Bab 22. Pengakuan yang tidak diinginkan

741 62 2
                                    

Aku menghadap jendela dengan tirai yang sengaja ku buka lebar. Membiarkan hembusan angin malam mempermainkan rambutku yang sengaja ku urai karena masih terlalu basah untuk ku ikat.

Tadi siang aku memaksa untuk pulang dari RS. Serius suasana di rumah sakit membuatku semakin membuatku merasa tidak karuan. Tuan Danu memperbolehan ku pulang namun dengan syarat aku harus menuruti setiap perkataannya dan dengan polosnya aku menyetujuinya dan... tidak ku sangka kalimat itu menjadi bumerang bagi ku. Aku tidak diperbolehkan untuk kembali menempati paviliun sebagai ganti nya aku ditempatkan dikamar ini. Bukan nya aku tidak menyukai kamar ini tetapi aku lebih mengutamakan kenyamanan untuk bernapas. Saat aku memasuki kamar ini pun rasa nya aku kembali harus mendapatkan pelototan tidak nyaman dari anak anak yang merasa aku merebut kasih sayang orang tuanya secara sepihak.

tok..tok..tok..

Aku tidak menjawab aku sedang tidak ingin berbicara dengan siapa pun termasuk orang yang sekarang ada dibalik pintu.

"Alu... kakak masuk ya".

Suara Frans tapi tetap ku abaikan ia walaupun saat ini ia meminta ijin dari ku.

Frans menghela napas panjang saat mendapati kediaman ku walaupun begitu ia tetap mendekati ku yang masih menikmati suasana malam diluar sana.

"Alu gak sehat buat kamu lo udara malam kan dingin. Kamu juga masih dalam keadaan kurang sehat".

"Menurut kakak ini salah siapa..?"
Ringisan terlihat diwajahnya yang sudah mengambil tempat disampingku .

"Maaf Alu, sekejab kakak lupa kalo kamu gak bisa sebebas dulu. Di otak ku hanya kamu yang bisa kakak andalkan dalam kondisi seperti itu".

Nada lirih nya sedikit menyentuh hati ku yang terlanjur dingin.

"... Tapi kamu juga jangan terlalu memaksakan diri lagi. Kamu bisa bersandar padaku kapan pun kamu mau".

"Bersandar adalah hal yang paling ku hindari. kamu tau sendiri alasannya kenapa".
"Alu ... aku tahu apa yang kamu lalui selama ini memang berat . Tapi bisa kah kamu membuka hati mu untuk mempercayai orang lain".

"Hati ku terlalu hambar untuk percaya kak".

"Alu jika kamu terus menerus bersikap begini akan mempersulit diri kamu sendiri".

"Mempersulit ya...? tapi bagi ku bersikap begini hanya untuk mempertahankan sisa sisa kehidupan yang mau tidak mau harus aku jalani".

"Apa maksud kamu..?"
"Kakak tahu sendiri kondisi ku seperti apa. Sejak tangan kaki ku merah mereka sudah memperlakukanku bak benalu tak tahu diri. Lalu memanfaatkan ku sedemikian rupa tanpa perduli bahwa perlakuan mereka memperpendek umurku secara tidak langsung mereka membunuhku secara perlahan. Lalu sekarang aku juga harus bersandar dengan sisa umur yang tidak seberapa...?"
Frans terdiam dengan serentetan kalimat yang juga melukai diri kusendiri.

"Tapi Om Danu berubah , ia mengakui kesalahannya . Dia ingin kamu..."

"Lalu jika dia berubah apakah merubah kenyataan yang selama ini aku jalani ...?"
"Memang tidak merubah apapun, tapi paling tidak kamu memiliki tempat untuk pulang dan bernaung sekarang. Aku tahu memaafkan memang sulit dilakukan apalagi melupakan apa yang terjadi padamu. Tetapi berusahalah untuk membuka hati mu untuk kebaikan mu juga".

"Kebaikan...??? Aku tidak tahu itu apa".

Tiba tiba perhatian kami teralihkan oleh teriakan cukup keras dari arah halaman depan rumah. Kebetulan kamar ini menghadap langsung kearah halaman . DIsana terlhat jelas dua orang sedang berselisih pendapat. Pria paruh baya terlihat amat geram dengan pria muda yang merupakan anak sulungnya yang pembuat onar.

"Papa sudah meminta mu untuk menyelesaikan persoalan yang kamu perbuat Reno. Ternyata kamu malah menambah masalah yang tidak perlu".

" Semuanya karena papa. Kalau saja...".

"Jangan malah menyalahkan orang lain atas tindakan kamu".

Reno malah tertawa terbahak bahak namun ekspresinya malah mengatakan sebaliknya. Keduanya sama sama terbakar amarah . Nyonya Matsusima sudah bersimbah airmata berdiri diantara keduanya sembari berusaha untuk menenangkan .

"Papa sendiri yang menyebabkan semua ini. Aku tidak sudi .. TIDAK PERNAH SUDI JIKA ANAK HARAM ITU MEMASUKI RUMAH INI. PAPA MALAH MEMASUKAN NAMANYA SEBAGAI SALAH SATU PEWARIS ...".

PLAAKKKKKKK....

Suara terkesiap dan pekikan terkejut terdengar jelas hingga kearah kamar. Wajah Reno sampai berpaling diakibatkan kerasnya pukulan yang mendarat diwajahnya. Danu Matsusima terlihat amat murka hingga seluruh tubuh bergetar karena menahan amarah. Wajahnya memerah dan melotot tdak menerima kalimat yang baru saja anaknya ucapkan tepat didepan wajahnya.

"Kamu... Jangan berani berani menyebutnya anak haram bajingan".

Jari telunjuk yang Danu arahkan pada Reno terlihat bergetar tidak karuan sedangkan yang sempat tidak menyangka mendapatkan tamparan terlihat sangat sakit hati.

Mata nya tidak sengaja menangkap penampakan kami yang tengah menonton drama yang terjadi dihalaman. Seringai muak terlihat di bibirnya yang sedikit mengeluarkan darah. Pria itu hanya menatapi ku dengan tatapan penuh dendam . Aku menatapinya dengan datar tidak memberikan respon apapun pada nya yang segera melangkah pergi dari hadapan sang tuan besar.

"Mau kemana kamu...?"
"Pergi. toh aku sudah tidak diinginkan disini".

"Reno.. dengarin mama dulu nak. Coba lah mengerti..".

"Mengerti apa Ma...? Mengerti kelabilan sikap Papa maksud Mama !!!. Aku gak bisa ngerti kalo itu. Mama tau kenapa hmmm..?"
"Nak  jangan begini.. Soal daftar pewaris itu mungkin saja kamu salah ...".

"Salah apa nya Ma.. ? Jelas jelas Pak Bowo pengacara Papa sudah mengklarifikasi itu didepan kedua mata ku sendiri".

"Memangnya apa hak mu untuk mengatur siapa saja yang mewarisi harta yang ku hasilkan dengan darah dan keringat ku sendiri hmm... APA HAK MU BAJINGAN..?"

"Pa sudahlah..".

"Kamu jangan ikut campur Mayumi. Dan kamu Reno , pergilah jika kamu ingin pergi dan jangan pernah berharap kamu akan mendapatkan sepeserpun dari harta ku ".

Mayumi menyeret anak sulungnya untuk memasuki rumah dengan susah payah untuk menghindari amukan Danu Matsusima . Ia tidak ingin jika salah satu anaknya dicoret dari daftar penerima hak atas harta suami nya saat ini.

"Kakak lihat kan, semuanya akan disalahkan padaku. Apapun yang terjadi dirumah ini semuanya adalah salahku. Bahkan sejak kelahiranku pun dimulai dari sebuah kesalahan. Dan entah kenapa aku lah yang menanggungnya untuk seumur hidup".

Frans tertegun mendengar ucapan ku yang sangat menggambarkan fakta. Tanpa menghiraukan kehadiran Frans aku menuju ranjang lalu berbaring dan menarik selimut. Drama dihalaman juga telah usai. Tanpa banyak berkomentar Frans keluar dari kamar ku . Ia sempat menatapi kusdemikian rupa sebelum akhirnya menutup pintu dibelakang tubuhnya.

Aku tahu Frans menyayangiku tetapi kesakitan ini hanya aku yang tahu betapa buruknya perlakuan mereka. Tidak ada kata yang bisa menawarkan kesembuhan bagi ku apalagi kenyamanan. Jika saja bunuh diri bukanlah tindakan dosa besar mungkin saat ini aku telah lama terkubur berkalang dengan tanah.

Harta ...? Pengakuan...?? aku tidak lagi butuh itu. Yang ku butuhkan hanya kenyamanan dipenghujung usia yang ku miliki. Kenapa begitu..? karena aku sangat menyadari kondisi tubuhku yang semakin ringkih , kulit ku sudah mulai terlihat tidak normal, atau mimisan yang ku alami setiap kali kelelahan . Walaupun aktifitas yang ku lakukan tidaklah semelelahkan orang pada umumnya.

Yang ku tahu aku tidak lagi memerlukan pengakuan apalagi kasih sayang. Aku sudah merasa cukup dengan kehadiran Mbo dan kini aku juga sangat ingin tenang seperti nya.


CINTA KADALUARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang