Bab 56. Kepulangan

576 36 0
                                    

Jalan setapak ini masih terlihat sama seperti diingatan balita ku. Mungkin yang berubah hanya pohon bonsai tua yang semakin tinggi dari terakhir kali ku ingat.

Mayumi bergerak perlahan mendorong kursi roda ku. Tadi nya banyak suara tidak setuju dengan permintaan ku tetapi aku lebih bersikeras agar Mayumi yang melakukannya. Walaupun terlihat sangat terpaksa ia masih mendorong kursi dengan tenaga yang normal dan aku masih bisa duduk tegak diatasnya. Kondisi ku tidak terlalu buruk walaupun tenaga kesehatan juga turut serta dalam rombongan kemari. 

"Entah apa mau mu tapi sebaiknya segera selesaikan".

Suara ketus Mayumi kembali terdengar setelah berdiam cukup lama. Kami berjalan paling depan dengan rombongan besar agak jauh dari kami dibelakang melewati jalanan setapak dengan pepohonan besar berada kiri kanan jalan. Walaupun setapak jalanan ini sangat bersih dan cukup aman dilalui kursi roda.

"Anda mungkin akan menyesal tetapi mungkin akan berterimakasih padaku".

Mayumi mendengus tidak senang.

Sebuah gerbang tinggi namun terlihat sangat familiar menjulang dihadapan kami . Diingatan ku dulu gerbang ini selalu tertutup tapi kali ini gerbang ini terbuka lebar.

"Ottocan... aku pulang".

Suara pelan ku mungkin terdengar oleh Mayumi karena nya ia sempat tercekat ditempat.

"Tempat ini yang anda cari selama ini. Patut bersyukur aku masih bisa mengingatnya ".

Rombongan lainnya juga telah mencapai depan gerbang.

"Waaahhhh.. tempat ini..".

Suara Frans terdengar takjub. Aku tersenyum bangga saat melihat wajah wajah kagum yang melihati pemandangan didepan sana . Rumah mungil dengan beranda yang cantik . Rumah bercat putih itu masih sama seperti terakhir kali. 

"Ah.. maafkan saya.. mari kita masuk ".

Mayumi mendorong kursi ku lebih pelan dari sebelumnya menuju rumah .

Sepasang pria dan wanita paruh baya keluar dari pintu masuk. Aku tersenyum ramah untuk pertama kali . Kedua nya terpaku sebelum mendekat dengan perlahan . Wajah keduanya bahkan memerah dan basah akan airmata.

"Nona.... Nona ..akhirnya pulang".

Aku terkekeh pelan, tanpa selang oksigen aku bisa berinteraksi dengan lebih normal.

Keduanya memegangi kedua tanganku masing masing.

"Apa yang terjadi pada nona... kenapa anda terlihat sangat kesakitan".

Perempuan tua itu menangis tersedu sedu saat melihat beragam memar bekas alat medis yang hari ini tercabut dari tubuhku. Pak tua disamping kiri juga tidak kalah terisak .

"Kulit nona juga terlihat sangat pucat... kenapa anda begini..?"
"Saya tidak apa apa .... maaf kalian pasti lama menunggu ku selama ini. Jika ottocan tidak menemui ku kemarin, mungkin hingga menutup mata pun aku tidak ingat untuk pulang".

Keduanya masih tersedu mendengar kalimat ku. Mungkin tanpa ku ceritakan mereka juga sudah tau bagaimana kehidupanku selama ini. Walaupun berat hati keduanya akhirnya membiarkan Mayumi mendorong kursi roda ku memasuki rumah.

Seiring memasuki rumah ,memori lama itu kembali mengalir dengan sempurna. Aku yang balita berbaring di ruang tamu ..... bermain rumah rumahan dengan Ottocan diberanda sembari menikmati udara segar tanpa polusi . Itulah kenapa gerbang tinggi itu selalu tertutup rapat setiap waktu karena balita nakal ini selalu penasaran apa yang ada dibalik hutan lebat diluar sana . 

Ruangan demi ruangan kami lalui perlahan. Foto, figura, perkakas dan furnitur pun masih sangat sama. Seperti baru kemarin aku disini merangka kesetiap sudut dengan ottocan yang mengikuti ku dari belakang untuk memastikan keamanan ku .

"Jangan menangis".

Perempuan tua menyentuh lembut pipi ku yang tak kusadari sudah sangat basah oleh airmata. Tetapi wajahnya sendiri sudah banjir demikian rupa aku terkekeh perlahan.

"Aku pulang mbo".

Kami bertiga berpelukan dalam tangis.

"Tuan pasti lega karena nona sudah pulang".

Pria tua itu tanpa malu terisak bersama.

Walaupun larut dalam haru yang besar, aku bisa melihat jika Mayumi terpaku pada satu foto lama dimana Ottocan terlihat menggendong ku yang masih berbalut lampin bayi dan mungkin itu foto pertama yang Ottocan ambil dari sekian banyak foto yang dipajang disini .

Wajahnya berubah sendu saat melihat foto itu, bahkan setetes airmata terlihat mengalir dipipinya.

"Saya tau anda mencintai Ottocan . Cinta yang membuatmu merasa bahwa aku adalah penyebab kegagalan terbesarmu untuk meraihnya bersamamu".

Mayumi menoleh padaku, tatapannya terlihat kosong .

"Pak tua disana mungkin salahpaham dengan kondisi mu selama ini. Penyebab kenapa anda sangat membenci ku... ah tidak... yang anda benci sebenarnya adalah ketidakberdayaanmu tentang keberadaanku. Keberadaan ku yang menghancurkan kepercayaan terakhir yang Ottocan berikan kepadamu. Anda membenci ku sekuat anda membenci diri anda sendiri. Karena apa...? Pak tua anda penasaran..?"
Kali ini perhatian kami tertuju pada Danu Matsushima yang ikut terpekur .

"Jangan mengada ada ".

Aku terkekeh, sengaja perlahan meminta pada Mbo Jum mengambilkan Diari milik Ottocan.

Darimana aku mengetahui keberadaan Diari itu ?? .. Beberapa bulan lalu saat aku mengingat untuk pertamakali . Rumah ini adalah tempat pertama yang kudatangi sebelum mengunjungi tempat tempat lain yang penuh dengan kenangan itu. Dari diari itu juga aku ingin memberikan kesan 'mendalam' kepada Mayumi. Lebih tepatnya pada keegoisan dan obsesinya .

"Semua jawaban yang ingin anda ketahui ada disini".

Kuacungkan buku lusuh dengan tangan yang sudah menyerupai tulang hidup ini.

"Diari ini berisi seluruh perasaan dan emosi Ottocan , termasuk perasaannya padamu".

Mayumi segera menjangkau buku itu namun tangan ku segera berkelit dan menyerahkan pada Mbo Jum yang jelas lebih kuat jika Mayumi bersikeras merebut buku ini.

"Tidak semudah itu. Buku ini adalah salah satu benda berharga milik ottocan. Dan untuk mendapatkannya anda juga harus menukar dengan barang yang seimbang".

"Berikan padaku".

Benar saja Mayumi mulai mengamuk bak kerbau lepas saat mendengar barang ditanganku milik Ottocan.

"MAYUMI".

Lagi lagi gerakan brutalnya berhasil dihentikan oleh pak tua dantim medis yang dengan sigap mengukung gerakannya hingga ia tidak bisa mendekatiku lagi. 

"Kau anak bangsat... kali ini tidak akan ku biarkan kamu menghalangiku bersama Kenzo. Tidak kau ataupun Danu ....".

Mayumi menyerocos tak terkendali.

"Tadinya aku berniat untuk menyiksamu lebih lama, tetapi apa daya jika nyawa ku bahkan sudah hampir melayang seketika. Jadi ku persingkat saja".

Semua orang terperangah mendengar kalimat dari ku. Jelas semua orang tidak mengira jika tujuanku melibatkan Mayumi dalam kepulangan ku hari ini adalah untuk membalas dendam. Tidak... sebenarnya tidak tepat juga jika disebut begitu karena aku juga tidak bisa mempreteli organ- organ ditubuhnya ataupun mengembalikan tindakan tidak waras yang ia lakukan padaku sejak kecil . Tepatnya aku ingin menggores hati nuraninya yang tersisa agar ia bisa lebih menikmati rasa perih yang ia goreskan padaku ataupun pada Ottocan dulu. Hingga pria itu memilih mengasingkan dirinya dihutan ini hanya untuk menyelamatkan ku dari obsesinya memiliki Kenzo yang ia anggap sebagai  cinta sejatinya. Siapa sangka pernikahan politik yang ia lakukan tidak sesuai dengan perkiraannya bahkan setelah ia mencampakan Kenzo . Ia juga tidak malu untuk meminta kembali barang yang sudah ia campakan ke tempat sampah. Malah menyalahkan pihak lain atas kegilaannya yang tidak berdasar. Lucu bukan. Tapi itu lah wajah Mayumi yang sebenarnya.

CINTA KADALUARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang