3. Persiapan olimpiade

18 4 0
                                    

Sema, dengan langkah santainya bersama Haru sesekali bercanda tawa atau membicarakan banyak hal itu mendadak terdiam bingung. Baru saja enak-enaknya membicarakan salah satu guru paling menyebalkan bersama Haru kini ia dan Haru terhenti langkahnya oleh seseorang.

"Minggir, kita mau lewat." Ucap Haru dengan nada tidak suka. Orang itu menatap sesaat sebelum kemudian mengalihkan pandangannya kepada Sema.

"Gue nggak ngalangin jalan Lo kan?" Tanya orang itu. Haru menaikkan sebelah alisnya. Pemuda bernama Desta ini bisa tiba-tiba berdiri di depannya. Oh, ralat. Desta berdiri tepat di depan Sema, tapi kan sama saja itu di depan Haru.

"Lo ngalangin jalan temen Gue." Ucap Haru masih dengan nada tidak suka. Haru bukannya tidak tahu Desta-Desta ini. Namanya sudah sering Haru dengar sebab hampir si setiap upacara, Desta pasti langganan namanya disebut karena berbagai prestasi. Entah matematika lah, fisika lah, dan lain-lain. Pokoknya sampai bosan Haru mendengar.

"Karna Gue ada perlu sama dia." Ucap Desta seakan tak takut dengan titel populer nya Haru. Ia terus menatap ke arah Sema. Sementara yang ditatap bingung, terlebih ketika Haru pun menatap Sema sama bingungnya.

"Lo ada perlu apa sama dia?" Tanya Haru kepada Sema yang masih terdiam. Sema berbalik menatap Haru lalu kemudian menggeleng cepat. "Gue aja nggak kenal dia." Ucap Sema.

Haru menatap Desta seolah berkata 'Lo denger sendiri kan?'

"Lo masih dendam karena Gue tabrak waktu itu ya?" Tanya Sema. Desta tak menjawab, hanya diam. Sesaat kemudian ia membuka ponselnya mengotak-atik isinya.

"Lo buang waktu kita tau gak?" Desta tak memperdulikan ucapan Haru. Haru berdecak, ia kemudian meraih tangan Sema. "Nggak jelas ni orang, ayo pergi." Ucapnya, tapi sebelum itu cekalan di tangan Sema yang lain membuatnya terhenti.

Kenapa jadi tarik-menarik begini?

"Lepasin nggak?" Sahut Haru sembari menatap sinis ke arah Desta. Sementara Desta masih sibuk dengan ponselnya, tapi anehnya tangannya masih meraih pergelangan tangan Sema.

"Lo denger Gue nggak sih?" Haru mulai tersulut emosi. Ia hendak menghampiri Desta namun ditahan oleh Sema. "Sabar Haru." Ucap Sema. Tak lama kemudian Desta malah menjulurkan ponselnya kepada Sema membuat gadis itu bingung.

"Apa?" Tanya Sema. Desta menunjuk ponselnya tanpa berbicara, ia pun sudah melepaskan cekalannya pada tangan Sema.

Sema menerima walaupun ragu, setelah melihat layar Sema sedikit terkejut. Tentu saja sebab ponsel itu menunjukkan sebuah telepon yang terhubung dengan seseorang. Dan itu guru killer yang anehnya mengajar pelajaran yang Sema sukai.

"Halo Sema? Kamu denger ibu?" Tanya orang di sebrang sana.

"I-iya bu."

"Kamu kok enggak datang ke perpus? Ibu masih rapat jadi ibu nyuruh Desta nyari kamu, ibu sudah siapin materi di perpus tolong kamu sama Desta belajar mandiri dulu hari ini. Karena para Guru masih ada rapat." Jelas Bu Nila.

"Iya Bu." Jawab Sema, lantas Bu Nila mematikan sambungan teleponnya. Sema mengembalikan ponsel milik Desta kepada sang pemilik.

"Gimana?" Tanya Haru. Sema dengan menyesal menatap Haru. Padahal hari ini Sema berjanji ingin menemani Haru membeli Jersey bola.

"Maaf Haru, Bu Nila minta Gue ke perpus buat persiapan olimpiade." Ujar Sema sedikit tidak enak. Haru terdiam sejenak. "Ayo." Ucap Desta lantas pemuda itu berjalan terlebih dahulu. Tapi agaknya Sema masih berat meninggalkan Haru.

"Kalo gitu Gue tungguin." Ucapan Haru membuat Sema tersenyum cerah. "Beneran? Tapi bukannya Lo mau beli Jersey? Nanti habis stok nya gimana?" Tanya Sema membuat Haru terdiam lagi. Benar juga, sudah seminggu Haru menunggu untuk membeli Jersey limited edition ini. Kalau sampai kehabisan Haru harus menunggu lagi mungkin sekitar tiga bulan lagi.

Tapi kemudian menggeleng. "Gue bisa nitip temen Gue." Ujar Haru dengan entengnya, padahal jelas-jelas sudah lebih dari sepuluh kali  hari ini Haru membicarakan perihal Jersey itu, sesuka itu Haru dengan dunia bola besar itu.

"Tapi kan Haru—"

"Udah Ayo." Haru mendorong pundak Sema untuk berjalan ke perpustakaan.

Jersey bisa dicari, kalau Sema hilang kan susah cari penggantinya.

§§§§§

Dua puluh menit sudah cukup membuat Desta jengah dengan romansa picisan yang berada di depannya ini. Apa harus ya gitu si cewek sibuk belajar lalu sang cowok mengganggunya berakhir membuat cewek kesal dan sang cowok tertawa puas. Apa harus ya gitu mengusap puncak kepala berujung membuat Desta ingin membalik meja perpustakaan saking kesal nya.

"Tau nggak? Mantan Gue ngajak balikan." Seru Haru. Mulai lagi pikir Desta.

Sema mengernyit bingung. "Mantan yang mana, mantan Lo kan banyak. Lagian Lo kan nggak pernah serius pacaran sama orang, heran." Sema kembali kepada buku nya.

Haru bedecak kesal. "Yang baru putus itu lho, padahal kan dia yang mutusin." Kesal Haru karena Sema terus fokus pada bukunya.

"Tau nggak, kenapa Gue kalau pacaran nggak pernah serius?" Tanya Haru menarik atensi Sema. Gadis itu pada akhirnya menutup buku merasa sudah pusing membaca materi sembari mendengarkan Haru mengoceh. Ia terfokus pada pemuda di sampingnya, menyangga kepala dengan tangan. "Kenapa?" Hal itu membuat Haru tersenyum.

"Ya Gue kalo pacaran selalu inget buat nggak terlalu serius. Lagian buat apa serius-serius, kalo ujung-ujungnya Gue nikahnya sama Lo?" Sema hampir tersedak air liurnya sendiri kala mendengar kalimat itu dengan mudah keluar dari mulut Haru. Bahkan sekarang gadis itu merasakan pipinya memanas, Sema memukul pelan lengan Haru membuat pemuda itu kembali terkekeh.

Desta berdehem, mengalihkan dua manusia yang sibuk dengan dunia mereka. Menyadarkan keduanya bahkan Dunia ini milik bersama, bukan hanya milik mereka berdua. Lagipula bisa tidak sih pacarannya nanti saja?

Haru dan Sema saling pandang sesaat, menyadari ada afeksi orang lain di tengah-tengah mereka. Merasa malu sendiri, kini ia kembali meraih bukunya yang tergeletak. Membaca asal. Sementara Haru nampak mengamati seisi perpustakaan.

"Gue ke rumah Lo nanti ya?" Ucap Haru. Sema menoleh dengan dahi mengerut. "Ngapain?" Tanya gadis itu.Haru mengacak rambut Sema pelan.

"Biasa—"

"Modus—" Ujar Desta membuat Haru dan Sema kompak menoleh pada pria yang berkutat pada buku-bukunya itu.

"—adalah metode mengumpulkan data dengan mencari nilai bilangan terbanyak atau yang sering muncul." Lanjut Desta dengan tampang datar seperti biasa. Pandangan pemuda itu masih pada bukunya. Sema membulatkan matanya.

Baru saja Haru terbawa emosi, ternyata Desta tengah membaca materi. Ia pikir Desta mengejeknya barusan.

Padahal dalam diam Desta tengah menertawakan orang di depannya. Jelas-jelas buku yang sedang Desta baca berisi rumus-rumus fisika. Sedangkan metode pengumpulan data ada pada pelajaran matematika. 

SEMESTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang