta dari memakan cilok nya. Ia memandang lurus ke depan, padahal dari tadi pemuda itu paling lahap memakan bola-bola cilok itu. "Gue juga bingung sama diri Gue sendiri." Sahut Desta.

Sema mengerutkan kening, menatap Desta dari samping diselimuti pagi yang cerah di hari Minggu. Keluar bersama Desta untuk mengecek keadaan mobil pemuda itu seharusnya menjadi sesuatu yang salah bagi pribadi Sema. Kalau untuk sekedar mengecek mobil, Desta bisa sendiri. Tapi anehnya Sema malah mengiyakan ajakan spontan pemuda itu.

"Bingung gimana?" Tanya Sema.

Desta masih menatap lurus, membiarkan pertanyaan Sema mengudara tanpa mendapatkan jawaban darinya.

Desta meletakkan cilok nya di sela dirinya dan Sema. Tangannya tergerak memposisikan Sema agar menghadapnya juga. Euphoria mendadak tegang dengan tatapan Desta yang penuh arti.

"Des—"

"Lo masih suka sama Haru? Perasaan Lo masih buat Haru?" Potong Desta dengan pertanyaan yang membuat Sema terdiam. Bingung, terkejut menjadi satu kala netranya bersinggungan dengan manik elang milik Desta. "Apaan sih?" Sema mengalihkan pandangannya.

Desta menghela napas, tangannya meraih dagu Sema, memposisikannya untuk kembali bersinggung tatap dengan maniknya. "Iya atau nggak Sema?" Tatapan Desta begitu mengintimidasi, mengalirkan kegugupan sekaligus ketenangan dan rasa aman. Penuh arti hingga Sema bahkan tak mampu mengalihkan diri dari melihatnya.

"E-enggak." Jawab Sema.

"Lo aja ragu sama jawaban Lo sendiri." Desta tersenyum miring, seperti merasa miris mendengarnya. Entah kenapa membuat Sema sedikit tidak rela saat Desta kini kembali menatap ke depan. "Nggak, Gue nggak suka sama Haru." Entah keberanian darimana yang jelas Sema yakin mengatakannya. Sekalipun ada beberapa bagian dalam dirinya yang menentang pertanyaan itu. "Gue sama Haru cuma sebatas sahabat. Seharusnya nggak ada rasa yang tumbuh diantara kita. Kita berdua hanya terbiasa bersama."

"Gue nggak pernah percaya ada persahabatan tulus antara cowok dan cewek." Desta kembali menatap Sema. Gadis itu nampak tertegun.

"Tapi Gue bener-bener nggak ada rasa sama Haru." Sema menunduk, perih rasanya mengatakan hal itu secara lugas tanpa bergetar. Dadanya menahan sesak. Tidak rela rasanya, tapi lebih tidak rela melihat Desta agak... sedikit kecewa?

Kali ini Desta terdiam, membiarkan beberapa detik terlewati dengan keheningan. "Kalo gitu buktiin." Manik Sema terangkat, mencari maksud dalam raut Desta yang terkesan ringan mengatakan hal yang lebih seperti privasi. Sejak kapan Desta peduli pada perasaan Sema?

"Gimana caranya?" Tanya Sema.

"Jadi pacar Gue."

"Hah?"

Desta menoleh sebentar, ia mengedikkan bahunya acuh lalu kembali menatap lurus ke depan.

"Ini maksudnya Lo nembak Gue?—ah, maksud Gue—"

"Iya, Gue nembak Lo." Ucap Desta yakin membuat Sema stagnan pada posisinya.

"Gue harus jawab apa?" Desta menaikkan sebelah alisnya. Respon yang ditunjukkan Sema diluar ekspektasi nya. "Mau atau nggak." Kata Desta memberi pilihan.

"Ini serius Lo nembak Gue?"

Desta berdecak. "Tolak Gue!" Tatapan Desta berubah secepat kilat. Penuh arti, membuat Sema tak bisa berkutik selain berkedip bingung. Terlebih saat tiba-tiba wajah itu kian mendekat. Mengikis jarak keduanya hingga Sema reflek menutup mata.

Cup.

Sema membuka mata spontan. Dilihatnya wajah Desta yang tersenyum sembari mengembalikan jarak. Jantungnya berpacu ribut, kontras dengan semburat merah di wajah Sema. Bagai tergelitik ribuan kupu-kupu, darahnya berdesir hebat. Desta baru saja mendaratkan bibirnya di kening Sema.

"See, Lo nggak nolak berarti Lo jadi pacar Gue sekarang." Kata Desta saat Sema masih mencoba mengais kesadarannya.

"A-apa? Kok gitu?" Tanya Sema protes. Dengan wajah yang memerah, dan degup jantung tidak normal yang Desta dengar tadi, bahkan gadis itu masih menyangkal.

"Jadi Lo nggak mau?" Tanya Desta. Sekarang Sema bingung harus menjawab bagaimana. Gadis itu terdiam dengan wajah yang menurut Desta sangat aneh. Gadis itu terlihat berfikir keras  membuat Desta tertawa pelan. Hanya sebentar sebelum ia mengusak surai Sema spontan.

"Nggak usah dipikirin yang tadi." Ujar Desta. Sema mendongak, mencoba berani menatap manik legam Desta. Seakan mengandung semesta yang membuatnya candu. Namun terlalu berbahaya untuk ditatap lama-lama.

"Gue mau kok." Kali ini Desta yang terbungkam. Setelah mengerjap beberapa kali ia mengerutkan keningnya bingung. "Maksudnya?" Tanya Desta.

"Gue mau jadi pacar Lo." Jelas Sema sekali napas. Ia membuang pandangan asal tak menatap Desta. Jantungnya malah semakin ribut. Untung posisi Sema sedang duduk, kalau sedang berdiri mungkin Sema akan terjatuh karena kaki nya mendadak berubah menjadi jelly-jelly.

Sema bergerak gelisah, saat menyadari Desta masih diam cukup lama ia memberanikan diri menatap wajah Desta. Pandangan mereka bertemu saat itu juga. Desta dengan wajah datar namun penuh arti, sedangkan Sema dengan wajah memerah nan gugup.

"Lo serius?" Tanya Desta dengan intonasi rendah.

Sema mengangguk ragu. "kenapa? Emangnya Lo nggak serius sama ucapan Lo yang tadi?" Tanya Sema balik. Desta mengulum bibirnya sesaat, sebenarnya untuk menahan diri agar tidak tersenyum.

"Oke, mulai sekarang kita pacaran." Klaim Desta. Sema semakin berdebar mendengarnya. Suasana macam apa ini?

Ia semakin dibuat bingung ketika Desta merentangkan kedua tangannya. "Ngapain?" Tanya Sema. Desta merotasikan matanya. "Peluk, kan udah resmi." Sema rasanya ingin menutup diri dengan selimut tebalnya. Rasanya ingin menjerit sejadi-jadinya. Perasaan macam apa ini? Yang jelas Sema merasa bahagia hari ini. Lantas ia menyambut rentangan tangan Desta. Berhambur ke pelukan lelaki yang baru saja resmi menjadi pacarnya.

"Nggak romantis banget nembaknya." Ucap Sema sembari menyembunyikan wajahnya pada dada bidang Desta. Pemuda itu mengusap lembut surai legam milik Sema. Ia terkekeh mendengar ocehan sang pacar. "Gue bukan cowok kayak di novel Lo. Lagian kalo cuma nembak nggak harus butuh effort macem-macem. Ntar kalo lamaran beda lagi." Sema memukul pelan Desta. Masih sempat-sempatnya pemuda itu menggoda sedangkan Sema sudah berubah menjadi kepiting rebus di dalam pelukan sang kekasih.

Desta hendak melepaskan pelukannya takut Sema sesak napas. Tapi gadis itu menahan. "Ntar dulu, Gue masih malu." Pada akhirnya Desta kembali tertawa walaupun singkat. Entah sudah berapa kali Desta tertawa hari ini.

Hingga sebuah dering telepon mengganggu aktivitas keduanya. Menyadari itu dari ponselnya Sema segera mengurai pelukan dengan kekasih barunya itu. Menyadari sang penelepon membuatnya mengerutkan kening. Tanpa basa-basi ia segera mengangkat panggilan tersebut.

"Halo—"

"..."

"APA?"

"kenapa?" Tanya Desta ketika melihat raut Sema yang nampak khawatir.

"Desta bisa anterin aku?"

"Kemana?"

"Rumah Haru, dia sakit."

SEMESTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang