11. Marah

1K 81 6
                                    

Amarah masih menggelegak didada ku ,sialan. Karena rasa bersalah aku berniat memperbaiki kembali sikap buruk ku selama ini. Dengan rasa tidak sabar pulang kerumah bahkan aku mengambil cuti setengah hari untuk mengambil waktu berbicara dari hati ke hati dengannya.
Aku mulai menyadari jika aku terlalu banyak tidak memperdulikan pernikahan ini bahkan sebelum mencoba. Mungkin ini lah waktu nya untuk memulai semuanya dengan cara yang benar. Namun sesampai dirumah malah kekosongan menyambutku,tidak ada seorang pun disini bahkan mangkuk tadi pagi yang sempat ku keluarkan masih ada di pantry dapur. Ini berarti Gia pergi tidak lama setelah aku berangkat bekerja. Aku masih mencoba untuk bersabar sebentar lagi, mungkin ia pergi berbelanja tebak ku asal. Berjam jam ku tunggu tapi orang yang kutunggu tak kunjung muncul hingga rasa tak sabar berubah khawatir.
Dan disitu aku kembali menyadari jika aku bahkan tidak memiliki nomor telpon istri ku sendiri ,rasanya benar benar tak berguna sebagai suami. Bahkan orang disekitarnya pun tak seorangpun ku ketahui yang bisa ku tanyai tentang keberadaannya.
Saat pernikahan kami waktu itu memang tidak ada seorang pun yang datang dari pihak keluarganya , anehnya wali pernikahannya pun tidak ia kenalkan padanya sebagai suami . Walaupun harus ku akui saat itu aku tak perduli aku hanya mengikuti proses pernikahan yang dilakukan secara pencatatan sipil saja. Tidak ada gaun,kue apalagi pesta hanya selembar kertas yang perlu ditandatangani setelah nya aku bahkan menyempatkan diri bertemu gadis lain hingga menghabiskan malam bersama. Semua nya diatur oleh papa dan Gia ....
Tunggu apa aku harus menelpon papa...?
Jarum jam sudah menunjuk waktu sore hari sedangkan aku masih setia menghuni rung tamu ini sejak kedatangan ku siang tadi.
Rasa cemas semakin memuncak Gia tidak pernah pergi meninggalkan rumah selama ini setahuku . Keraguan yang tadi sempat menggelayuti hati kini telah sirna berganti rasa cemas , akhirnya ku putuskan untuk menghubungi papa masa bodoh dengan pertanyaan lain yang "mungkin" ditanyakannya nanti padaku . Namun kedatangan sebuah mobil Innova keluaran terbaru yang kemudian terparkir didepan rumah membuat gerakan ku membeku sejenak. Gia dengan sangat jelas melangkah keluar dari kabin penumpang mobil itu lalu berhenti sejenak seperti mengucapkan beberapa patah kata dengan pria yang tidak bisa ku lihat jelas wajahnya karena posisinya masih berada didalam mobil. Bahkan mobil itu tidak beranjak pergi hingga Gia menutup pintu rumah.
Tidak ku hiraukan suara papa yang berulang kali memanggil namaku karena saluran telepon telah tersambung beberapa menit lalu.
Rasa cemas berganti dengan amarah yang amat besar , menunggu nya disini dengan harapan ingin memperbaiki dan memulai lembaran baru malah ..... Sialan...
Gia hanya menatap ku dengan datar dan sepintas, amarah ku makin terpancing melihat penampilannya haahhhh... Seumur umur aku hidup dengannya aku tidak pernah melihatnya memakai baju dengan merek semahal ini, dan jelas itu bukan dia yang membelinya... Pikiranku semakin teracuni dengan pikiran negatif yang semakin membuatku melegak marah karena .... Rasa terkhianati...
Ku sentak ia agar menjelaskan segala keterlambatannya namun yang ku dapati hanya tatapan lelah dan tak perduli..
Apa apaan perempuan ini...

Ku tatapi pintu kamar itu dengan rasa penuh kemarahan yang tak surut juga. Malam telah berganti subuh namun perempuan itu belum juga keluar kamar. Semalaman ku coba untuk menenangkan diri menjauhkan segala pikiran negatif yang bersarang dikepalaku. Apakah aku terlambat memperbaiki semua ini...? Apakah dia membalasku dengan menjalin hubungan diluar...? Atau.... Dia sudah mencintai orang lain....? Ahhh.... Aku mulai membenci segala pertanyaan dan kemungkinan yang berseliweran dikepala ku.
Dering hp ku kembali berteriak meminta perhatian.
Ku lirik sekilas sebelum sebuah gagasan buruk penuh amarah melintas dikepalaku.
"Halo".
"Sayang, kamu dimana ..?".
"Kenapa...?".
"Kangen banget sama kamu".
"Kalo ku suruh kesini, emang mau ?".
"Sekarang ...?".
"Iya, kenapa .. gak mau ?".
"Ini jam 3 pagi sayang".
"Toh kamu masih diluar kan ..?".
Cekikikan manja terdengar di seberang hampir membuat ku meradang jengkel.
"...kalo gak mau ya udah".
"Iya mau lah sayang, cepet banget ngambek nya .Ya udah kalo aku kesitu aku mau dikasih apa ?".
"Kamu mau dikasih apa ?".
".... Kamu tahu aku mau nya apa kalo ketemu kamu ".
"Oke.. ku kasih deh apa yang kamu mau, dijamin kamu puas".

Gadis itu segera menyetujui tawaranku dengan gembira, menyebutkan alamat rumah tanpa ragu dan menutup telepon .
Kamu lihat aja, soal beginian aku lebih jago Gia Aku lebih jago buat jahatin dan.. tunggu aja balasan dari ku . Pelajaran buat kamu karena udah buat aku membuang waktu nungguin kamu padahal kamu malah senang senang diluar sana dengan laki laki lain. Ku kasih tau gimana caranya bersenang senang dengan cara yang benar.
Jarum jam menunjuka ke angka 4 pagi saat Jenny memarkirkan mini coopernya didepan rumah.
Tebakan ku benar, gadis ini benar benar sesuai dengan harapan dan mungkin semua cowok brengsek seperti ku hahahahaa..
Rok mini ketat meliuk memeluk pinggul menggoda dengan kulit putih menyilaukan .
Aku sengaja menyambutnya dipintu masuk saat ia baru saja memarkirakan mobilnya. Wangi parfum mahal namun sama sekali tidak mengganggu malah semakin memancing niat nakal yang sejak awal telah tertanam dkepalaku.
"Sayang, kangen banget ".
Suara manja nya benar benar menambah semangatku untuk segera memulai pelampiasan kemarahanku padanya.
Ku tarik ia dengan kasar memasuki rumah tak lupa menutup pintu kembali dengan menggunakan kaki . Sedangkan mulutku sudah bekerja dengan giat di sekujur bibir ranum milik Jenny.
Jenny tidak menolak perlakuanku pada tubuhnya bahkan ia terlihat ikut hanyut didalam permainanku yang tak lagi melihat tempat dan situasi.
Ia mendorong ku hingga terduduk di sofa ruang tamu lalu berinisiatif menduduki pangkuanku dengan gerakan yang erotis tanpa kesan berlebihan. Tanganku kembali bekerja menyentuh dimanapun tanganku berada tanpa batasan lagi. Desahan Jenny sudah memenuhi ruang tamu dengan keras, baju nya telah terbuka disana sini membebaskan kulit mulus itu  dinikmati sesukaku.
Mataku menangkap penampakan Gia ditengah pergumulan cumbuan ganas ku pada Jenny, ia terlihat lemah dengan wajah kuyu dan ... Sembab... Namun yang terlintas dipikiran ku kini bukan lagi keingintahuanku pada dirinya tetapi dipenuhi rasa puas saat mata bulatnya menemukan kegiatanku yang terpantau jelas dari arah kamarnya.
Ia menatapku dengan datar sebelum menghembuskan napas panjang lalu hendak berlalu begitu saja menuju dapur tanpa memperdulikan ku yang sedang menatapnya juga.
Mood ku langsung terjun bebas, tidak ada lagi keinginan menikmati tubuh gadis dipangkuanku yang sudah hampir polos.
"Kenapa...keberatan...?".
Jenny yang tadi nya keberatan dengan penghentian tindakanku padanya turut berhenti mencumbui dada dan leherku , menoleh sebelum nada terkejut terlontar dari bibirnya saat menemukan keberadaan Gia yang telah terhenti membelakangi kami. Ia kemudian sibuk membenahi pakaiannya untuk menutupi kepolosan tubuhnya dari tatapan Gia.
"Bukan kah sudah biasa bagi mu melakukan hal ini. Lalu menurut mu kenapa aku baru keberatan dengan "kebiasaanmu" sekarang ?".
Kernyitan tidak senang mulai muncul didahiku .Gia masih menghadap kearahku yang masih dalam kondisi baju yang telah terbuka. Sedangkan Jenny satu satu nya korban pelampiasan ku berdiri dengan tidak nyaman tidak jauh dari ku yang memandang penuh kemarahan pada Gia.
"Karena sudah memiliki orang lain kau mulai berani menyepelekan aku suami mu".
Tak ku perdulikan tatapan tak percaya dari Jenny yang melongo disampingku .
Sedangkan Gia masih tetap datar berdiri melipat kedua tangannya didepan dada dengan santai bersender didinding .
"....Atau... Kini kau berniat untuk bercerai dariku ?".
Gia menatapku lama dengan ekspresi yang aneh.
"Kau benar ingin bercerai ?".
Pertanyaan yang benar benar ambigu menurutku , dulu berapa kali pun aku memintanya bercerai tidak pernah ia gubris lalu kini aku hanya sekali mengungkit ia langsung merespon. Jadi benar ia memiliki orang lain diluar . Rasa marah ku kembali menggelegak sempurna.
"Menurut mu ...? Apa aku harus mendikte lagi keinginanku".
Gia mengangguk beberapa kali lalu tersenyum samar sebelum memutar tubuhnya meninggalkan ruang tamu yang masih dipenuhi aroma amarah dariku.
Sialan....

CINTA KADALUARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang