9. Nasi Goreng

20 3 0
                                        

Olimpiade kian dekat, persiapan-persiapan kini mulai diketatkan. Sebagaimana jam bimbingan Desta dan Sema yang semakin diperpanjang, pula semakin padat. Meninggalkan jam pelajaran dengan bergelut pada buku-buku tebal penuh materi.

Sema menghela napas, sudah seminggu tidak pernah mengikuti jam pelajaran lantaran harus bimbingan, sudah seminggu pula ia jarang bertemu dengan Haru. Hanya sesekali melakukan panggilan video di malam hari, itupun terkadang berakhir Sema yang ketiduran lantaran kelelahan.

Belum lagi nasib ketinggalan catatan, Sema tidak suka sebenarnya. Tapi mau bagaimana lagi? Olimpiade juga membantunya mendapat beasiswa kelak.

"Ibu ada kelas, kalian berdua belajar mandiri ya?" Ucap guru pembimbing. Desta dan Sema mengangguk. Lantas guru itu segera merapikan bukunya untuk mengajar. Sudah percaya pada Sema dan Desta.

Sebenarnya bukan hanya Fisika dan Geografi saja yang dilombakan. Ada juga olimpiade debat kelompok, namun pelatihannya sengaja dipisah. Sudah berbeda tujuan, untuk Desta dan Sema butuh ketenangan. Sedangkan untuk olimpiade debat, bukankah mereka harus pintar bicara untuk menang?

Untuk tempat lomba juga berbeda, Sema dan Desta mewakili provinsi ke tingkat nasional. Jadilah mereka harus keluar kota karena tempat pelaksanaan lomba berada diluar kota mereka.

"Desta!" Panggil Sema yang mulai pusing dengan sederet kalimat-kalimat dan istilah-istilah. Otaknya butuh hiburan, perutnya butuh makan. Seminggu ini pula setidaknya Sema dan Desta sudah saling mengenal. Sudah ke tahap saling memiliki nomor untuk memudahkan komunikasi, selebihnya... Tidak ada. Mungkin hanya sebatas teman olimpiade saja.

Desta mendongakkan kepalanya menanggapi panggilan Sema. Anak itu irit bicara, jadi Sema sudah tau sekarang saatnya bicara. Tak perlu menunggu Desta menjawab, pemuda itu kebanyakan memakai bahasa tubuh untuk merespon.

"Ke kantin yuk? Beli makan. Gue laper." Ajak Sema, sekedar basa-basi sebenarnya, pun biar Desta tau kalau Sema ingin ke kantin. Sudah seminggu sering bersama, seminggu pula Sema tau Desta itu tak mudah diajak ke kantin. Lambungnya mungkin hanya makan dari rumus-rumus yang Desta baca. Mengerikan kalau sampai benar.

Desta terdiam sejenak, sebelum kemudian menutup bukunya. Menatap Sema lagi sembari mengangguk.

Hey, tunggu!

"L-lo nggak nolak?" Tanya Sema saking terkejutnya sampai terbata. Desta memicing, bingung tentu saja. Alisnya naik sebelah. "Gue laper." Ucapnya seadanya tapi cukup agaknya untuk menjawab semua pertanyaan tidak berguna Sema. Memilih berjalan terlebih dahulu, Desta tak peduli Sema yang masih mematung beberapa saat sebelum melangkah juga.

Sema telah sampai di kantin, mendapati Desta telah terlebih dahulu memesan makanan. Pemuda itu membawa nampan menuju meja terdekat. Tidak ada meja khusus bagi Desta, ia juga jarang ke kantin. Disusul Sema yang memesan juga, ia ragu membawa nampan menuju tempat Desta duduk. Tapi tidak mungkin juga ia duduk berjauhan dari Desta. Aneh saja terlebih kantin sepi karena jam pelajaran masih berlangsung.

"Gue boleh duduk disini?" Tanya Sema yang berdiri di depan Desta, pemuda itu mengangguk cepat tanpa menoleh. Ia masih fokus pada makanannya.

Sema akhirnya mengambil tempat duduk di depan Desta. Keadaan canggung, namun sepertinya hanya bagi Sema, sebab Desta tak peduli. Fokusnya menghabiskan makanan lalu kembali ke perpustakaan.

"Kita berangkat besok ya?" Tanya Sema, ia mulai memakan makanannya perlahan. Desta mengangguk sebagai respon, walaupun ia tahu Sema hanya basa-basi. Jelas-jelas tadi guru pembimbing sudah mengingatkan bahwa besok mereka akan berangkat ke luar kota.

Tiga hari, terhitung dari hari Senin mereka berangkat.

Keadaan kembali hening, tak ada yang membuka suara. Keduanya kini fokus pada makanan masing-masing.

SEMESTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang