24. Sayang, Tunggu Saya...

2.5K 115 0
                                    

"cepat Jingga, Ini sudah Siang!!" Titah Raka yang membuat Jingga tergopoh-gopoh mencepol rambutnya asal-asalan sambil mengapit tas di ketiaknya dan berlari kecil menuruni tangga yang membuatnya menubruk Raka. Laki-laki itu sedari subuh tadi sudah membuat dunianya rusak dan kalangkabut. Membangunkannya solat, menyuruhnya menyiapkan sarapan padahal sudah ada mbak Sri, memerintah menyiapkan pakaian dan printilan yang akan dibawa ke Nganjuk. Hidupnya benar-benar berubah dalam semalam.

"Rak... Aku benar-benar titip Adekku sama kamu ya. Cuma dia dunia yang aku punya. Kamu tau gimana sayangnya aku ke dia. Hati-hati di jalan kalian berdua ya" pesan Awan sebelum keduanya pergi. Mereka berdua berpelukan erat.

"Tenang Wan, aku udah Janji sama kamu. Jadi akan aku tepati"

Janji? Maksudnya pernikahan ini adalah perjanjian mereka? Oke. Pantas saja dia juga mau menyiapkan pernikahan dengan Bu Sarah. Karna yang terjadi hari ini dengan jingga, semua terpaksa ia lakukan.

Jingga Menatap mas nya lekat-lekat, pria yang telah menjadi teman bertengkarnya sekaligus menjadi wali nya setelah kedua orangtuanya tiada beberapa tahun lalu.

"Mas minta maaf ya dek, kamu harus melalui ini semua. Sekarang sudah menjadi istri Raka. Jalani tugas mu sebagai istri yang baik, jaga nama baik suamimu dimanapun. Akhirnya, beban di pundak mas sekarang berkurang" jingga membelalak

"Emang selama ini aku jadi beban berat di hidupmu apa mas" Awan dan Raka terkekeh melihat gadis itu memberengut manja.

"Nggak... Setelah menikah kamu akan pulang ke rumah Raka. Mas juga nggak ngelarang kamu kesini. Kapanpun kamu mau, rumah ini tetap rumahmu. Tapi ingat, ijin sama suamimu" jingga melirik ke arah Raka.

"Emang ada peraturan begitu? Perasaan kemarin nggak ada obrolan kesitu" jingga menghentakkan kakinya berjalan dan bersungut-sungut ke arah mobil yang di balas kekehan kedua laki-lakinya.

"Adikmu tuh Wan... Kok bisa bentukannya antik begitu"

"Harus sabar ngadepin dia, tolong titip ya"

Raka melajukan mobilnya, membelah jalanan Surabaya yang lumayan padat pagi ini. Baru beberapa menit mobil melaju, namun Sudah beberapa kali Raka melihat istrinya itu menguap di pagi ini.

"Masih ngantuk, hmm?" Ya iyalah tentu saja, semalam di nggak bisa tidur karna harus berbagi tempat tidur dengan orang yang belum siap ia terima sebagai suami.

"Padahal semalem saya belum bikin seremonial apa-apa, kok kesannya kamu kayak habis ngelembur tugas akhir begitu wajah kamu" jingga mendongak, melongo tak percaya. Kata-kata Raka membuatnya merinding.

"Sumpah ya, Aku masih nggak percaya bakal ada pernikahan kayak begini" keluh Jingga.

"Aku percaya" tukas Raka sembari mengerlingkan matanya pada gadis di sebelahnya, menaikkan tingkat pesona yang melekat pada dirinya. Wajah yang berseri, rambut yang selalu rapi dan basah karna gel, namun kali ini bercampur dengan basahnya air wudlu karna dhuha-an sebelum berangkat tadi pagi. Satu kebiasaan yang Jingga tahu tentang laki-laki yang menjadi suaminya itu, ia akan menyempatkan sholat dhuha sebelum beraktivitas. Sumpah, kenapa pemandangan pagi ini membuat Jingga jadi ingin ndusel saja di pelukan pria itu. Eh, apa-apaan ini, kenapa dia jadi berfikir agresif seperti ini.

"Kenapa akhirnya kita harus bersama"

"Ya karna kita berjodoh, sekarang atau nanti tidak ada bedanya. Kita pasti bersama jingga"

"Ck.... padahal kita dalam masa evaluasi, ibaratnya hati aku tuh masih dalam tahap pemulihan, mencoba membangun kepercayaanku ke kamu lagi"

"Bisa kita coba evaluasi tiap malam. Siapa tahu bisa meningkatkan kepercayaanmu padaku" jingga mengerling tak habis pikir, kenapa kata-kata Raka makin menjurus ke arah yang aneh-aneh menurutnya.

GRAMMAR IN LOVE (GAGAL MOVE ON) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang