Bab 24. Emosi

628 61 1
                                    

Aku sudah mulai pulih kembali dari rasa shock. Pagi ini aku kembali bersiap untuk menjalani hari penuh kesibukan. Aku tidak ingin berlarut dalam kondisi cuti mendadak karena sakit . Seperti biasa aku sudah siap dengan pakaian dan ransel usang dipunggung. Berjalan menelusuri padat nya suasana jalan di pagi hari.
Hari berjalan seperti sebelumnya, rasanya lebih nyaman berada ditempat asing daripada di'sana'.
Menghabiskan waktu dengan pekerjaan lalu beristirahat sembari menghabiskan bekal makan siang yang hari ini hanya berbentuk tahu goreng tanpa nasi. Semenjak pindah ke rumah utama aku sudah tidak leluasa untuk mengurusi makan. Semuanya sudah disediakan dengan baik namun benar benar tidak nyaman untuk dinikmati. Dimulai dari suara bantingan sendok, piring, atau peralatan makan hingga dianggap tidak terlihat dimeja makan membuatku kapok memasuki dapur apalagi nangkring dimeja makan.
Yahh memang demikianlah nasib orang yang tidak diinginkan kehadirannya. Bahkan pembantu rumah tangga disini pun tidak menganggapku ada. Tidak masalah sih selain uang biaya harian semakin bertambah karena harus terus menerus membeli makanan diluar. Dengan gaji yang tidak berapa mengeluarkan uang untuk makan tiga kali sehari cukup berat untuk ku. Jadi mau tidak mau aku hanya membeli gorengan atau kudapan yang menurut ku cukup membuat ku kenyang hingga membantu menghabiskan waktu dengan cukup nyaman.
"Nak kenapa cuma makan gorengan..? ".
" gakpapa bu, ini udah lebih dari cukup".
"Jangan begitu ah, ini bagi dua sama ibu nasi nya ".
Salah satu rekan kerja berkali kali menawari ku nasi ataupun lauk tapi aku tetap keukeuh dengan tahu goreng ku. Bukan kenapa, kelak aku tidak ingin bergantung dan tergantung dengan belas kasihan orang. Hidup seperti itu amat tidak nyaman dijalani.
".. Wajahmu masih terlihat pucat. Bukankah lebih baik kamu beristirahat lagi".
" saya sudah pulih kok bu, lagian cuma kecapean nanti malah kebablasan malas kalo dituruti ".
" iya sih, tapi sebenarnya ibu salut sama kamu. Kamu itu anak yang sangat bekerja keras, mandiri dan tidak mengandalkan orang lain. Beda sama anak saya, mau nya barang mahal mahal".
"Iya bu, mana maksa kalo gak dikasih selalu main kabur kaburan aja kerjaannya ".
Aku menatap ibu ibu yang tengah mengeluhkan kenakalan anak anaknya. Terbersit dipikiranku apakah aku juga akan bertingkah demikian jika memiliki orangtua..? . Ku gelengkan kepala untuk mengusir rasa yang pasti menyesatkan pikiran itu.
" Pasti mama kamu bangga sama anak kayak kamu ya".
Salah seorang ibu mengelus punggungku lembut sembari menatapku penuh senyum.
Seandainya begitu, tentu aku tidak akan tumbuh seperti ini jawabku dalam hati. Tetap ku ulas senyum sekalipun senyum itu tidak mencapai mata.
Tiba tiba pintu ruangan terbuka dengan kasar hingga menimbulkan keributan.
"Disini kalian rupa nya, enak banget ngaso disini kerjaan dikelarin dulu. Udah jam kerja juga".
Seorang perempuan menggebrak pintu dengan emosi kemarahan kental di wajahnya. Aku melirik jam tangan untuk mengecek waktu dan waktu memang masih menunjuk waktu istirahat.

" Hehh bukannya cepet kerja kok malah ngelirik jam. Kamu pikir kamu siapa ngelawan saya..? ".
Perempuan itu rupa nya tersinggung dengan sikapku. Aku merapatkan bibirku bersiap menerima rentetan kalimat kasar lainnya. Dan dugaan ku tidak meleset hanya saja perempuan ini terlalu kasar mendorong dada ku hingga hampir membuatku menabrak dinding dibelakangku.
" Maaf Bu, kami akan kerja sekarang. Yuk nak".
Entah darimana asal emosiku meluap. Yang jelas tiba tiba aku merasa sangat keberatan dengan perlakuan semena mena perempuan yang jelas sekali menjadikan kami sebagai pelampiasan amarah tidak jelasnya.
Aku merapikan kemeja putih usang yang ku pakai sembari melangkah mendekati perempuan yang masih menatap nyalang kearah ku.
Salah satu ibu sudah menebak roman wajahku yang seketika merona merah karena amarah yang juga naik ke ubun ubun.
Ia menahan lenganku sembari berbisik menenangkan .
"Apa..? Kamu mau melawan saya..? Mau protes..??? ".
" Saya rasa Ibu lebih tau soal waktu bekerja daripada kami. Jadi jelas kalau ibu memaksa kami untuk bekerja pada waktu istirahat.. ".
" Sudah Alu,  kita... ".
" HEEH.... ".
Perempuan itu mendorong ibu yang tadi menahan lenganku hingga jatuh terjengkang.
" ... Kurang ajar kamu ya. Mau saya pecat kamu..!! ".
Tanpa sadar aku juga mendorong perempuan itu dengan cukup kuat hingga perempuan itu terjengkang kebelakang.
" Kamu yang kurang ajar".
Perempuan itu bangkit dengan cepat lalu bersiap melayangkan pukulan kearah ku yang jelas tidak menerima dengan mudah perlakuan kasarnya.
PLAAKKKKKKK...
Suara terkesiap terdengar saat tanganku refleks mengembalikan tamparan yang dilakukan perempuan itu tepat di wajahnya dengan kuat.
Darah diujung bibirnya sontak membuatnya berteriak histeris entah karena kesakitan atau kemarahan. Yang jelas aku merasa tidak melakukan hal yg salah padanya. Namun sayangnya tidak dengan pandangan orang lain yang hanya menyaksikan aksi pemukulan itu.
Dua orang petugas keamanan segera mendatangi kami yang masih menatapi perempuan itu meraung dan menjerit menarik perhatian banyak orang.
"Siapa yang melakukan kekerasan".
" ... Bukan begitu pak.. Ini salah paham".
Ibu yang didorong tadi berusaha untuk menjelaskan tetapi perempuan itu menunjuk kearah ku dengan penuh dendam.
"Dia pak. Bawa dia. Dia yang mukul saya".
Jari runcing dengan kuku kuku panjang menunjuk lurus kearah ku. Ibu ibu segera menghadang dengan tubuh mereka berdiri didepan ku yang tidak mengeluarkan suara.
" Tidak pak, ini salah paham".
Petugas itu menarik paksa lengan ku walaupun ibu ibu itu berteriak berusaha menjelaskan.
"Tidak apa apa bu, saya sendiri yang akan menjelaskan".
" Maaf nak, ini salah ibu.. ".
" Bukan salah ibu gak usah minta maaf sama saya".
Ibu itu menangis sesegukan seiring langkah ku mengikuti petugas keamanan keruang keamanan.

Ruangan ini dipenuhi monitor menampilkan CCTV yang aktif memantau sekitar.
"Jadi kenapa kamu memukul ibu ini..? ".
Perempuan yang duduk tidak jauh dari ku yang sedang diinterogasi tiba tiba bangkit berdiri dengan marah.
" Bapak buta ya...? saya muda begini dipanggil ibu...? ".
" iya sudah, saya ralat pertanyaan saya. Kenapa kamu memukul mba ini...? "
"Saya hanya membela diri pak".
" membela diri monyongmu..?! Liat pak pipi saya bengkak bibir saya sobek... ".
" Bapak bisa mengecek kondisi yang saya sebutkan tadi pak".
Mata ku menatap kearah deretan layar monitor menampilkan visual.
Perempuan itu seketika terdiam dengan wajah pucat pasi.
"... Saya.... Saya mendatangi mereka untuk... Meminta tolong karena... ada yang muntah di toilet.. ".
Aku menyeringai sinis karena seingat ku tidak ada kata tolong yang terucap selama kejadian tadi.
" Begini... ".
Tiba tiba sesuatu yang hangat terasa membasahi bagian atas bibir ku.
" Astagaaa.. Mba... Hidungnya kenapa..? ".
Aku menyentuh bagian bawah hidung ku saat tiga orang memusatkan perhatian padaku. Aku tertegun saat punggung tangan ku dipenuhi warna merah pekat berbau amis.
Darah menguncur semakin deras hingga mengotori baju bagian depanku. Kepala ku perlahan mulai terasa pusing .
Tiga orang dihadapanku terlihat dipenuhi kepanikan. Tiba tiba pintu ruangan terbuka menampilkan wajah seseorang yang juga akhirnya ikut ikutan panik melihat kondisi ku.
" Sialan, siapa yang memukulnya hingga begini. KU BUNUH. KASIH TAU BANGSAT".
" Bukan saya Pak Sumpah bukan saya".
Perempuan itu terisak ketakutan, panik melihat kondisi ku yang dibanjiri darah tiba tiba ditambah amukan seseorang menuduh padanya.
"Sabar Frans, kita bisa bicarakan baik baik".
" SABAR KAMU BILANG..?! SEPUPU KU DIBUAT BABAK BELUR SAMA KARYAWAN KAMU CUMA BILANG SABAR".
Suara terkesiap terkejut sempat membuat suasana hening sebelum kegelapan menyelimuti ku lagi.

CINTA KADALUARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang