Siang itu mendadak canggung dengan dua pasang mata yang saling bersinggungan. Huruf tercekat seperti enggan keluar, hanya berdiam diri selama beberapa detik membiarkan mata mereka saling berbicara dalam hening.
"Gue cuma lewat." Ucapnya tiba-tiba. Sema mengutuk diri kenapa mengatakan itu padahal jelas-jelas Desta pun tak bertanya kepadanya. Desta merespon dengan anggukan kecil. Barangkali cuma lewat hanya alibi. Tapi pemuda itu bersikap seolah-olah tidak peka.
Sema melanjutkan langkahnya, pelan-pelan menjauhi tempat Desta berdiri. Lima langkah Sema hitung dalam hati namun hitungan itu terhenti kala ia mendapati kaki jenjang menyusulnya, menyamakan langkah hingga berakhir berjalan beriringan.
Gadis itu bertanya agak malu-malu. "Mau kemana?" Tanya nya. Desta menaikkan sebelah alisnya.
"Kantin." Jawab Desta. Seolah mendengar kabar langka, Sema agak terkejut mendengarnya. Ia bergerak gelisah, entah karena apa. "Gue juga." Sahut Sema. Desta kian memandang bingung ke arah gadis itu, lalu menelisik keadaan sekitar. "Tiang listrik kemana?" Tanya Desta. Tak perlu bertanya karena Sema tau siapa yang dimaksud oleh Desta. Pasti pemuda yang kini tengah berlatih futsal di lapangan ditemani sang pacar. Desta tau sebenarnya, sudah diberitahu Keyra. Hanya saja pemuda itu pintar pura-pura.
"Latihan futsal, lagian Gue juga nggak mau ganggu waktunya Haru sama Keyra." Desta sedikit memiringkan kepalanya. Drama apalagi ini? Pemuda itu memilih menatap ke depan. Berjalan lurus seolah tak menganggap Sema berada di sampingnya. Sema menghela napas kecil. Kendati demikian, gadis itu bahkan tidak tahu Desta tengah mencoba terus menyamakan posisinya dengan Sema dengan mengurangi jarak langkahnya.
"Lo nggak takut jalan sendirian?" Tanya Desta di sela langkah mereka.
"Kan ada Lo." Desta terdiam sesaat.
"Tadi."
Sema menggeleng. "Lagian kan mereka semua udah di skorsing." Jawabnya. Desta hanya mengangguk pelan. Tak berniat memanjangkan topik yang ia buat sendiri.
Entah sejak kapan kedua orang itu semakin akrab setelah beberapa tragedi beruntun akhir-akhir ini. Rasa-rasanya, meski dulu beberapa kali dipertemukan dalam olimpiade, Desta tak pernah sekalipun berbicara dengan Sema. Gadis itu pun tak ambil pusing.
Keduanya kini telah sampai di kantin. Mengamati sekitar mencari bangku yang kosong hingga keduanya menemukannya. Cukup untuk berdua tapi kalau mereka berdua sama-sama memesan bisa ditempati orang. Jadi Desta berbalik badan. "Lo duduk di sana, biar Gue yang pesen." Ucapnya mutlak, Sema mengangguk tapi gadis itu tak mengucapkan ingin memesan apa. Ia langsung pergi begitu saja menuju bangku yang ditunjuk Desta.
Desta menghela napas. Ia kini menghampiri gadis yang sudah duduk manis. "Kok kesini?" Tanya Sema.
"Mau makan apa?" Tanya Desta pada Sema.
"Terserah deh." Jawab Sema. Jawaban menyebalkan.
"Nggak ada menu kayak gitu." Protes Desta. Irit bicara apanya, dari kemarin walaupun setiap kalimat yang dikatakan tak mengandung banyak kata tetapi Desta sekarang agak lumayan cerewet. "Yang cepet aja, Gue suka semua yang makanan ada di kantin." Final Sema.
"Dimsum udang mau?" Tanya Desta, Sema mendelik sinis. "Mau bunuh orang atau gimana?" Tanya Sema balik. Tak lupa mendengus kesal tapi sejurus kemudian Sema dibuat stagnan dengan tawa kecil yang keluar dari Desta.
Desta tertawa!
Serius, bukan berlebihan tapi entah kenapa saat tertawa Desta seperti orang lain. Bukan Desta yang dingin tetapi sisi baru seorang Radesta yang jarang diperlihatkan.
Sema masih terdiam, bahkan saat Desta bejalan menjauh untuk memesan makanan. Punggung tegapnya, langkah lebarnya. Dan surai nya yang akan berkilau terkena cahaya.

KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA [END]
Fiksi RemajaEmpat hati yang terjebak dalam kisah rumit asmara masa remaja. Sema, gadis pemula dalam cinta. Yang ia tahu ia mencintai satu orang dalam hidupnya. Tapi itu dulu, jauh sebelum ia sadar terjebak dalam romansa rumit. Haru, baginya menjalin hubungan...