Perputaran jarum jam membawa waktu semakin berlalu. Hari-hari terasa monoton dengan tekanan dua kali lipat dari biasanya. Waktu-waktu ujian membuat Sema hampir pecah kepalanya.
Kini gadis itu menanti cemas kerumunan yang tak kunjung memudar. Menimbulkan kerutan kesal pada wajah gadis itu. Sementara di sisi kanannya, Haru terlihat biasa saja seolah pengumuman kelulusan tak ada apa-apanya. "Lo kan pinter, Gue aja yang nggak pinter udah yakin bakal lulus." Ujar Haru tenang, meyakinkan Sema. Gadis itu menghela napas, agaknya ia memang sudah berlebihan.
Karena tekanan gadis itu tak kunjung turun, Haru lantas menarik pergelangan Sema untuk menerobos kerumunan. Ajaibnya hampir semua yang berdesakan memberi jalan pada si visual sekolah. Memberikan akses Haru dan Sema untuk leluasa melihat papan pengumuman dengan sederet nama dari berbagai kelas.
Tak butuh waktu lama mencari nama Sema, sebab sekali melihat ia langsung tau karena namanya berada di urutan paling atas peringkat paralel. Sema tersenyum puas, seolah beban beberapa saat lalu lepas begitu saja.
"Kan Gue udah bilang." Ucap Haru.
Haru pun sudah mendapatkan namanya di tengah-tengah. Lumayan, peringkatnya naik beberapa angka dari sebelum-sebelumnya. Papa nya pasti bangga. Haru pun tersenyum puas.
Ia menarik Sema untuk menjauhi kerumunan.
"Gimana?" Tanya Haru.
"Lega banget." Sahut Sema.
Haru mengangguk. "Ntar prom nite Lo sama Gue ya? Nggak nawarin sih, agak maksa." Sema mendengus kesal. Tapi tak urung kemudian mengangguk. Secara keseluruhan Sema sedang merasakan euphoria kesenangan akibat hasil pengumuman. Seharusnya ajakan Haru menjadi sebuah ledakan yang membuat Sema dua kali lipat lebih senang.
Namun saat netranya bertemu dengan manik tajam yang berada di belakang kerumunan anak-anak IPA, entah kenapa rasanya agak berbeda. Ajakan Haru tak lagi membuatnya berdegup kencang seperti dulu-dulu. Justru tatapan singkat itu yang teramat Sema rindukan.
"Hey? Kenapa?" Sema tersadar saat tangan Haru mengayun di depan wajahnya guna menyadarkan gadis itu. Sema menggeleng sebagai jawaban.
Persahabatannya dengan Haru memang kembali membaik. Sayangnya tidak dengan perasaannya.
—o0o—
Acara yang paling ditunggu anak-anak SMA yang resmi lulus adalah prom nite. Dimana musik berdentum keras menjadi perayaan setelah tiga tahun menempuh jenjang sekolah menengah atas.
Beberapa minuman beralkohol tersedia di bar. Pemanis, serta beberapa orang yang nampak bersenang-senang bersama teman atau sekedar menikmati makanan dan minuman. Prom nite kali ini diadakan di aula hotel bintang lima. Dengan rangkaian acara sedemikian rupa berjalan. Mulai dari berbagai pentas seni, sampai waktu bebas untuk berpesta.
Sema dengan gaun putih juga rambut terurai serta make up sedemikian rupa membuatnya nampak anggun. Bahkan terkesan berbeda dari Sema biasanya. Apalagi gadis itu datang bersama Haru yang memakai jas. Persis seperti sepasang pengantin. Beberapa orang yang sempat membenci kedekatan Sema dengan Haru kini secara terang-terangan berbalik mendukung keduanya akibat chemistry yang tercipta.
Gadis itu tersenyum selepas melihat Haru bernyanyi di depan bersama band sekolah. Selepas itu Haru pergi entah kemana membuat Sema sendirian di meja nya. Pandangannya mengedar mengelilingi ruangan luas penuh manusia yang tengah berpesta ini.
Sejujurnya Sema agak tidak nyaman dengan beberapa orang yang secara terang-terangan menunjukkan kemesraan di depan publik. Prom nite ini malah terkesan seperti club malam.
Karena bosan, Sema akhirnya menghampiri bar minuman. Memilih salah satu gelas berisi air.
Sema hampir menyemburkan minuman itu kala rasa pahit melewati tenggorokannya. Ia melihat gelas yang telah tandas. "Ini apa?" Tanya Sema pada sang bartender.
"Wine." Jawab sang bartender.
"Mau lagi?" Tawar sang bartender. Sejujurnya Sema agak kurang suka dengan minuman ini. Terlebih ini pertama kalinya ia meminum minuman yang beralkohol. Tapi sensasi setelahnya membuat Sema agak penasaran dengan minuman ini. Segelas lagi tidak apa-apa pikirnya.
Ia mengangguk, membuat bartender itu menuangkan wine lagi ke dalam gelas milik Sema. Gadis itu kembali menegak minuman beralkohol itu.
Tanpa sadar sudah tiga gelas yang Sema habiskan.
Dunia gadis itu serasa berputar seiring dengan rasa senang yang menyeruak. Ditambah cegukan yang muncul. Sema merasakan dirinya menjadi lebih ringan dari biasanya. Seakan berjuta-juta bunga telah tumbuh menghiasi perasaannya. Dengan tatapan sayu, Sema mencoba bangkit sekalipun sepatu hak tinggi membuatnya hampir oleng berkali-kali. Ia kembali ke bangkunya, dengan sisa kesadaran yang entah sisa berapa, gadis itu tak mendapati Haru di meja nya. Pemuda itu belum kembali membuat Sema mendengus kesal.
Sema membuka ponselnya acak, benar-benar diambang kesadaran. Atau mungkin kesadarannya memang sudah terenggut. Berniat menghubungi Haru, kini akhirnya Sema dapat terhubung dengan layar yang menyala.
"Halo."
"Halo—Hik"
"Haru—Hik—dimana?—hik."
"Sema—"
"Haru—Hik—Ayo pulang, kepalaku pusing—Hik."
Cegukan Sema tak berhenti membuat gadis itu kesusahan berbicara. Sema menundukkan kepalanya di meja merasakan kepalanya semakin berat.
Sema berbicara acak saat ia benar-benar mabuk.
Merasakan Haru tak kunjung datang membuat Sema bangkit. Sekalipun kesusahan. Ia sudah tak tahan dengan dentum musik yang memekik telinga. Pada akhirnya Sema memilih berjalan keluar menunggu Haru di mobil.
Sementara itu Haru baru saja sampai setelah membereskan peralatan sehabis tampil mengernyit bingung kala tak mendapati Sema di tempatnya. Haru mengedarkan pandangannya mencari kemungkinan dimana gadis itu berada. Namun tas sang pemilik yang ikut tidak ada menandakan Sema memang tidak berada disini.
Haru mencoba menelepon Sema namun tak kunjung diangkat oleh gadis itu.
Haru bergerak mencari Sema. Ia melihat bartender yang tengah menuangkan beberapa minuman. "Mau minum?" Tanya bartender itu. Haru menggeleng, lantas ia membuka ponselnya menyerahkannya kepada bartender itu.
"Liat cewe ini nggak mas?" Tanya Haru. Bartender itu mengernyitkan dahinya sembari berfikir. Lantas ia menjentikkan jarinya saat familiar dengan wajah itu.
"Oh, mbak itu baru aja minum, kayaknya mabuk deh mas." Pernyataan bartender itu membuat Haru terkejut. "Serius? Mas liat dia ke arah mana nggak?" Tanya Haru.
Bartender itu menggeleng membuat Haru mengusap wajahnya kasar. Bisa-bisanya ia meninggalkan Sema sendirian cukup lama. Salahkan beberapa gadis yang tiba-tiba datang meminta foto.
Haru keluar dari hotel, mencari Sema diluar saat tak menemukan presensi gadis itu di dalam aula. Langkah lebarnya ia percepat mengitari sekitar hotel.
Setelah beberapa waktu Haru menghela napas lega saat menyaksikan Sema tengah berdiri di depan sana. Dengan napas tersengal-sengal Haru tersenyum hendak menghampiri Sema yang nampak sedang mabuk.
Dengan sesuatu yang Haru ambil dari balik sakunya, sebuah kotak beludru berwarna merah lengkap dengan isinya. Sebuah cincin berwarna silver dengan ornamen berlian menghiasi. Haru tau ini terlalu cepat, tapi ia benar-benar ingin mengikat Sema dengannya dalam sebuah hubungan pasti.
Sepasti niatnya, langkahnya pun pasti.
Tapi secepat kilat Haru berhenti saat mendapati sesuatu diluar dugaannya. Ia meremas kuat-kuat kotak beludru itu secara tidak sengaja. Hatinya sesak, matanya memanas seiras dengan pemandangan yang menyayat hati.
Sema nya memeluk Desta.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA [END]
Teen FictionEmpat hati yang terjebak dalam kisah rumit asmara masa remaja. Sema, gadis pemula dalam cinta. Yang ia tahu ia mencintai satu orang dalam hidupnya. Tapi itu dulu, jauh sebelum ia sadar terjebak dalam romansa rumit. Haru, baginya menjalin hubungan...