Sema berjalan gontai menyusuri koridor sekolahan. Disampingnya, Haru menatap bingung pada gadis di sebelahnya. Kesibukan akhir-akhir ini, dan juga Keyra membuat Haru jarang bersama Sema. Untuk hari ini, Haru berniat menghabiskan waktu bersama Sema. Dari mulai menjemput sampai mengantarkan pulang. Seperti rutinitas biasa sebelum adanya Keyra.
"Kenapa sih?" Tanya Haru. Pemuda itu menarik tas Sema ke atas untuk mengurangi bebannya. Pagi ini secerah wajah Haru, tapi tak secerah suasana hati Sema. Tamu nya sedang datang, sedari tadi rasanya ingin memarahi siapa saja yang ia lihat.
"PMS ya?" Tanya Haru. Sema mengangguk lemah. Perutnya terasa melilit, tubuhnya terasa lemas. Apalagi mood nya yang tidak baik.
Haru terkekeh, tetapi saat pandangan menatap lurus tawa nya terhenti. Langkahnya pun begitu, mendapati seorang Desta tiba-tiba berada di depan mereka dengan ekspresi wajah seperti biasa.
"Kenapa?" Tanya Haru tidak sabaran. "Gue nggak ada urusan sama Lo." Desta menaikkan sebelah alisnya. "Kalo gitu minggir gue mau lewat." Sahut Haru.
Sema enggan menengahi, cukup lemas untuk sekedar berdiri lama disini. "Gue cuma mau bilang makasih sama Sema karena udah diundang makan malam kemarin." Ucap Desta sebelum melenggang begitu saja.
Sema kira telah selesai semenjak Desta pergi. Jujur Sema ingin segera merebah di meja nya, merasakan nyeri kian menguasai perutnya. Tapi mendadak Haru menariknya menuju ke arah lain. Mengabaikan keadaan Sema yang terbilang mengenaskan itu.
"Haru, kenapa sih?" Tanya Sema sedikit emosi saat keduanya kini malah sampai di Rooftop.
Haru menelisik Sema dari atas sampai bawah. "Gue nggak pernah tau Lo sedekat itu sama Desta, sejak kapan?" Alis Sema tertaut, menatap Haru yang seakan menuntut penjelasan. "Mama yang ngundang Desta, buat ngucapin terimakasih. Nggak lebih." Jelas Sema sesuai apa adanya. Buat apa menutupi atau melebihkan.
"Kok Lo nggak bilang sama Gue?" Haru berucap tajam. Sema yang awalnya memang sudah tersulut emosi tak kalah menatap tajam. Terlebih keadaannya benar-benar tidak bersahabat. Seharusnya Haru tak membahas ini di keadaan Sema yang tengah kedatangan tamu.
"Emang apapun yang Gue lakuin harus laporan sama Lo ya?" Sahut Sema sengit. "Lo siapa?" Tanya Sema. Jujur ia sudah lelah sekali menanggung semuanya. Biar sekalian keluar hari ini. Bahkan Sema tak berfikir sebelum berucap.
"Maksud Lo apa sih? Kita udah sahabatan dari kecil Sema." Haru tak kalah emosi. Nada kalimat pemuda itu naik satu oktaf. Masih menahan diri agar tidak sampai membentak.
"Terus kenapa? Udah Gue bilang Mama Gue ngundang Desta makan malam, cuma itu nggak lebih. Apa masalahnya?"
"MASALAHNYA GUE NGGAK SUKA LO DEKET-DEKET SAMA DESTA! LO HARUSNYA NGERTI!" Sema terdiam sejenak sebelum tersenyum getir.
Ia menatap Haru nyalang. "KALO LO BOLEH DEKET SAMA ORANG LAIN KENAPA GUE NGGAK BOLEH?" Haru terdiam. Netra Sema berkaca, napasnya memburu. Apa ia baru saja membentak Haru?
"Lo egois banget sih? Lo bisa pacaran sana-sini, tapi Gue nggak boleh. Selama ini Gue diem bukan berarti Lo bisa seenaknya." Sema terisak di sela kalimatnya. Dadanya sesak, terlebih perutnya yang tambah sakit. Pusing, lemas. Dan emosi yang semakin menjadi.
"Gue udah pernah bilang kalo Lo nggak suka Gue pacaran Lo bilang. Gue pasti putusin saat itu juga!" Ucap Haru penuh penekanan.
"Terus biarin mereka punya alasan buat nge-bully Gue gitu? Itu yang Lo mau?" Tanya Sema.
"Sema, denger—"
"Gue pikir selama ini Gue baik-baik aja sama titel sahabat. Tapi Haru—" Sema tak kuat melanjutkan kalimatnya. Tangisnya semakin menjadi. Tapi emosinya lebih mendominasi. Ia kembali menatap Haru yang menampilkan raut penuh arti.
"—tapi Gue nggak bisa buat bohongin perasaan Gue sendiri. Gue cinta sama Lo, GUE CINTA SAMA LO HARU!"
Deg.
Haru tertegun, waktu serasa berhenti beberapa sekon. Menatap gadis yang kini menangis pilu karenanya. Haru benci Sema menangis, apalagi menangisinya karena dia. Haru perlahan memajukan langkahnya.
"Sema..." Tapi semakin Haru maju, semakin gencar Sema mundur. Seakan enggan berdekatan dengan Haru.
"BERHENTI DISITU!" Sentak Sema.
"Gue pikir selama ini semua mantan Lo sama aja. Tapi semenjak ada Keyra Gue tau disitu kesempatan Gue udah nggak ada. Dari awal Keyra spesial. Dia spesial." Ucapan Sema melemah di akhir.
"Gue bakal putusin Keyra sekarang juga, maafin Gue." Haru frustasi, ingin mendekap erat tubuh Sema namun gadis itu terus menghindar. Bahkan tak memberi ruang untuk Haru sekedar menyentuh tangannya. "Maafin Gue karena gue nggak nyadar udah nyakitin Lo selama ini."
Sema menggeleng ribut. "Lo nggak bisa ngomong semudah itu. Keyra, perasaan dia bukan mainan Haru!"
"TAPI GUE JUGA CINTANYA SAMA LO SEMA! GUE NGGAK PERNAH SERIUS SAMA MANTAN-MANTAN GUE TERMASUK KEYRA. GUE CUMA CINTA SAMA LO, SELAMA INI PERASAAN LO NGGAK SEPIHAK—"
"STOP!" Sema menutupi kedua telinganya dengan tangan. Matanya tertutup dengan air mata yang tak berhenti mengalir. "STOP BICARA OMONG KOSONG HARU. STOP." Mata Haru berkaca-kaca menyaksikan Sema sehancur ini karenanya.
"DENGERIN GUE DULU!" Haru kini dapat meraih pergelangan tangan Sema. Menggenggamnya erat-erat tak ingin gadis itu menjauh lagi darinya. "Maafin Gue, Gue mohon maafin Gue. Gue emang brengsek, Gue emang egois. Gue cuma nggak mau nyakitin Lo. Gue nggak mau nantinya putus kalo kita pacaran. Gue nggak mau kita jauh. Gue nggak mau Lo deket sama yang lain. Gue emang egois." Haru menunduk, ia pun terisak sekalipun tak sebanyak Sema. Tapi sesak juga melandanya. Melihat tangan mungil yang kini ia gapai.
Sema menyentak lengan Haru membuat pegangan mereka terputus. "Udah cukup Haru, udah. Gue udah capek." Sema mengusap air matanya kasar.
"Kayaknya emang kita harus berjarak dulu."
"NGGAK, GUE NGGAK MAU." Sahut Haru cepat. "Lo boleh pukul Gue, Lo boleh marah, Lo boleh bentak Gue, Lo boleh ngehakimin Gue terserah Lo. Asal jangan berjarak, Gue nggak mau dan nggak mampu. Gue nggak mau Sema."
"Jaga diri Lo baik-baik."
"Gue mohon jangan Sema, Gue nggak mau, Gue bisa mati tanpa Lo." Haru hendak meraih Sema dalam dekapannya namun terlambat, gadis itu sudah berlari menjauh. Membawa sesaknya pergi. Dan Haru hanya bisa menatap nanar tanpa bisa berbuat apa-apa. Tubuhnya mendadak kaku untuk bergerak. Terlanjur sakit melihat Sema menangis karenanya. Haru membenci dirinya kini, ia menjambak rambutnya sendiri dengan kasar.
"Sema..."

KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA [END]
Fiksi RemajaEmpat hati yang terjebak dalam kisah rumit asmara masa remaja. Sema, gadis pemula dalam cinta. Yang ia tahu ia mencintai satu orang dalam hidupnya. Tapi itu dulu, jauh sebelum ia sadar terjebak dalam romansa rumit. Haru, baginya menjalin hubungan...