Mataku hanya bisa mempelototi tubuh Gia yang menghilang didalam arus sungai . Jantung ku terasa sudah meloncat keluar dari rongga dada dan jatuh berguling ketanah melihat tubuh Gia terhempas kerasnya batu cadas yang banyak bermunculan dipermukaan gelombang air sungai yang terlihat sangat deras.
Beberapa detik hanya terisi suara hempasan air sungai dan desau angin yang menerpa dedaunan rimbunnya hutan.
"GIAAA.......GIAAAA..."
Teriakan histeris ku seketika melengking membangunkan kebekuan otak yang kami rasakan saat itu. Aku sudah bersiap melompat menyusul Gia. Namun sayang seseorang menjangkau dan menahan gerakan ku hingga tubuhku hanya terjerembab ke tanah lembab berlumut hijau. Berusaha keras untuk memberontak dan berlari secepat mungkin untuk menarik dan memastikan Gia baik baik saja dengan kedua mata ku sendiri. Sungguh .... seumur hidup, ini pertama kalinya aku merasa ketakutan dengan sangat. Bahkan kemurkaan Pak tua dirumah pun tidak pernah membuatku gemetaran tak karuan . Kepala ku terus berusaha melongo kearah permukaan sungai . Berharap melihat gerakan sekecil apapun dari Gia . Mungkin saja saat ini ia tengah bergulat menyelamatkan nyawanya sekuat tenaga.
"LEPASIN ... LEPASIN AKU BANGSAT..... GIAAAAAAAAA....".
Sayangnya penglihatanku mulai memburam karena terhalang air mata sialan yang entah kenapa malah membanjiri kelopak mataku . Bahkan aku juga tidak merasa sedang ingin menangis tapi anehnya airmata bak badai mengalir deras hingga aku kesulitan untuk melihati permukaan sungai dengan baik.
"Tahan dia... kamu cepat panggil bala bantuan ".
"Akan sangat susah untuk tim SARS masuk kemari pak".
"SAYA TIDAK PERDULI ..SESULIT APAPUN KALIAN HARUS MEMBAWA TIM SARS KEMARI UNTUK MENYELAMATKAN PUTRI KU .PAHAMM".
Teriakan penuh kepanikan semakin membuatku ingin sesegera mungkin melepaskan diri dari kukungan si brengsek yang entah siapa.
Aku bahkan tidak perduli dengan kondisi nyonya Matsushima yang berhasil menjejakan kakinya ditanah terdekat.
"Diaaa.... dia... jatuh... Dia jatuh Reno....".
Suara tergagap itu semakin membuatku merasa amat marah. Wajah pucat wanita paruh baya yang kini dipegangi kuat kuat oleh Reina . Sangat jelas jika tubuhnya bergetar hebat tak karuan . Mata nya menyiratkan ketidakpercayaan dan .... ketakutan. Sungguh aku benci melihat perempuan ini . Rasanya aku ingin mendorongnya kedasar sungai yang sama dengan Gia detik ini juga.
"Mah... tenang. Reno coba cari bantuan ".
Wanita itu hanya menatap kosong kearah putra sulungnya yang bergegas entah kemana . Sedangkan Reina masih mencoba untuk menenangkan ibunya yang sangat syok.
"LEPASKAN AKU BAJINGAN... AKU HARUS MENCARINYA . DIA PASTI SANGAT KESAKITAN SEKARANG... LEPAS.... LEPASKAN AKU BILANG.".
BUGHHHHH...
Salah satu pengekangku terhempas . Salah satu tanganku yang bebas tak ragu melayangkan tinju ku untuk melepaskan sisa pengekang yang membuatku membuang waktu lebih banyak dengan sia sia.
BUGGHHHHH...
Nyeri menyerang ulu hati ku seketika membuatku terjerembab kembali ketanah. Mataku dengan nyalang menatapi arah pukulan itu tadi dan menemukan Reno yang menatapi ku dengan tatapan tegas.
"HAH... PUAS KAN KALIAN... JELAS SANGAT PUAS KARENA ... PENGHALANG KALIAN SUDAH TIDAK ADA. KALIAN SENGAJA".
Kali ini Frans berteriak murka , wajahnya memerah bahkan hingga ke anggota tubuhnya yang lain.
"Jaga mulutmu Frans. Tidak ada gunanya kita membahas dan menyalahkan siapa pun. Kami tidak./..".
Frans tak memperdulikan kalimat Reno . Pria itu hanya melengos dan berlari mengitari biir tebing mencari jalan menuruni kedasar sungai .
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA KADALUARSA
RomanceKeberadaanku tidak pernah diinginkan. Bahkan oleh ibu kandungku sendiri. Hingga nadi kehidupan ini membawaku bertemu dengan mu. Mungkin ini menjadi pelarian terakhirku Karena aku tau semuanya memiliki waktu kadaluarsa . cukup bersabar sedikit lagi...