Bab 6. Kesepakatan

888 77 6
                                    

Rumah megah itu masih terlihat sama saat kali terakhir aku menginjakkan kaki disini. Dingin dan angkuh adalah kesan pertama kali yang ku dapat disini. jelas saja sebagai "tamu yang tak diinginkan" sejak dulu aku tidak pernah diterima dengan baik oleh seisi rumah ini .
"Lio, kok gak kasih tau mama sih kalo bakalan pulang".
Nyonya Kusumajaya sudah bercipika cipiki dengan putra kesayangannya didepan pintu. Seperti biasa aku berdiri bak angin lalu dibelakang hingga keduanya berlalu memasuki rumah terlebih dahulu.
Memasuki ruang tamu pemandangan tak berbeda menyambutku lengkap dengan sindiran dan tatapan tidak menerima dari dua saudara Lio, yah Luca dan Key sama seperti penghuni rumah lainnya menganggapku hanya benalu perusak pemandangan mata mereka.
"Ini pembantu nya kenapa ikut dibawain sih kak ?".
Komentar pertama dari Key, sebagai anak bungsu dan perempuan satu satunya dirumah ini membuat lidahnya sama tajamnya dengan ibunya.
"Eh gak boleh gitu Key, gini gini nih bini abang kita . Limited edition banget gak sih dapet model patung pancoran tuli suara dan buta kondisi kayak gini".
Gelak tawa meremehkan tidak kuhiraukan, aku masih berdiam diri disofa seperti yang dikatakan oleh luca . Karakternya sebelas dua belas dengan kakak sulungnya tidak punya rem kalo ngomong,seenak hatinya mengatai orang lain . Tapi tetap saja itu tidak menggoyahkan tatapanku barang sekedip .
Lio menatapku dengan tatapan berbeda, entah apa yang ada dipikirannya sejak sore tadi. Bertingkah lunak akhir akhir ini membuatku sedikit berpikir bahwa pria yang ku "awasi" ini sedang sakit. Hingga pertemuan kami didepan rumah yang tidak ingin ku kunjungi sama sekali, saat kepanikan ku agak mereda dikarenakan Bik Laras tumbang karena kelelahan, pria itu malah salah tingkah seakan tertangkap basah melakukan hal yang salah . Sebenarnya aku tidak pernah perduli dengan apa yang pria ini lakukan diluar sana selain memenuhi "kesepakatan" awal antara aku dan Anton Kusumajaya ayahnya.
"Noh..ngelamun pula patungnya ..?".
Gelak tawa sinis kembali meramaikan suasana ruang tamu, menarik perhatian Lio dari gelayutan manja  Hikaru dilengannya.
"Berisik aja kerjaannya ".
Kedua adiknya masih misuh misuh ingin meledek ku, sebuah suara tegas menghentikan serangan verbal itu secara sepihak.
"Gia ikuti saya".
Aku mengangguk sopan sebelum mengikuti langkah Anton Kusumajaya memasuki ruang kerja pribadinya.
Pintu dibelakang ku sudah tertutup rapat, dengan tenang mengikuti intruksi tuan rumah yang sudah terlebih dulu menduduki sofa kulit berwarna coklat itu duluan.
"Bagaimana perkembangan Lio akhir akhir ini ?".
"Membaik, beberapa hari ini dia bahkan tidak keluar malam ".
Kerutan didahi pria paruh baya itu terlihat sedikit menegang.
"...Jadi dia tidak berbuat ulah akhir akhir ini atau ini hanya awal sebelum badai ?".
"Saya belum bisa memastikan karena perubahaannya terlalu drastis dan cepat. Tetapi sejauh ini saya bisa memastikan dia tidak berhubungan lagi dengan wanita itu".
"Bagus".
Anton mengangsurkan sebuah map biru terang dihadapanku , tanpa membuka nya aku sudah tau apa isinya .
"Sesuai kesepakatan kita , hari ini tepat dua tahun enam bulan sudah berlalu . Apa rencana mu selanjutnya ?".
"Saya akan tetap di kesepakatan awal. Bagaimana pun sesuai dengan apa yang kita sepakati tugas saya hanya sampai sejauh ini ".
Anton menarik napas panjang dan mengangguk mengerti.
"Lalu bagaimana dengan pernikahan kalian ?".
"Saya akan mengurusnya , anda tidak perlu khawatir soal itu".
"Bagaimana jika Lio keberatan ?".
"Saya rasa orang pertama yang merayakan perceraian ini adalah Lio. anda tidak perlu khawatir saya menyakiti nya".
Anton tersenyum maklum, selama dua tahun lebih mengenal gadis dihadapannya ini ia sudah tahu jika gadis ini sangat profeisional dengan pekerjaannya.
"Apakah kau akan memberitahukan semuanya termasuk kesepakatan kita ?".
"Tidak perlu, lagipula tidak ada hal penting yang perlu diungkapkan".

Keduanya menandatangani dokumen berisi berakhirnya kesepakatan dikedua belah pihak dalam hening.
Selesai dengan semua urusannya, Aku langsung berpamitan dengan "mertua" nya. Saat aku keluar dari ruang kerja langsung berpapasan dengan pasangan bak diberi lem yang lengket kemana mana. Lagi lagi aku  mengabaikan seperti biasa walaupun Lio jelas jelas menatapnya tajam .
Aku memilih untuk duduk ditaman  menikmati semilir angin berhembus.Lampu taman yang temaram membuatku terlihat sangat kesepian.
Pikiranku jelas tertuju ditempat lain, tanpa ia sadari seseorang juga turut memperhatikannya dari jauh .

"Ya Tuhan ngapain kamu ngelamun dalam kegelapan gini. kerasukan ..?".
Aku sedikit memiringkan kepalanya kearah suara bass khas milik Luca. Tanpa melihat pun ia sudah tau siapa yang datang dengan sangat rajin menyindirnya setiap kali menemukan keberadaannya.
Cowok imut itu tanpa permisi menduduki kursi disamping seenak hatinya. Aku masih membiarkannya melakukan apapun ia sukai.
"Kenapa sih kamu kalo ketemu gak pernah senyum. Beban hidup mu berat banget kayaknya ".
"Bukan urusanmu".
Pria itu tertawa terbahak bahak menikmati mimik tanpa ekspresi gadis disampingnya.
"Galak banget, pantes Lio masih ngegandeng Hikaru walaupun kamu gak kalah cantik dengan yang itu. Malah ku rasa kamu ada nilai lebihnya dibanding boneka jepang itu. Kamu lebih...hmmmm... Murni...lebih...".
Aku memilih untuk meninggalkannya yang masih mengoceh panjang lebar perbandingan gadis A dan gadis B . Lagipula aku tidak ingin mengotori telingaku dengan ocehan penuh keburukan orang lain.
"Eh kok main pergi aja, aku kan ngajakin ngobrol loh".
"Sorry aku gak tertarik ".
Luca terlihat sangat tersinggung sekaligus tertantang dengan sikap ku barusan. Ia langsung bangkit dari bangku yang ia duduki sedangkan tangan kanannya dengan cepat menangkap pergelangan tangan kananku untuk menghentikan langkahku meninggalkannya sendirian.
"Lepasin".
"Kamu emosi mulu tiap ku liat. Kurang jatah dari Lio ya ".
Aku mulai memberontak untuk melepaskan tanganku yang digenggam dengan erat .
Semakin aku memberontak semakin erat genggaman pria itu ditanganku, pergelangan tanganku sudah terasa sangat ngilu tiap ku gerakan namun sama sekali tidak mengurangi niatku untuk pergi secepat mungkin.
Tiba tiba ia menarik tanganku dengan cepat, spontan aku yang terkejut terjatuh dalam pelukan kuat Luca. Senyuman miring menyambut saat tatapan kaget dan marah ku layangkan padanya .
"Bangsat, sialan lepasin".
Wajah nya terlalu dekat denganku ,risih dan marah jelas tercetak diwajahku yang memerah.
"Wow.... ".
Entah apa yang ia maksudkan ia terlihat takjub dengan sesuatu yang ada diwajahku dan aku tidak perduli apa pun itu terus menghindari tatapannya yang tiba tiba membuatku jengah.
Cup...
Tubuhku membeku sedetik bibir hangat itu menempel dibibirku sekilas .
Seketika tubuh ku mendidih karena kemurkaan , entah tenagaku yang bertambah karena amarah atau memang Luca yang lengah. Tanganku berhasil ku renggut paksa dari genggamannya sebelum telapak tanganku melayang secara spontan kepipi nya dengan keras.
PLAKKK...
Aku memundurkan tubuhku sedikit menjauhinya ,Luca menyentuh sudut bibirnya dengan santai. Bibirnya malah menampilkan senyum aneh yang ku benci .
"Bajingan".
Luca menatapku antara takjub dan aneh.
"Manis".
Aku masih merasakan amarah menggelegak saat meninggalkan Luca yan masih menatapku penuh senyum diwajahnya.
Memasuki ruang tamu malah mendapati Lio yang termenung menyandarkan diri ditembok .ku abaikan posisinya yang aneh .
"Aku pulang duluan".
"Aku juga".
Tanpa berpamitan aku keluar lebih dulu menuju mobil . Namun ternyata Lio juga mengikuti ku saat aku keluar tadi. Tanpa kata pria itu menyalakan mobil lalu mulai bergerak meninggalkan halaman rumah megah itu.

CINTA KADALUARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang