Bab 28. Kejujuran Hati

718 58 1
                                    

Berhari hari berlalu dalam kondisi berbaring benar benar tidak mengenakan. Dan ditambah aku harus mengikuti beragam prosedur yang diawasi langsung oleh pria tua itu dengan ketat. Banyak makanan tidak bisa ku makan, tidak boleh terlalu banyak bergerak,tetapi bukan juga boleh berbaring terus. Ahhh rasa nya seperti hewan peliharaan..
Setelah berbulan bulan terbaring akhirnya hari ini aku boleh berjalan barang sebentar.
Dan kejutan lainnya, Reno belum kembali setelah aksi mogok nya hari itu. Sikap permusuhan jelas dilakukan ibu dan anak terhadapku tetapi sejauh ini belum ada tindakan anarkis yang kurasakan. Pak tua dan Frans silih berganti mengurus dan menemani ku sekalipun sudah ada seorang perawat yang menemani setiap waktu.
Aku tidak ingin berpikir banyak biarlah berjalan seperti air mengalir. Untuk apa menyia nyiakan waktu hanya untuk memuaskan ego gila mereka. 

"Maaf nona, ini ada titipan tuan besar untuk nona".

Mba Mira perawat yang ditugaskan merawatku meletakan sebuah kotak ditengah tengah tempat tidur setelah aku menghabiskan beberapa suap sup herbal yang selalu tersedia setiap pagi.

Mba Mira membiarkan ku sendiri setelah meletakan benda itu.

Perlahan aku mendekati kotak berpita bak hadiah ulang tahun. Membukanya dan menemukan gaun selutut yang terlihat cukup ... mahal. Aku tidak bisa mengatakannya sebagai pakaian yang indah , aku bahkan tidak bisa membandingkan keindahan apapun. Bagi ku semua barang dinilai dari fungsinya bukan keindahan. Pakaian tetaplah pakaian tidak ada penilaian lain selain untuk menutupi tubuh.

Perhatianku teralihkan oleh kartu putih tulang yang terselip dibagian pinggir kotak.

 ".  Mungkin terlalu berlebihan jika mengucapkan selamat ulang tahun , tetapi ku harap kau menyukai gaun ini".

Aku mengembalikan kartu dan meninggalkan benda itu kembali ketempatnya. Perlahan aku kembali menduduki kursi dibalkon kamar memandangi langit yang hari ini terlihat sangat biru dan bersih.

"Hhmm ku lihat Om Danu sudah mengirimkan kado nya".

Aku tidak menoleh walaupun Frans sudah sedari tadi berada disampingku bahkan sudah memberikan sapaannya setelah berdiam beberapa menit.

"..... Ah apa kau bosan..?"
"Apa aku terlihat begitu..?"
"Yupp... kegiatan mu hanya memandangi langit setiap hari. Kalau aku sudah tentu mati bosan".

"Tidak juga, berpangku tangan adalah kemewahan yang luar biasa bagiku. Kau sendiri tau itu".

Frans berdehem , seperti sudah sangat memahami setiap kalimat sarkas yang selalu ku sebutkan.

"Hmmm... bibi bibi rekan kerja mu kemarin sempat bertanya kabarmu".

.......

".....Aku bilang kamu masih masa pemulihan jadi belum bisa keluar menemui mereka. Mereka terlihat sangat mengkhawatirkanmu.. Ahh.. mereka juga menitip salam untukmu".

"Jawabanmu cukup baik tapi tidak sesuai fakta yang ada".

"Alu..".

"Pak tua itu hanya berusaha untuk menambah masa hidupku tetapi aku tau tidak akan ada kata sembuh untuk ku. Jadi jika nanti ada yang bertanya soal aku katakan saja aku sudah tidak ada".

Kalimat terpanjang namun membungkam mulut Frans cukup lama.

".... Apa kamu masih belum bisa menerima keluarga mu...?"
"Keluarga adalah orang yang selalu ada untukmu dan selalu menjadi tempat teraman didalam hujan peluru sekalipun. Tapi aku tidak pernah merasa seperti itu dirumah ini".

CINTA KADALUARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang