Bab 20. Perkelahian

579 59 1
                                    

Hari sudah menjelang malam saat Frans tergopoh gopoh mendatangiku di paviliun.
"Alu, ikut aku sekarang".
"Ngapain sih kak, aku capek perlu tidur".
"Alu serius kakak butuh kamu sekarang juga. Kalo gak kakak kamu bakalan mati ditempat".
Keningku mengernyit tidak senang.
"Apa peduli ku ".
Sayangnya gerutuan pelan itu tidak terdengar Frans yang terlihat amat panik. Pria berotot itu malah dengan tega menyeretku keluar dari balik kain batik usang . Ia tanpa basa basi menggandeng dan memastikan ku duduk manis di kursi penumpang.
"Mau kemana kak ..?".
"Entar kamu pasti tau".
Mobil bergerak meninggalkan halaman rumah . Aku sedikit merapikan ikatan rambutku yang tadi nya tidak sempat ku lakukan karema tarikan Frans. Aku bisa merasakan kini lirikan Frans terarah padaku yang melipat tangan menatap pemandangan malam diluar mobil yang melaju membelah jalanan.
"Maaf kakak sampe gak sadar kamu masih dalam kondisi tidak siap".
Cicitan penuh rasa bersalah mewarnai setiap kalimatnya.
"Tidak masalah toh udah biasa juga".
Frans meringis tidak nyaman. Sebenarnya tidak bermaksud untuk menyindir tetapi memang fakta nya demikian. Hidup ku ini tidak pernah diberi pilihan hanya bisa menjalani apa yang orang lain tunjukan. Tapi sepertinya Frans menangkap maksud yang berbeda dari perkataanku. Namun aku tidak ingin menjelaskan apapun karena bagi ku tidak ada guna nya menjelaskan sesuatu yang sudah jelas disimpulkan berbeda oleh orang lain.
Mobil terparkir rapi disebuah basement apartemen cukup mentereng. Tempat yang tidak asing namun aku tetap diam tanpa banyak bertanya memasuki lift mengikuti Frans yang terlebih dulu melangkah.
Ting...
Kami keluar dari lift lalu berjalan menuju sebuah unit yang benar benar sesuai dengan memori ku.
Tapi aku memilih untuk tidak bertanya apalagi berkomentar apapun.
Frans mendorong pintu masuk dan benar saja pintu itu tidak terkunci . Aneh sekali...
Diruang tengah kami langsung disuguhkan pemandangan sekelompok orang tengah berkumpul dan diantara mereka wajah wajah familiar juga ada disana. Bahkan satu wajah terlihat bengong membeku dengan tatapan mata tak percaya. Berbeda dengan dua wajah lainnya yang menatap kedatangannya dengan muak dan amarah.
"Ngapain si babu ini sampe sini..?".
Reina memekik terlebih dulu dengan gusar. Iyahhh dia satu satu nya yang berkelamin perempuan didalam apartemen ini tetapi satu satu nya yang memakai kostum yang tidak bisa disebut pakaian.
"Rei stop ngata ngatain Alu kayak gitu. Dan ... Reno sekarang kamu ikut aku pulang kita selesain masalah yang udah kamu buat. Jangan sampe om Danu yang bertindak".
Bukannya menjawab Reno malah menyilangkan kakinya dengan arogan lalu menatap Frans dan aku yang berdiri menghadapi mereka . Segerombolan orang berbadan besar dan bertato terlihat menyingkir dibelakang Reno layaknya bawahan menunggu perintah. Tatapan bwngis terpancar dari mereka dengan jelas. Saat melihat gerombolan ini aku sudah mengetahui dengan jelas maksud Frans menyeretku kemari bahkan hanya dengan memakai baju usang dan joger batik yang udah hampir memiliki tambalan disetiap sisi .
"Terus mau kamu apa kalo aku gak mau..?".
"Ren, bertindaklah layaknya pria dewasa".
"Dewasa...?.. hahahahahaa... Seharusnya kalimat mu itu kamu ucapkan didepan Papa kakak sepupuku tercinta. Jika saja papa tidak berulah dengan memasukan nama si babu tengik ini sebagai salah satu pewaris dari kerajaan bisnisnya. Aku juga gak akan berulah ".
Aku menatapnya datar sedangkan Frans terlihat amat geram namun ia tetap menjaga sikap nya walaupun ia mulai ikut terbakar emosi.
"Dan baguslah mangsa nya datang sendiri. Jadi anak buah ku tidak perlu repot repot untuk mengincarmu dijalan".
"Apa maksud mu Ren ?".
Frans langsung mengambil tindakan dengan menghadang tubuhku dari penglihatan komplotan itu.
"Nah... Kawan kawan, ini lah mangsa kalian. Kalian bisa bereskan sekarang dan... 500 juta ini akan langsung berpindah kepemilikan".
Wajah bengis Reno benar benar tidak asing. Dulu juga dia pernah melakukan cara ini tetapi sayangnya dia tidak berhasil. Tetapi harus ku akui saat itu kondisiku prima tidak seperti sekarang serba terbatas. Ditambah kurangnya latihan ,otot dan kekuatan ku tidaklah dalam kondisi sama seperti dulu.
Aku bersiap hendak berlari menuju pintu keluar yang berada tidak jauh dari ruang tengah tepat dibelakangku. Namun sayangnya gerombolan pria itu tidak membuat pergerakanku mudah. Seseorang mulai menyerangku dengan membabi buta. Dengan sigap aku berguling menghindari tendangan dan tinju yang diarahkan padaku. Sekilas aku bisa melihat Frans juga tengah berjuang namun 6 orang bukanlah lawan sepadan yang bisa ia atasi sendiri.
Brugghhhh.... Buk ...buk...buk....
Tendangan bertubi tubi menyambutku namun aku dengan lincah berkelit dan menghindari pukulan demi pukulan yang dilayangkan tiga orang mengeroyok ku dari segala penjuru arah.
PRANG........ duk.......
Satu orang tumbang terkena seranganku . Pria itu mwnggeliat kesakitan dilantai. Dua orang lainnya yang melihat temannya terkapar malah semakin bersemangat menghajarku.
"BANGSATTTT....".
Dua orang maju bersamaan , aku sudah dalam posisi siaga dengan cepat menyerang sebelum keduanya sempat melakukan serangan lagi.
Frans sudah terpojok oleh dua orang lainnya. Satu orang sisa nya muli mengincarku .
Sreeeettttt... Benda berkilau terlihat menari di salah satu tangan . Aku berusaha untuk tenang menghadapi lawan . Sedangkan pria lain yang dari tadi hanya berteriak stop setelah membeku hampir semenit perkelahian.
Pria itu berlari dengan kekuatan penuh untuk menusuk benda tajam itu padaku. Aku menghindar dengan gesit lalu dengan cukup terampil merebut benda tajam itu dari tangannya dengan mulus mendaratkan tendangan kedagu dan ulu hati penyerang .
"Ada lagi yang ingin duel ?".
Apartemen itu memang bak kapal pecah sekarang. Banyak hiasan dinding dan meja kaca yang pecah berserakan. Aku mengusapi sudut bibirku yang terasa panas dan nyeri dengan jari tengah ku. Saat aku melihat sepercik darah dijari ku sederet kata makian segera keluar dari mulutku.
Dua orang lagi yang juga sudah dalam kondisi babak belur terlihat berpikir panjang untuk kembali menyerangku.
"Hayoo ".
Aku sengaja memancing emosi lawan yang tersisa dua orang itu untuk menyerangku. Padahal perutku sudah terasa amat nyeri karena gerakan gerakan mendadak yang ku lakukan. Tubuhku memang tidak lupa dengan gerakan yang sering ku lakukan tetapi tidak dengan kondisi kesehatan fisik ku. Kram dibeberapa bagian tubuhku benar benar menyiksa walaupun wajahku terlihat datar dan dingin.
"Heyyy kalian mau kemana..? Bereskan dia ".
Reno berteriak gusar saat melihat salah satu anak buah nya sudah ingin meninggalkan apartemen itu .
"Apa lagi kalian tunggu...? Bunuh dia".
Kali ini Reina yang berteriak marah.
"Maaf bos, kami tidak mau mengambil resiko".
Kedua penyerang yang tersisa berlari keluar dari apartemen tanpa mengingat kompensasi yang dijanjikan.
"GOBLOK".
Raung kemarahan dari Reno benar benar memenuhi ruangan. Tepat saat itu seseorang memakai seragam polisi menyerbu masuk.
"JANGAN BERGERAK".
Aku diam diam memutar bola mata, setelah apa yang terjadi pihak keamanan baru muncul sekarang.
Segerombolan pihak keamanan memasuki ruangan dan segera mengamankan beberapa orang preman yang masih mengeluh kesakitan dilantai.
"Sebaiknya kalian mengikuti kami kekantor polisi untuk dimintai keterangan".
Reno seperti biasa menolak namun segera bungkam saat salah satu pihak keamanan memborgol tangannya lalu menyeretnya pergi. Reina cemberut mengikuti jejak kakaknya keluar dari ruangan.
Aku masih mengatur napas saat semuanya terjadi. Karena kepalaku sekarang benar benar terasa amat pusing.
"Kamu.....".
"Kamu gak papa..?".
Frans mendekatiku yang masih berusaha untuk melawan rasa tidak nyaman yang semakin terasa meningkat.
Aku mengangguk pelan tetapi berikutnya tidak bisa ku tahan lagi saat pusing itu kembali menyerang dengan kuat. Yang kurasakan adalah tubuhku ambruk dilantai dengan Frans berusaha menopang tubuh bagian atasku agar tidak menghantam lantai.  Berikutnya hanya gelap dan suara teriakan yang semakin sayup di telingaku.

CINTA KADALUARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang