Bab 32. Sebuah Alasan

519 44 1
                                    

Aku merapikan beberapa anak rambut yang mulai mencuat keluar setelah mengikatnya barusan. Blazer krem yang pakai terasa menyesakan dan berhasil menarik perhatian Frans walaupun itu bukan tujuan ku .

"Pak tolong turunkan suhu nya ".

"Kau tahu suhu dingin tidak bagus untuk paru paru..?"
"Kau terlihat kepanasan"

"Aku tidak, hanya tidak nyaman dengan pakaian ini".

Perlahan aku melepaskan blazer dari tubuh ku lalu melipat dan menaruhnya disampingku.

"Aku pikir kau tidak perduli dengan Reno".

"Memang tidak".

Perhatian ku terfokus dengan pemandangan diluar sana.

"Tapi kurasa kau baru saja melindungi kakakmu".

Aku tidak menjawab komentar Frans barusan.

"Ah... atau sebenarnya kamu sedang menarik ulur ..?"
"Kau tahu tidak ada hal baik bagiku didunia ini".

"Kenapa kau selalu mengatakan begitu..?"
Aku masih terfokus dengan hal lain diluar sana. Aku tidak ingin memikirkan apapun yang baru saja ku lalui beberapa jam lalu. Pertama kali mengikuti rapat Direksi bukan berarti aku tidak mengerti apa yang terjadi disana. Sedikit banyak aku mulai mencari tahu tentang Grup Matsushima saat Frans terakhir kali membicarakannya.Bukan karena aku tiba tiba tertarik tetapi lebih karena ... aku ingin tahu alasan Pak tua itu mengalihkan hampir seluruh hartanya diatas namaku yang sangat jelas dalam kondisi sekarat. Dan sejauh ini sejarah kepemimpinan didalam kerajaan bisnis ini membuat mataku sepenuhnya terbuka. Terlebih jalannya rapat tadi membuatku hampir tertawa karena jelas jelas rencana Pak tua itu ternyata sangat memuakkan seperti biasa.

"Ada sesuatu yang ku lewatkan..?"
"Tidak ada apa apa. Akan ku urusi sendiri".

"Alu.... ".

"Frans ku harap kamu tidak terseret dalam masalah ini".

Kening Frans mengkerut tidak mengerti.

"Aku tidak mengerti maksudmu".

"Baguslah, jika harus ada pihak yang dikorbankan maka aku adalah orang yang tepat untuk itu".

"Alu, jangan membuatku bingung".

"Untuk sekarang usahkan jangan terlibat apapun dengan Reno . Biar aku saja".

Frans tertegun mendengar ucapanku tapi ia tidak mengatakan apapun selain menatapku dalam. Aku pura pura tidak menyadari arti tatapannya saat ini. Sama seperti aku yang pura pura tidak mengetahui maksud pak tua menjadikan ku batu loncatan untuk putra sulungnya.

Awalnya aku sedikit merasa sakit hati, hingga akhir aku masih saja dimanfaatkan dengan kejam . Bahkan oleh orang tua kandung ku sendiri tanpa permisi dan basa basi. Tapi.... seiringnya waktu aku kembali harus membiasakan diri dengan segala hal tidak baik itu dan.... kini aku baik baik saja menjalankan peranku. 

Dunia perduitan memang sekejam itu pemirsa, tidak mengenal kawan apalagi lawan. Semuanya disamaratakan hanya untuk mencapai tujuan yang diinginkan .Walaupun harus menginjak dan mengorbankan pihak lain.

Dugggggg.....

Langkah ku terhenti tepat dipintu masuk saat sebuah foto dilempar tepat menabrak wajahku . Mata ku mengikuti arah datangnya benda itu dan berakhir dengan wajah murka Reina diujung sana.

"Aku tahu kamu itu munafik dan tak tahu malu. Tetapi aku tidak menyangka jika kamu serendah ini ".

Tanganku memungut selembar foto yang banyak berserakan diatas kakiku. Menatap datar pada lembaran gambar yang menampilkan wajah Lio dan aku... berciuman..???!! Ah... aku ingat ini saat Lio menyentuh ku dengan menjijikan di lorong diskotik.

CINTA KADALUARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang