8. Cemburu dan Sebuah Luka

2.8K 140 0
                                    

"Sumpah Ngga, kamu tadi bisa terangin ke mereka bagus banget. Kenapa nggak jadi guru aja sih bakat gitu" tanya Sakti di sela-sela mengunyah bakso nya.

Jingga mengernyit dengan pertanyaan Sakti. Ia jadi ingat dulu mas Awan yang mendaftar dan memasukkannya di jurusan mas Awan mau. Jingga maunya nggak kuliah tapi mas Awan diam-diam melakukannya. Tapi jadi guru pun bukan cita-citanya. Ia hanya menyukai mata pelajaran akuntansi oleh Bu Iva kardhiana dulu. Entah meskipun njelimet tapi ia menyukainya daripada menghitung matematika atau rumus statistik seperti yang di minta Raka. Ia juga menyukai gaya Bu Iva mengajar jadi tadi dia ingat saja akan Bu Iva.

"Semua orang juga guru buat orang lain kan" sergah nya. Pramuniaga sedang menyajikan es teler durian yang jingga pesan.

"Ngga..." Sakti masih memandangi layar ponselnya.
"Hmmm..."
"Kalau dilihat pas ngajar gini tuh kamu makin cantik tau... Aura kamu terlihat makin menarik" Jingga tersedak, rasanya bakso dengan sambal 3 sendok itu ingin terlempar keluar mulut.

"Siapa yang cantik" tiba-tiba suara yang tak asing di telinga Jingga merusak acara mereka. Si dosen menyebalkan!

"Pak Raka?" Sakti memekik melihat Raka yang sudah ada di depannya, tepatnya disamping Jingga. Jingga menoleh kesamping.

"Bukannya bapak di kampus?" Tanya Sakti heran.

"Belum, saya masih ada urusan dengan kecamatan. Dan beberapa urusan disini"

"Kalian harusnya sibuk survey di hari pertama dan observasi di Minggu pertama KKN. Bukan asik pacaran sama kulineran" mampus! Dasar dosen setan! Ada dimana-mana.

"Barusan dari SMA kok pak, tadi pagi malah udah dari kantor desa" jawab Jingga. Ia sedikit ketus karna acara makan bakso nya terganggu.

"Sakti, sekarang kamu kembali ke posko. Sebelum saya tugaskan kamu mengabdikan diri ke antah berantah selamanya" Sakti mau menghabiskan baksonya yang tersisa tapi takut. Akhirnya tak urung ia mengiyakan saja perintah Raka dari pada kemarahan nya menjadi-jadi.

Jingga gondok setengah mati. Bisa-bisa nya dia mengusir Sakti seperti itu. Raka mengambil duduk di depannya seenak jidat. Beberapa menit, tatapan Raka sangat tajam dan mengerikan bagi Jingga. Ia buru-buru meminum es teler nya untuk menghilangkan rasa takut.

"Pesenin saya bakso sama es teler kayak kamu. Kalau kamu mau bakso lagi, pesan saja!" Sialan! Dia dosen atau tukang keamanan sih. Sukanya perintah-perintah nggak tau diri!. Jingga menghentak-hentakkan kakinya sambil berdiri menuju pramuniaga lalu memesankan yang ia minta.

Pesanan datang. 2 mangkuk bakso. Jingga harus memesan lagi untuk menambah amunisi tubuhnya karna memendam amarah dan dendam dengan Raka butuh kesabaran ekstra.

Ia menambahkan sambal dengan emosi beberapa sendok. Namun dengan cekatan Raka menahan tangannya lalu buru-buru memindahkan mangkuk sambel. Ia tahu kebiasaan gadis itu jika marah dan mengumpat. Bisa-bisa satu mangkuk sambel habis hanya satu mangkuk baksonya.

"Cabe mahal. Kasian" jingga melirik Raka dengan tatapan membunuh. Bisa nggak, kalau dicekik saja.

"Kasian Sakti tau" Raka hanya menggendikkan bahu lalu asik menyantap makanannya. Benar-benar tak punya perasaan

"bayar! Kalau mau beliin teman-temanmu beliin sekalian" Raka memberikan dompetnya setelah menghabiskan baksonya. Jingga mengambil kasar dompet Raka. Rasanya dia ingin menghabiskan seluruh uangnya sampai dia miskin. Sambil menunggu pesanan buat teman-teman nya, Jingga kembali ke tempat duduknya.

Diam. tak ada yang bersuara. Hanya Raka yang sibuk mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja. Jingga jadi heran, dosennya itu bisa jadi sweet banget kayak semalam namun cepat sekali kembali seperti monster.

GRAMMAR IN LOVE (GAGAL MOVE ON) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang