24. Rumah sakit

33 3 0
                                    

Pintu terbuka cukup keras setelah satu dobrakan kuat. Napasnya tergantung begitu menyaksikan penampilan gadis di depannya ini. Desta semakin terkejut mendapati darah keluar dari hidung Sema. Penampilan gadis itu mengenaskan, bibirnya pucat kebiruan. Tubuhnya menggigil. Seragamnya lembab. Matanya pun sembab, sendu. Gadis ini sekarat.

Pemuda itu tak menunggu waktu untuk menghampiri. Setelahnya melepas jaket yang membalut tubuhnya menyisakan kaos putih polos. Desta sekarang menyelimuti tubuh Sema dengan jaket miliknya. Lantas menyisipkan kedua tangannya untuk membawa Sema dalam gendongannya.

Hawa hangat dari pemuda itu lantas menjalar, masih dapat Sema rasakan detak Desta sedang tak karuan. Di sisa kesadarannya yang entah tinggal berapa ini, Sema melihat wajah Desta dari bawah sini. Pemuda itu nampak khawatir seolah mereka telah saling mengenal dalam waktu yang lama.

Darah dari hidung Sema tak berhenti keluar, bahkan mengotori kaos putih Desta. Sementara gadis itu masih mencoba mempertahankan kesadarannya walaupun agak susah dengan pusing yang kian menjadi.

Desta berjalan setengah berlari menuju mobilnya. Ia berhenti kemudian, menyadari mobilnya sudah tidak layar pakai. Ia berfikir sejenak sampai sebuah mobil menyapa pelataran sekolah. Berhenti tepat di dekat mobil Desta membuat pemuda itu menghampiri mobil itu cepat-cepat.

Itu Pak Bobby.

Guru tata tertib itu keluar hendak menghampiri muridnya, namun Desta sudah lebih dulu membuka pintu belakang mobilnya, memasukkan Sema dalam posisi duduk. Lalu dirinya ikut masuk.

"Pak, nanti aja nanya nya. Sekarang ke rumah sakit." Perintah Desta. Sangat tidak sopan namun keadaan sedang mendesak. Pak Bobby akhirnya kembali masuk ke dalam mobil. Melajukan mobilnya tak secepat Desta. Membuat pemuda itu terus mengeluh sepanjang perjalanan.

Sementara itu di jok belakang, Desta sesekali mendengar lirihan dari Sema. Gadis itu masih kedinginan meskipun sudah memakai jaket milik Desta.

"Dingin." Lagi-lagi lirihan kecil lolos dari bibir gadis itu. Pemuda itu tidak ada pilihan lain selain merapatkan dirinya dengan gadis di sampingnya. Memberikan rengkuhan untuk menyalurkan hangat suhu tubuhnya, kepada gadis yang masih menggigil itu.

"Sabar, bentar lagi." Ucap Desta. Sema hanya mendengar suara Desta samar-samar. Telinganya berdengung. Nyeri di kepalanya kian menjadi. Sedangkan darah di hidungnya semakin deras menetes. Setiap air mata Sema hanyalah membuat kepalanya semakin pusing. Di samping itu, sedikit rasa dinginnya menghilang akibat rengkuhan hangat Desta.

"Pak cepetan." Eluh Desta. Pak Bobby berdecak. "Bapak punya anak masih kecil Desta, jangan ngajak mati." Sahut Pak Bobby. Malam hari dengan rintik hujan membuat jalanan jauh lebih berbahaya. Walaupun hujannya tidak deras, hanya rintik kecil tetapi cukup membuat kaca depan blur.

Beberapa saat kemudian, mobil pak Bobby telah sampai di depan rumah sakit. Desta segera membuka pintu di sampingnya, lalu memutar menuju pintu di samping Sema. Menggendong gadis itu keluar lantas pergi begitu saja meninggalkan Pak Bobby sendirian.

Pemuda itu masuk dengan tergesa. Mencuri perhatian siapa saja.

Sema kini dibawa ke unit gawat darurat. Beberapa perawat dengan cepat menangani. Desta tak langsung dapat duduk tenang. Perasaannya terus membawanya untuk sesekali menengok keadaan gadis itu lewat kaca kecil di pintu. Sesekali mondar-mandir saking cemasnya.

SEMESTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang