39. Planet

18 3 0
                                        

Seminggu berlalu semenjak kejadian 'mari berjarak' itu. Tak ada lagi sapa hangat dari seorang Haru di pagi hari. Menjemput Sema atau mengantarnya pulang. Mungkin satu sekolah yang mengikuti alur gosip mereka bertanya-tanya mengapa kedua insan yang awalnya seperti perangko dan surat kini mendadak seperti saling menjaga jarak. Jika biasanya Haru dan Sema adalah dua orang yang terlihat duduk berhadapan di kantin dalam satu meja kini pemandangannya jauh berbeda.

"Are you happy?"

Sema menoleh dengan ekspresi bingung mengingat lawan bicaranya ini baru mengucapkan sepatah kalimat setelah terbuai dalam hening. Menyelesaikan gigitan terakhirnya pada roti isi yang dibelinya dari kantin, kini gadis itu mengerutkan keningnya.

"About what?" Tanya Sema.

Desta tak langsung menjawab, membawa tubuhnya bersandar pada kursi taman sekolahan. Pandangannya tertuju pada kantin yang samar-samar terlihat dari sini.

"Seminggu berjarak, gimana rasanya? Are you happy about this?" Sema terdiam, netranya sibuk mengamati dua orang yang terlihat duduk bersampingan, bercanda tawa bersama beberapa orang laki-laki.

"Mungkin." Sema mengayunkan kakinya. Waktu istirahat terasa amat kosong baginya selama seminggu ini. Sema mengamati Desta sesaat, sebelum kembali pada pemikirannya. Sudah kali ketiga ia makan bersama Desta di kursi taman sekolah alih-alih duduk di kantin. Hanya karena berpapasan saja mereka bersama. Tapi entah kenapa Sema juga merasa dirinya semakin dekat dengan Desta. Entah hanya Sema yang merasa atau pemuda itu juga.

"Lo mau ke rumah?" Kali ini Sema kembali dibuat bingung dengan kalimat Desta yang selalu setengah-setengah. Berakhir pemuda itu mendengus lalu mengulangi pertanyaannya. "Pulang sekolah mau ke rumah Gue?" Tanya Desta.

Kerutan di dahi Sema kian ketara. "Ngapain?" Tanya Sema. Pasalnya ini baru pertama kali Desta mengajak Sema ke rumahnya. Pun sangat mendadak.

"Nggak tau, main mungkin? Lo bilang orang tua Lo lagi jenguk kakak Lo di luar kota." Sema menatap sepatunya sekilas. Kalau diingat-ingat biasanya Haru yang mengajaknya ke rumahnya saat kedua orang tua Sema tengah menjenguk kakaknya. Kenangan sederhana seperti itu menguar begitu saja menimbulkan senyuman tipis di bibir gadis itu.

"Emang nggak papa?" Tanya Sema.

"Daripada Gue nemenin Lo di rumah Lo yang sepi?" Sema memukul lengan Desta spontan. Si pemilik lengan bahkan tak berkutik, pukulan seperti itu mana terasa. "Lagian Gue nggak minta ditemenin." Sahut Sema. Desta bergeming tak menjawab.

"Tapi orang tua Lo juga pulang malem kan?" Tanya Sema.

"Setidaknya di rumah Gue ada bibi yang bantu bersih-bersih."

"Oke."

Desta spontan menoleh, rasa terkejutnya tak bertahan lama. Pada akhirnya memilih menatap lurus kembali. Kalau dipikir-pikir aneh, dia yang mengajak tapi dia juga yang terkejut ketika Sema mau-mau saja di ajak ke rumah. Tetapi kalau ditelusuri lagi semua yang Desta lakukan akhir-akhir ini aneh. Bahkan mau repot-repot menemani Sema yang sendirian aja sudah terhitung aneh.

—o0o—

Ucapan Desta tak main-main. Terlihat dari pemuda itu yang kini memberhentikan motornya di depan sebuah rumah berlantai dua. Cat dominan minimalis. Putih, abu-abu, dan sedikit krem di beberapa bagian. Di depan rumah banyak sekali pot-pot yang tersusun dengan beraneka macam bunga dan tanaman hias.

Tak berselang lama semenjak Desta memasukkan motornya ke garansi rumah. Pemuda itu kini menghampiri Sema yang sedang memeta rumah Desta.

"Ayo." Ucap Desta kemudian berjalan lebih dulu untuk memandu. Meskipun mengikuti langkah Desta, Sema tetap mengamati keadaan asing di sekitarnya.

SEMESTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang