37. Mulai berjarak

18 3 0
                                        

Sesak.

Itulah yang Sema rasakan terlebih setelah presensi seseorang yang baru saja ia lihat. Haru melewatinya begitu saja seakan Sema tak berdiri di sana menatap nanar punggung tegap yang perlahan menjauh. Haru terlihat dingin, tapi tatapannya melembut saat bersimpangan dengan Keyra di koridor. Haru terlihat tersenyum sembari mengusap surai Keyra di sana. Sema jelas melihatnya. Tapi Haru seakan sengaja.

Sema berpaling arah, berbalik badan dan hampir terjungkal kalau saja keseimbangannya tidak ia jaga. Di depannya dengan jarak satu langkah, Desta sudah berdiri dengan wajah datarnya. Sejenak pemuda itu menatap lurus ke depan, tepatnya pada dua sejoli yang kini berjalan bersama.

"Lo nggak pengen ngejelasin apa-apa sama Haru?" Tanya pemuda itu, tatapannya menyiratkan iba menyaksikan gadis ini menahan sakitnya sendiri. Sema tersenyum kemudian menggeleng. "Kayaknya emang ini yang terbaik buat kita berdua." Dalam hati Desta menertawakan Sema. Protagonis sejati selalu begitu, bahkan disaat gadis itu bisa bersikap egois, ia memilih mengalah. Atau mungkin ia kalah dalam kisahnya sendiri?

"Mau ke kelas?" Tanya Desta. Sema mengangguk untuk menjawabnya.

"Kalau gitu balik badan, kelas Lo kan arahnya ke sana." Sema mendongak menatap dari sini netra Desta yang jernih. Terbesit ragu dalam dirinya untuk kembali memutar arah, belum siap dengan sesak yang mungkin akan bertambah.

Kedua lengan Desta terulur pada pundak Sema, menuntun gadis itu untuk membalikkan arahnya. "Mereka udah pergi." Lirihnya.

Kosong.

Benar kata Desta.

Gadis itu tersenyum singkat.

"Mau Gue temenin?" Tawar pemuda itu Sejujurnya hanya spontan dan kasihan. Sema menggeleng mengingat kalau Desta mengantarnya itu artinya Desta harus bolak-balik untuk kembali ke kelas.

"Tangganya udah di depan mata. Ngapain mau nemenin Gue?" Tanya Sema. Desta mengedikkan bahu. "Anggep aja otak Gue lagi bermasalah." Desta menarik pergelangan tangan Sema membawanya untuk segera berjalan melewati koridor.

Darahnya berdesir hebat, seiring dengan genggaman Desta yang kian erat. Sema berusaha mati-matian menopang diri dari rasa yang asing ini. Hingga ia sadar terlarut dalam buaian semu. Sema merasakan bisik-bisik yang hampir pudar kini seakan mencuat kembali. Terlebih dengan tautan tangan mereka membuat orang-orang dengan mudah mengambil kesimpulan.

Sema nampak tak nyaman, terlebih ia baru saja bertengkar dengan Haru. Baru saja Haru salah paham dengannya. Bukannya ini malah membuktikan kalau spekulasi Haru tempo hari benar adanya?

Dilihatnya tubuh tegap Desta yang seakan tak terusik, pemuda itu santai berjalan dengan pandangan yang tetap lurus ke depan. Dari samping Desta nampak terlihat menawan. Pahatan tuhan yang nyaris sempurna.

Desta meraih sesuatu di saku nya, lalu memberikan benda kecil itu kepada Sema. "Pakai aja kalau nggak kuat, udah Gue sambungin sama lagu random." Desta peka, itu satu hal yang membuat Sema terkejut berulang kali. Kini tatapannya jatuh pada earphone hitam yang pemuda itu sodorkan kepadanya.

Sema menerimanya, memakainya dengan satu tangan lalu kembali berjalan. Mendengarkan alunan musik acak dari ponsel Desta. Sema tak terlalu tau lagu-lagunya, tapi jelas ini lebih enak didengar daripada gosip-gosip murah yang belum tentu benar adanya.

Sejauh ini Desta tak melepas genggamannya, entah dalam rangka apa yang jelas hingga keduanya telah sampai di depan ruang kelas Sema pun, Desta belum melepaskannya.

"Makasih." Ucap Sema. Desta mengangguk, ia perlahan melepas genggamannya setelah itu. Tak lupa Sema melepas earphone milik Desta, memberikannya kepada pemuda itu. "Makasih juga untuk ini." Desta kembali mengangguk.

"Ntar pulang gimana?"

"Hah?"

"Bareng siapa?" Ucap pemuda itu. Sema berfikir. "Naik ojek." Desta mengangguk-angguk kecil.

"Bareng Gue aja."

"Hah?"

"Lo mau ngucapin makasih kan? Pulang bareng Gue, Gue mau beli komik. Lo yang bayar." Ucap Desta enteng membuat Sema cengo.

"Jadi Lo nggak ikhlas nolongin Gue?" Tanya Sema memicing curiga. Wajahnya agak maju membuat Desta memutar bola matanya malas. Desta mengarahkan jari telunjuknya tepat di dahi Sema, mendorongnya pelan ke belakang.

"Kalo nggak mau yaudah, Gue nggak maksa." Selepas itu Desta berbalik arah. Berjalan kembali ke arah kelasnya yang terlewat akibat mengantarkan Sema ke kelasnya.

Satu.

Dua.

"Desta!" Pemuda itu berhenti mendapati panggilan yang ditujukan untuknya. Hitungan dalam hati yang diam-diam Desta lakukan pun terhenti. Ia kembali berbalik arah memasang wajah se-datar mungkin sekalipun sekarang ia ingin tersenyum sombong.

"Iya, nanti mau." Ujar Sema, agak malas kalau saja tidak ingat sudah banyak berhutang budi pada Desta. Desta hanya mengangguk seadanya. Lantas kembali ke kelas dengan kekehan kecil yang lolos bergitu saja.

—o0o—

Keyra tak tahu apa yang membuat Haru berubah sedemikian banyak nya. Sampai-sampai, Keyra merasa terbuai. Seperti sepasang kekasih. Apapun itu Keyra memilih menikmati waktu ini, tak ingin repot-repot mencari tau. Demi apapun, Keyra ingin menghentikan waktu hanya pada hari ini saja. Berlama-lama menatap Haru dari jarak sedekat ini tanpa embel-embel paksaan karena status.

"Lagi?" Keyra mengangguk, menerima kembali suapan makanan dari sang pacar. Jarang sekali kebersamaan seperti ini terjadi. Bisik-bisik iri semakin membuat Keyra tersenyum lebar.

"Soal perjanjian kita, lupain aja." Keyra memicing bingung, mengingat-ingat apa yang ia dan Haru sepakati. Lantas kejadian waktu di taman rumah sakit kembali mencuat dalam benak Keyra.

"Lupain aja, maksudnya? Perjanjiannya batal? Kamu nggak mau mutusin hubungan kita kan?" Tanya Keyra was-was. Ia tak ingin kalimat putus kembali ia dengar dari mulut Haru.

Haru menggeleng sembari terkekeh kecil. "Nggak lah, rugi dong Gue nyia-nyia in pacar kayak Lo." Pernyataan pemuda itu malah semakin membuat bingung. "Oh ya soal syarat pacaran, lupain aja. Waktu Gue semua buat Lo."

Keyra mengerjap berkali-kali. Apa mungkin ia salah dengar? Atau ini hanya ilusi karena ia terlampau cinta dengan Haru?

"Haru—"

Ucapan Keyra terhenti saat Haru kembali menyuapkan makanan kepadanya. "Berhenti nanya hal yang nggak penting, nikmatin aja selagi Gue masih baik." Peringat Haru, pemuda itu tersenyum manis, Keyra membalasnya canggung. Tak urung menurut.

Lebih baik begini, bukankah ini yang Keyra mau?

Di sela kegiatannya, Keyra tak sengaja menangkap siluet Sema tengah menatap nanar ke arah mereka. Keyra mencerna semuanya hingga terasa kepingan puzzle kini mulai jelas bentuknya.

Ah, jadi itu.

SEMESTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang