Bab 37. Suami istri..?

611 46 0
                                    

Menyantap makan siang ditengah kantin perusahaan seperti ini cukup menjadi pusat perhatian para karyawan. Lihat saja yang tadinya ramai kini banyak sekali meja kosong disekitar tempat yang tengah kami duduki. Yuppss hari ini Direktur Utama Grup Matsushima dan Grup Kusumajaya bertemu dengan dalih makan siang. Namun sebenarnya untuk menjalin kerjasama dengan ku yang dinobatkan sebagai calon Direktur cabang perusahaan yang 'kebetulan' memiliki jalinan kerjasama yang erat karena menjadi poros akomodasi Grup Kusumajaya.
Terakhir kali aku berhadapan dengan tuan Anton Kusumajaya untuk mengakhiri kesepakatan kerjasama dan... Saat ini aku kembali terlibat 'kerjasama' dengan orang yang sama. Bersyukur selama perbincangan berlangsung Anton Kusumajaya sama sekali tidak menampakan gelagat mengenaliku. Walaupun 'bayi' besar yang dulu ku jaga mengintip terang terangan mempelototi kami dari pintu masuk.
Berapa kali temannya menariknya dari posisi yang tidak menyenangkan untuk dilihat dan berakhir berdiri dibalik kaca transparan disampingnya. Layaknya penampakan hantu gentayangan ia menempelkan wajahnya hingga tercetak jelas disana.
Hahh... Dia tetap saja tidak berubah.
"...... Alu, bagaimana menurut mu..? ".
Aku tersenyum walaupun aku tidak yakin senyum ku ini terlihat menyenangkan tertangkap mata orang lain .
" Maaf sebelumnya, kalau boleh jujur kondisi saya belum bisa memutuskan sesuatu . Tetapi jika Pak Direktur mempercayakan kepada saya tentu ini menjadi suatu kehormatan untuk saya terlibat didalam keputusan penting ini".
Tiba tiba handphone pak tua berdering, ia permisi sebentar untuk menerima telepon agak jauh keluar dari cafetaria.
"Saya cukup terkejut mengetahui latar belakangmu".
Perhatianku terfokus kepada Pak Anton Kusumajaya yang menatap ku lurus. Kali ini tidak ku temukan sinar angkuh seperti setiap kali menatapku dulu. Aku tetap menatapnya datar seperti biasa, bagiku saat ini dan di situasi ini aku tidak ingin memainkan peran apapun didepan tuan besar ini.
" saya rasa anda sedikit waspada terhadap saya saat ini".
"Siapa yang bisa menyangka jika ternyata kamu memiliki harimau besar dibelakangmu".
Aku tidak menjawab apapun dan tidak ingin melanjutkan basa basi ini lagi lebih lama.
".... Ah saya perlu mengapresiasi kerapatan mulut mu pada Lio".
" Tidak ada yang perlu saya katakan tentang itu".
"Sepertinya tidak bagi Lio".
" itu bukan urusan saya".
"Yahh harus saya akui itu diluar kesepakatan.... ".
Melipat kedua lengan didepan dada dan menyilangkan kaki ku ,menatap tajam pada tuan besar yang berusaha mengorek hal yang menurutku tidak penting lagi untuk dibahas. Sepertinya ia mengerti dengan gestur tubuhku dihadapannya.
" Ah maafkan saya, saya tidak bermaksud untuk tidak profesional ..."
"Percaya sama saya ,membicarakan masa lalu itu tidak ada manfaatnya".
Tepat saat itu Danu Matsushima kembali memasuki cafetaria dengan raut wajah datarnya.
" Maafkan saya, ada urusan mendadak yang harus segera diselesaikan. Alu kamu bisa mengambil alih dari sini. Bagaimana? ".
Aku mengangguk mengerti, apa sulitnya menjalani peran ini? Toh ini hanya kamuflase dan itu pun sementara. Semuanya sudah deal dibalik layar. Tiba tiba aku merasa cukup lucu dikondisi seperti ini.
" Pak Danu, saya minta maaf tidak bisa menyelesaikan pertemuan kita. Sesuatu terjadi diluar kendali jadi semuanya saya serahkan kepada calon direktur kami yang baru. Tidak masalah bukan? ".
" Tentu, saya rasa tidak ada alasan untuk menahan anda lebih lama. Saya yakin Ibu Alu orang yang sangat kompeten dalam bekerja".
Kata tersembunyi itu berhasil menarik senyum ku lebih lebar. Lagipula aku tidak peduli dengan kerutan ingin tahu yang kini menghiasi kening pak tua lainnya.
Pak Danu sudah berlalu meninggalkan ku bersama dengan Pak Anton yang kini sangat profesional. Ia tidak lagi membahas tentang "kerjasama" kami dimasa lalu dan aku cukup bersyukur soal itu.
"..... Baiklah, jika diperlukan kami bisa mengirimkan sample barang untuk mempermudah alur ekpedisi nanti".
" Saya berterimakasih tapi saya sudah mempelajari rute, waktu, dan berbagai sample kecuali jika ada barang baru yang akan dimasukan dalam pembaharuan kontrak. Selain itu saya rasa tidak perlu menambah prosedur yang tidak diperlukan".
Pak Anton terlihat cukup puas dengan jawaban yang ku katakan sehingga terlihat mengangguk beberapa kali. Sekretarisnya terlihat sibuk mencatat di buku agenda ditangannya. Walaupun ia duduk di meja samping sedikit berjarak dari posisi kami, sepertinya tidak mempersulit nya dalam bekerja.
"Ah.. Kalau bisa kami ingin meminta kontak ibu agar mudah untuk berkomunikasi..? ".
Sekretaris juga cekatan dalam bekerja.
" Maafkan saya  anda bisa menghubungi ke nomor kantor yang lama jika ada hal yang penting. Saya tidak memiliki kontak pribadi karena alasan tertentu".
Sekretaris itu mengangguk mengerti namun aku bisa melihat tanya dimata Pak Anton. Dalam kondisi demikian ekspresinya sangat mirip dengan si'bayi' besar.
Ngomong ngomong soal bayi besar, orang yang dimaksud tengah beranjak menuju kemari. Pak Anton sepertinya sengaja memberi kesempatan pada anak nya yang terlihat sangat gatal sejak tadi.
"Baiklah saya rasa pertemuan kita cukup".
Aku mengangguk sembari ikut berdiri mengantarkan kepergian pak Anton dan sekretaris nya . Dan benar saja bayi ini tiba tepat waktu didepan ku.
Aku menatapnya datar seperti biasa. Sepertinya aku sedikit terhibur dengan kemeja putih yang digulung hingga kesiku khas Lio seperti biasa ku temui saat ia pulang kerja. Rambutnya juga sedikit panjang beberapa senti meter dari biasanya.
Aku duduk kembali dan ia mengikuti ku tanpa bertanya walaupun wajahnya menggambarkan hal sebaliknya.
" Kamu ngapain kesini...? ".
" Rambutmu sedikit lebih panjang ya.. "
"Hah... Oh... ".
"... Celana khaki mu tidak cocok dengan mu. Kamu keliatan kumal pakai warna itu".
" Benarkah...? Hah hei... Kamu gak jawab aku loh.. ".
" kenapa masih bertanya sesuatu yang sudah jelas".
"Oke... ".
Lio menggaruk kepalanya sebentar sembari memejamkan mata nya sekejab. Tanpa sadar aku memiringkan kepala dan menaikan alis saat melihat tingkahnya yang tidak biasa. Lio yang ku tahu adalah sosok yang mudah sekali meledak karena ketidaksabaran nya. Tetapi sosok didepanku terlihat sangat hati hati memilah kata.
"Kenapa nomor mu tidak bisa dihubungi... ? ".
" Kamu menghubungiku...?".
"Apa aku perlu bertanya dua kali..? ".
" Aku tidak memakai handphone ".
Wajahnya terlihat lucu saat mendengar jawabanku. Entah apa yang ia pikirkan saat mendengar jawabanku barusan yang jelas sangat terlihat konyol.
" Lalu bagaimana aku menghubungimu..? "
Aku kembali melipat lenganku didepan dada. Kali ini kami saling bertatapan dengan pikiran masing masing terhadap lawan bicara.
"Apa ada yang penting..? ".
" Apa harus ada hal penting untuk ku menghubungi istriku sendiri..? ".
" istri..? ".
Kerutan dikening Lio menandakan nya ia tidak senang.
".... Aku suka itu".
" Apa maksud mu..? "
"Suami istri.. Aku suka istilah itu".
" Apa kau memang seaneh ini".
Aku tersenyum.
"Kau tidak pernah menyebut kata 'kita' sebelumnya. Apalagi suami istri sedikit lucu ditelingaku".
Lio tertegun entah apa yang ia pikirkan. Yang jelas ia terlihat baru saja ditampar seseorang tepat diwajahnya. Apa aku keterlaluan...?.

CINTA KADALUARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang