Bab 26. Aku Tahu Aku Sekarat.

798 59 1
                                    

Perlahan kesadaranku kembali pulih. Rasa nyeri dan panas didada dengan cepat kurasakan. Cahaya memasuki retinaku dengan perlahan membentuk berbagai bentuk benda disekitarku. Plafon putih, dinding bercat putih, suara penyaring udara yang mendesis pelan, suara berbagai mesin yang familiar.......

 Seseorang terlihat menelungkup disamping tubuhku, mata ku masih menjelajah benda demi benda yang bisa tertangkap tatapan. Perhatianku berhenti ditabung infus yang tergantung dekat ranjang rawat, kantong berisi cairan merah pekat itu dengan jelas memberitahuku apa yang terjadi. 

Ahh fungsi ginjal ku semakin memburuk saja, mungkin kali ini aku membutuhkan proses cuci darah untuk melanjutkan hidup. 

Seseorang disamping tiba tiba bergerak. Perhatianku segera teralihkan padanya. Heran bercampur aneh sangat kurasakan saat menyadari sosok yang dari tadi menelungkup tertidur disampingku. Cahaya temaram ruangan mungkin membuatnya tidak menyadari jika aku sudah membuka mata dan menatapnya dengan rasa penasaran.

Wajah orientalnya menarik perhatianku saat ini. Pria tua ini dulu sangat membenciku bahkan saking bencinya ia tidak pernah sudi berada ditempat yang sama dengan ku. Ia sebisa mungkin menjauhi ku dan memperlakukanku bak makhluk tak kasat mata saat bertemu. Aneh jika saat ini pria ini malah berada sangat dekat seperti ini. Bahkan keberadaannya diruang perawatan termahal yang ia tahu tanpa seorang pun pegawai yang mendampingi dan ditengah malam buta seperti ini sudah cukup membuat bulu kuduknya merinding karena rasa ngeri.

Pria itu sedikit meregangkan tubuhnya tanpa menimbulkan suara sedikitpun. Beberapa kali mengusap wajahnya lalu memeriksa waktu dipergelangan tangannya. Ia dengan lembut memperbaiki selimut yang kupakai yang sedikit tidak teratur karena dirinya barusan. Memeriksa cairan infus dan selang ... semua tindakannya ku perhatikan dalam diam. 

Pria itu mengelus perlahan jariku yang berada diluar selimut. Tatapannya jelas terlihat sendu dan..... aneh. 

"Maaf nak, ... kamu harus menjalani kehidupan sepert ini karena kesombongan ayah".

Pria itu mengusapi tetesan air yang melelehi pipinya dengan perlahan.

"Ayah tahu ... sangat terlambat jika saat ini .... ayah meminta maaf dan menjaga mu. Ayah...'.

Pria itu tiba tiba terisak ..... 

Aneh sekali....

Entah berapa lama aku kembali tertidur. Yang jelas saat aku kembali membuka mata cahaya terang sudah memasuki ruang rawat. Tirai terbuka lebar  menampilkan pemandangan siang hari yang cerah. Langit biru dengan awan putih bersih sangat memukau mata.

Aku sangat menyadari ada tiga orang yang sedang berbincang pelan tidak jauh dari ranjang rawat. Salah satunya memakai jas dokter dan aku yakin mereka tengah membahas tentang kesehatanku.

".......Tidak ada jalan lain...?"

"Maaf tuan. kondisi tubuhnya benar benar sangat buruk. Sekalipun kita melakukan transplantasi seluruh organ yang memburuk pun hanya menambah daya hidupnya untuk beberapa tahun saja. Belum proses menyakitkan yang harus ia lalui untuk itu..".

"Saya tidak ingin menyerah dokter.. Tidak. Saya tidak akan menyerah. Jika itu bisa menambah daya hidupnya ...".

"Om...".

Frans terlihat menenangkan pria paruh baya yang terlihat marah dan frustrasi dihadapan dokter.

"Tidak Frans.. akan ku lakukan apapun itu . Jadi kamu juga harus melakukan bagianmu dengan baik dokter".

"Tuan... saya mengerti perasaan anda . Tetapi kita tidak bisa melakukan ini. Organ organ ini ...".

"Yang saya tahu putri ku membutuhkan organ organ ini. Apapun yang akan dokter katakan tidak akan menyurut keinginan ku untuk tetap melanjutkan prosedur itu".

Frans memberikan kode pada dokter itu untuk meninggalkan ruangan dan tidak melanjutkan perdebatan dengan tuan Danu Matsusima yang jelas terlihat terkejut dengan fakta yang ia terima semalam .

Dokter itu segera meninggalkan ruangan .Frans meminta Pamannya menenangkan diri disofa.

"Om... aku tahu om saat ini sedang panik. Tetapi kita tidak bisa mengkesampingkan kemanusiaan".

"Tidak Frans, akan ku lakukan apapun untuk memberikannya waktu lebih banyak ".

"Aku ngerti om gak bisa nyerah soal Alu. Tapi... aku rasa memaksa seperti ini bukanlah keinginan Alu".

Danu terdiam sesekali pria itu membersihkan pipinya dari lelehan airmata yang masih saja mengalir tak henti henti .

Aku menikmati pemandangan langit cerah itu tanpa mengintrupsi keduanya. Sebenarnya aku lebih menyukai langit senja daripada langit biru cantik ini. Langit senja dengan matahari hampir terbenam selalu berhasil mengingatkan ku betapa banyak hal bodoh yang kulakukan dan hal bodoh itu semuanya sia sia. Matahari terbenam itu juga mengingatkan ku tentang waktu yang berhasil ku lewati hari ini sebelum akhirnya menutup mata .

Tanpa diberitahu pun aku sudah tahu kondisi ku sendiri. Tubuhku benar benar memburuk akhir akhir ini. Untuk melakukan sedikit aktivitas saja sudah membuatku sangat kepayahan. Apalagi perkelahian kemarin , wajar saja jika aku sampai kembali mimisan. Entah bagaimana nasib wanita sombong itu. Ku harap ia tidak sampai mengalami pemecatan mengingat Frans memiliki keakraban dengan Direktur utama yang menjabat saat ini. Fakta ini juga baru ketahui pada saat kejadian.

"Oh.... Alu... kamu udah sadar...?"

Perhatianku teralihkan oleh Frans yang menyadari ku yang tengah menatapi langit .

Aku menatap datar padanya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Entah kenapa saat ini aku benar benar tidak ingin bergerak, berbicara ataupun berinteraksi. Yang ku inginkan hanya berbaring diam seperti ini . Tidak melakukan apapun ..hanya diam ..dan beristrahat.

"Bagaimana perasaanmu hmmm,... apa kau masih merasakan sakit...?"
Pria tua itu juga mendekatiku namun ia masih menjaga jarak walaupun jelas ia sangat ingin menyentuhku.

Aku masih menatap datar pada keduanya. Bersyukur Frans lebih peka dan tidak mengganggu ku lebih jauh. Sayangnya rasa syukur itu harus berakhir semenit kemudian.

Kemunculan dua perempuan didepan pintu berhasil membuat keributan yang tidak diperlukan sama sekali. Pikiran ku ternyata sangat salah, ku pikir pria tua ini tidak ada yang mendamping. Ternyata pintu kamar dijaga ketat oleh dua orang pria berbadan besar berjas hitam. Kenapa penampilannya harus selalu demikian...?.

Mayumi dan Reina menerobos masuk sedangkan kedua penjaga itu terlihat ragu ragu menahan perilaku keduanya karena mereka jelas jelas mengenali Mayumi sebagai nyonya besar.

"Apa kalian tidak bisa menangani pekerjaan kalian dengan baik".

Tone suara Danu memang tidak keras namun jelas ia keberatan dengan tingkah anak istrinya ini.

" Pa, kenapa harus ngurusi anak ini sih..? paling juga bohongan ".

"Pah, kita harus bicara".

Kali ini Mayumi berkata dengan tegas.

"Tidak ada yang ingin ku bahas dengan kalian. Pergilah dulu biarkan Alu beristirahat".

"Pa, dia ini pembohong . kalau papa tidak percaya biar aku buktiin".

Reina tiba tiba bergerak cepat mendekati ranjang rawat dengan kasar merenggut dan menyentak tanganku. Tak ayal tubuhku tersentak bangkit namun sayangnya sentakan itu membuat tubuhku yang masih lemas luar biasa terjatuh dari ranjang rawat.

Frans segera menahan tubuhku yang menggelosor hampir terbentur lantai. Reina dengan kalap merenggut tanganku hingga tubuhku kembali menjadi korban keganasannya. 

Rasa nyeri semakin terasa ditubuhku., dada kanan ku terasa seperti terbakar dan mual tak tertahankan.

"REINA.. CUKUP"

Frans sepertinya kehilangan kesabarannya melihat tingkah bar bar Reina.

HOOEEEEKKKKK.... rasa panas dan amis mengalir keluar dari tenggorokan ku. cairan lambung bercampur darah kental terlihat mengotori lantai. Reina berhenti merenggut tangan ku saat muntahkan cairan menjijikan itu.

"REINAAAA".

PLAAAAAAKKKKKKK...

Tamparan keras menggema diruangan namun sayangnya aku tidak bisa menyaksikan wajah Reina saat itu karena kegelapan kembali merenggut kesadaranku dengan paksa.

CINTA KADALUARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang