Riuh suara pengepakan barang membuat kepalaku berdenyut. Memang saat ini masih menunjukan jam kerja jadi tidak heran jika suara suara bising terdengar disekitaran gudang pengepakan. Kepala cabang dan beberapa manager terlihat ikut menyertai dalam rombongan kunjungan kali ini termasuk Lio. Cukup mengejutkan bagi ku saat menemukan ia dibarisan Manager yang berkaitan langsung dengan proses distribusi . Selama ini aku berekspektasi bahwa Lio paling tidak menjabat sebagai Kepala cabang mengingat gaya perlente dan barang barang mewah yang ia gunakan. Terlebih dengan banyaknya wanita disekelilingnya ku pikir ia memiliki jabatan yang oke terlepas dari latar belakangnya. Tetapi kenyataannya berkata lain.
"Pengiriman dilakukan dari jam tiga dini hari hingga jam tiga sore hari. Biasanya karyawan kami sudah siap dipos setiap jam dua pagi. Proses di gudang tidak terputus jadi harap maklum jika kebisingan ini mengganggu anda".
Thomas membuka percakapan yang terlalu didominasi oleh suara kedebam kedebum pengepakan. Salahkan otak ku yang malah fokus dengan jabatan pria yang kini mengekori rombongan dengan setengah hati. Berbeda dengan Lio yang terlihat cemberut menyambut kedatanganku, Thomas terlihat sangat antusias bahkan terkesan berlebihan dalam soal keramahan. Selalu berada disampingku menjelaskan dengan kata kata yang mudah dimengerti, intonasi dan tekanan suaranya pun terdengar sangat berlebihan. Menilik informasi pribadi yang ku terima tadi malam, Thomas berada diusia pertengahan tigapuluh tahunan namun sampai saat ini belum berstatus menikah ataupun bertunangan . Walaupun begitu parasnya bisa dikatakan tidak mengecewakan dengan penampilan rapi dan trendy sayangnya parfumnya terlalu menyengat hingga terasa cukup merusak indera penciumanku setiap kali ia berjarak terlallu dekat.
"Saya mengerti. Lalu bagaimana dengan proteksi apa ada hal yang perlu diperhatikan untuk barang baru..?"
"Soal itu bagaimana jika kita berbincang diruangan saya..?"
Senyum memukaunya tidak mencapai hati ku tetapi aku sangat mengerti gestur menjilatnya yang sangat kentara."Saya lebih senang berbincang dengan segelas minuman. Bagaimana jika kita ke kantin perusahaan..?"
"Ah ide yang bagus. Lita tolong membuat reservasi di.."."Cukup dikantin . Dan saya lebih nyaman jika seluruh manager yang hadir turut serta ".
Seluruh Manager tersenyum menyetujui undanganku kecuali satu makhluk yang terus menatapku seakan ingin melahapku. Aku sangat mengenali sorot mata ngambek khas Lio jadi ku abaikan dia yang terus menerus bercemberut ria.
Rombongan memasuki kantin, lagi lagi Thomas menyiapkan kursi dengan sangat berlebihan. Aku tetapp menduduki kursi yang telah ditarik olehnya demi menjaga muka nya didepan anak buahnya.
"Mau minum apa ..kopi..teh...".
"Tidak terimakasih,saya sudah membawa minuman sendiri".
Aku mengangkat termos minum yang kuk ambil dari tas tanganku berisi teh herbal yang selalu disiapkan Mba Mira setiap jam jam tertentu. Kikuk diwajah Thomas sempat terlihat namun tidak ku perdulikan. Aku juga perlu menjaga kondisiku agar tidak terlalu kecapean. Jika terjadi seperti yang sudah sudah aku juga yang rugi.
Mata ku kembali menangkap raut wajah Lio yang kebetulan mendapat tempat duduk dibagian meja yang tepat dimana aku menghadap. Aku bisa menangkap penampakan lirikan maut penuh kekesalan hampir menyerupai mata juling yang tengah berusaha untuk tidak menatap kearah ku tetapi matanya memiliki kontrol sendiri.
Tanpa sadar hampir menyemburkan teh herbal yang tengah ku hirup perlahan.
"Ada apa bu..?"
"Ah tidak apa apa, hanya kurang hati hati".Keningnya kembali mengerut dan mata menyipit tidak menyenangkan tapi sungguh bisa menghiburku hingga senyum ku terus mengembang sedangkan dipihak sana hampir terlihat kilat menyambar.
"Ah... saya kebetulan tidak memiliki kontak ibu.Apakah saya bisa memilikinya karena anda tidak memiliki sekretaris..?"
Thomas ini memang benar benar tebal muka ya, walaupun aku sudah menolak permintaannya tadi dengan terang terangan tapi kini malah dengan berani berbisik dengan jarak yang cukup dekat. Orang orang akan berpikir kami sudah sangat akrab dengan gestur seintim ini. Lihat saja tatapan ingin tahu dan penasaran yang sudah dilayangkan setiap orang kearah ku secara terang terangan ahh.. tidak.. terkecuali untuk satu orang. Wajahnya semakin terlihat jelek saja ..hahahaaa...."Pak Thomas , anda bisa menghubungi ku melalui kontak kantor ".
"Akan lebih baik jika saya memiliki kontak anda secara pribadi. Saya pikir kita bisa berbincang banyak hal dilain waktu".
Aku terkekeh pelan menyembunyikan rasa jijik yang serta merta mencuat keluar ahh.. aku lupa aku ini kan sangat pintar berpura pura.. Lihat saja yang tertangkap mata bukanlah rasa jijik melainkan rasa akrab dan tak keberatan walaupun aku sudah hampir mendorong kasar dan mengembalikan Thomas yang teramat mencondongkan diri kearahku.
Aku menatapnya dengan senyum .
"Aku tidak memiliki kontak pribadi, tetapi jika anda ingin berbincang banyak hal saya rasa saya bisa memberikan kontak Pak Budi ".
Aku sengaja menoleh kearah Pak Budi yang ditugaskan oleh Pak tua untuk mendampingiku. Siapa yang tidak tahu jika Pak Budi adalah tangan kanan Danu Matshusima sekaligus pebisnis bertangan dingin. Sangat sedikit yang ingin bersinggungan dengannya selain soal bisnis. Pak Budi pun sepertinya mengerti dengan arah tujuan kalimatku karena beliau langsung mengeluarkan kartu nama nya dengan sigap.
"Pak Budi lebih berpengalaman dibanding dengan saya yang masih terlalu hijau. Saya takut malah menyinggung anda kedepannya".
Thomas terlihat seperti menelan kelereng sebesar biji kedondong dengan wajah yang tidak enak dilihat.
"Lagipula Nona Alu tidak memiliki banyak waktu untuk berbincang saya akan menemani Pak Thomas untuk membahas banyak hal menarik jika anda memiliki waktu dikemudian hari".
Nice Pak Budi.. ingatkan aku untuk memberikan Pujian untuknya nanti.
"Saya...."
Tangan ku berkedut saat tiba tiba tangan kanan Pak Thomas dengan kurang ajar bertengker melingkari pundakku dengan sangat intim.
"Singkirkan tanganmu Bangsat".
Suara itu menghentikan segala gerakan apapun yang terjadi ditempat ini. Bahkan reflek ku yang biasanya bekerja dengan baik pun terhentikan oleh kalimat peringatan dengan nada murka sebesar itu.
"Apa..?"
Kerutan tidak senang terlihat menguar dari wajah Thomas seiring ia bangkit dari tempat duduknya. Lio hanya menatapnya seperti harimau ingin menerkam mangsanya.Tanpa sadar aku menelan air liur untuk membasahi tenggorokan yang mendadak terasa kering kerontang. Aku pernah melihatnya marah tapi aku tidak pernah melihat amarah yang begitu besar seperti saat ini terlihat.
"Ah.. aku rasa...".
"Aku bilang berhenti bersikap menjijikan bangsat".
Lagi lagi kalimatku terpotong . Melirik Pak Budi yang merupakan satu satunya yang mengetahui status Lio seakan meminta tolong menghentikan badai yang sebentar lagi akan mengamuk. Pak Budi juga cepat tanggap menengahi namun Pak Thomas yang keburu emosi tidak mengindahkan Pak Budi.
"Kau... ingin ku pecat ya..?"
"Kau ingin memecatku..? Pecat saja. Lalu besoknya aku juga akan memecatmu.Grup Kusumajaya tidak membutuhkan biseksual penjilat tak berguna dan tak bermoral seperti mu"."Hah.. apa yang kau katakan..?"
"Aku mengatakan dengan sangat jelas, jangan bilang jika pendengaran mu juga selembek moralmu".Beberapa manager yang lain segera tanggap menyeret Lio yang memberontak dan bersiap untuk menyerang begitu juga dengan Thomas.
"BAIK. KAU LIO BAJINGAN MULAI DETIK INI KU PECAT".
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA KADALUARSA
RomansaKeberadaanku tidak pernah diinginkan. Bahkan oleh ibu kandungku sendiri. Hingga nadi kehidupan ini membawaku bertemu dengan mu. Mungkin ini menjadi pelarian terakhirku Karena aku tau semuanya memiliki waktu kadaluarsa . cukup bersabar sedikit lagi...