Kedua tangan itu mengadah ke depan. Tepatnya pada rintik air yang kian turun dengan teratur. Dingin air menjalar ke seluruh permukaan telapak tangannya.
Sema membuang napas lelah, harinya padat. Belum lagi hatinya yang tertumbuk batu besar berkali-kali. Kepalanya pusing, semakin pusing untuk dibuat berfikir bagaimana ia pulang sekarang?
Ponselnya mati, Sema baru sadar setelah ia berdiri di koridor lima menit lamanya akibat guyuran hujan yang seakan ingin terus turun. Seharusnya ia sudah pesan ojek online sedari tadi. Ingin meminta tolong pada siapa? Semenjak berjarak dengan Haru, Sema sadar jikalau selama ini ia sudah lama mengabaikan interaksi di kelas. Sema hanya kenal nama mereka, tidak ada satupun yang mungkin bisa disebut teman. Sema terlalu canggung dan malu. Pada akhirnya hanya mampu menunggu hujan reda. Semoga saja tidak lama, setidaknya nanti di jalan bisa menghentikan taksi.
Sementara itu, seorang pemuda yang baru saja keluar dari ruang guru tertegun di ambang pintu. Ia sedikit bergeser lalu menyandarkan diri pada tembok dengan dua tangan yang melipat di depan dada. Cukup lama Desta pada posisinya mengamati gadis yang sibuk menadah air hujan dengan telapak tangannya. Entah gunanya apa seperti itu. Padahal air akan kembali turun melalui celah jari Sema. Makin lama makin tidak jelas gadis satu itu.
Setelah merasa puas menyaksikan hal yang menurutnya bodoh itu, Desta akhirnya melangkah. Sayup-sayup langkah tegas pemuda itu cepat menarik atensi Sema hingga gadis itu menyudahi aktivitas menadah air hujan.
"Belum pulang?" Tanya Desta setelah dua detik Sema menoleh.
"Basa-basi banget pertanyaan Lo." Sentak Sema sarkas. Langsung membuat Desta terdiam.
Desta mengedikkan bahu, ia kembali melangkah setelahnya membuat Sema sedikit menaruh atensi. "Mau kemana?" Tanya Sema, kira-kira tiga langkah dari tempat gadis itu berdiri. Desta membalikkan arah badannya. "Pulang." Jawab Desta.
Sema mengamati debit air yang turun, bergantian menatap Desta penuh kebingungan. "Masih hujan gini, yakin mau pulang?" Desta tersenyum kecil, nyaris seperti seringai. "Kenapa? Lo mau nebeng?" Tanya Desta dengan menaikkan sebelah alisnya. Ekspresinya makin pongah kala Sema terdiam. Tak membernarkan dengan suara, namun Desta lebih dari peka jika gadis ini butuh tumpangan. Mungkin?
"Ayo." Ajak Desta. Sema menggeleng. "Gue nggak bilang mau nebeng sama Lo." Gengsi nomor satu, moto Sema sekarang berkibar. Ia kembali kepada aktivitasnya menadah hujan. Tidak ada gunanya, hanya mengalihkan diri dari netra Desta yang seakan dapat menebak isi pikiran Sema.
Desta memainkan udara di dalam mulutnya sebentar. Sebelum kemudian bersandar pada tiang tak jauh dari Sema. Berdiri menghadap Sema. Sepertinya gadis itu tak peduli. "Gimana kalau pertanyaannya Gue ralat jadi—Lo mau pulang bareng Gue?" Tentu saja kalimat tanya itu spontan menarik atensi Sema. Gadis itu berbinar sekalipun langsung terdiam mencoba mengais gengsi nya kembali.
"Masih hujan." Ucapnya. Bukan sebuah kalimat penolakan karena Sema tidak ingin tiba-tiba Desta berubah pikiran lalu meninggalkannya sendirian di sekolahan.
"Terobos, lagian nggak terlalu deras." Sema menghadap Desta. Walaupun sempat tersentak lantaran jaraknya terlalu dekat. Sema gugup, namun gadis itu mencoba bersikap biasa saja. "Lo mau sakit? Gue sih nggak mau." Sema kembali menatap lurus pada lapangan basah. Hujan memang tak sederas tadi tapi tetap saja masih hujan.
"Imun Gue kuat omong-omong, nggak tau kalo imun Lo." Dih, Sema mendelik kasar menyaksikan kesombongan seorang Radesta. Selain pintar menyamarkan ekspresi, pria itu juga sepertinya pintar melambungkan diri.
"Kecuali kalo Lo emang mau disini sampai malem sih, kayaknya hujan juga kayaknya masih lama reda nya. Gue pulang sendirian kalo gitu." Terbukti ucapan Desta mampu membuat Sema menarik lengan pemuda itu. "kenapa?" Tanya Desta.
"Lo serius mau nerobos hujan?" Tanya Sema.
"Why not?" Shit, lama-lama Sema yang baik-baik bisa menjadi sadistic kalau berurusan dengan sisi Desta yang seperti ini. Untung Sema butuh tumpangan, kalau tidak Sema tidak usah menahan-nahan Desta begini.
"Yaudah ayo." Ucap Sema sembari mendengus. Tapi sebelum itu Desta tiba-tiba melempar jaketnya kepada Sema. "Pake, jaket kulit itu. Setidaknya badan Lo nggak basah-basah amat." Sema melihat jaket kulit di tangannya. Jaket yang tadi melekat pada Desta kini diberikan kepadanya. "Terus Lo?" Tanya Sema. Tak urung gadis itu memakai jaket Desta dengan posisi terbalik. Bagian punggung berada di depan menutupi bagian depannya.
"Imun Gue kuat."
"Sombong banget, demam baru tau rasa." Kalimat kekesalan Sema tak digubris Desta. Keduanya kini telah sampai di parkiran tempat motor Desta berada. Sema naik tanpa basa-basi lagi, dengan jaket Desta yang melekat pada tubuhnya.
Keduanya kini telah sampai di depan sekolahan, hawa dingin menjalar kala air hujan dengan bebas menyentuh tubuh mereka. Bahkan memakai jaket pun Sema masih merasakan dingin, bagaimana dengan Desta yang hanya memakai seragam sekolah?
Sema tak perlu repot-repot peduli, kan tadi Desta yang memberikan jaketnya sendiri.
Motor Desta melaju membelah jalanan.
"PELUK GUE!"
"Hah?"
"PELUK GUE SEMA!"
Sema mengerutkan keningnya dibalik kaca helm yang tertutup. "MAKSUD LO APA?" Tanya Sema. Ia bukannya tak mendengar kalimat Desta tapi rasanya agak aneh mendengar kata peluk keluar dengan mulusnya dari mulut pemuda itu.
"DINGIN, PELUK GUE!" Sema membulatkan mata. "Apa-apaan? Kan Gue udah bilang tunggu hujan reda. Tadi katanya kuat—" Kalimat Sema terhenti kala sesuatu mencoba menarik tangannya.
Satu lengan Desta menjulur ke belakang, menarik tangan Sema begitu saja hingga memeluknya dari belakang. Sedikit mengurangi hawa dingin yang menyeruak. "SINTING LO! LEPAS!" Dengus Sema, ingin melepaskan tangannya namun ditahan oleh Desta.
"Kali ini aja." Ucap Desta, entah di dengar atau tidak oleh Sema. Yang jelas kini tangan Sema mulai diam. Tak ada lagi pemberontakan ingin melepas seperti beberapa detik lalu. Bahkan setelah Desta memindahkan tangannya untuk kembali ke stang motor, tangan Sema masih melingkar di perutnya. Hangat.
"Makasih." Lirih pemuda itu. Sangat lirih, dibarengi dengan senyuman kecil yang tak terlihat akibat helm full face nya.

KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA [END]
Novela JuvenilEmpat hati yang terjebak dalam kisah rumit asmara masa remaja. Sema, gadis pemula dalam cinta. Yang ia tahu ia mencintai satu orang dalam hidupnya. Tapi itu dulu, jauh sebelum ia sadar terjebak dalam romansa rumit. Haru, baginya menjalin hubungan...