13. Ngamuk

1.1K 79 5
                                    

Langkah ku berderap memasuki rumah tanpa permisi atau bertingkah basa basi untuk bersopan santun pada mama yang menyambut kedatangan ku dengan sumringah. Diotak ku hanya ada satu yaitu menemui papa untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Setelah membolak balik isi surat itu ratusan kali bahkan ribuan kalipun aku tidak mengerti sepatah katapun yang tertulis disana.
"Loh ..loh Lio kamu ini kenapa ?".
Sekali lagi ku abaikan pertanyaan mama yang kebingungan melihat ku langsung menuju ke ruang kerja papa. 
Braaakkk...
Pria tua itu mengernyit bingung melihat kekasaran ku barusan namun ekspresi nya segera berubah setelah melihat selembar kertas ditanganku.
"Mah biarkan kami bicara berdua, kamu keluar dulu".
"Ada apa ini Pa, kenapa Lio jadi gini . Papa ...".
"Nanti ..biarkan kami bicara".
Mama mengalah walaupun jelas tidak rela keluar dari ruang kerja meninggalkan aku dan papa sendirian .
Pintu baru saja tertutup selembar kertas itu sudah ku letakan didepan papa .
"Apa maksud semua ini pa ".
Pria tua itu melirik sekilas surat pernyataan itu lalu menatapku tegas.
"Bukan kah ini yang kamu mau sejak dulu ,lalu kenapa malah bertanya pada ku arti surat ini ".
"Lebih baik papa jujur sekarang, jelaskan apa yang sedang papa sembunyikan dari ku selama ini".
Papa bukannya menjawab malah balik menatapku tajam.
"Menurut mu apa yang ku sembunyikan darimu".
"PAPA ....".
Pria tua itu bahkan tidak bergeming dengan intonasi suara ku yang meningkat, ia malah menumpu kedua tangannya sebagai penopang dagunya masih tetap menatapku .
"Bukankah lebih baik begini Lio...? Selama ini kau selalu merongrongku untuk menyetujui perceraian yang kau inginkan . Kini setelah dikabulkan malah kau terlihat tidak terima. Ada apa ?".
"Itu bukan urusan papa".
Anton terkekeh melihat kegusaran anak nya .
"Kau benar ini memang bukan urusan ku.Lalu kenapa kau harus berlari  menemuiku jika menurut mu ini jelas bukan urusan ku".
"Pa, jangan berbelit belit. Katakan padaku apa yang telah kalian sepakati dibelakangku".
"Gia memang menepati janjinya bahkan sampai detik ini pun kamu tetap tidak tahu ".
"Maksud papa apa ?".
"Lupakan gadis itu, kini kamu telah bebas melanjutkan kehidupan sesuai keinginanmu".
Anton beranjak meninggalkan kursi kebesarannya tanpa memperdulikan kegusaran ku yang semakin memuncak.
Pria tua ini jelas menolak mengatakan kebenarannya . Mama tergopoh gopoh datang memasuki ruang kerja dan segera menghampiriku.
"Lio ada apa ini sayang, apa papa marah lagi ?".
Aku masih terdiam memutar otak untuk mencari informasi yang ku inginkan . Dan sialnya Hikaru kini turut memasuki ruang kerja dan mulai merengek manja memuakkan ditelingaku.
"Mah.. apa papa pernah ceritain soal Gia sama mama..?".
"Ngapain juga mama dengerin soal perempuan tidak tahu malu itu . Kayak kurang kerjaan ...... ".
Mataku refleks memejam frustrasi, benar juga mama tidak suka dengan semua hal tentang Gia. Jelas saja ia tidak akan mendengarkan apapun tentang kesepakatan yang terjalin antara Gia dan papa.
"Lagian kamu ngapain sih malem malem kesini ketemu papa cuma ngebahas perempuan gak bener itu. Heran deh mama".
Kepala ku berdenyut semakin kuat mendengar kalimat tidak mengenakan tentang Gia. Selama ini kalimat yang lebih parah dari ini pun aku sama sekali tidak memperdulikannya namun entah kenapa malam ini terasa amat menyinggungku . Amarah ku benar benar memuncak tak karuan.
"Kakak ada apa ..?".
Suara manja Hikaru semakin membuat kepala ku berdenyut menyakitkan , ku renggut lenganku dengan paksa dari pelukan erat Hikaru.
"Mah aku pergi dulu"
"Loh kok pergi, gak makan dulu".
Aku sudah berlari sekencang yang ku bisa untuk menjauh dari gelayutan mengerikan Hikaru. Selama ini aku tidak mengerti kenapa aku bisa bertahan dengan rangkulan itu.
Sedangkan mama dan Hikaru menyusulku dari belakang sembari meneriakan kalimat yang tidak ku perdulikan.
Memasuki mobil menstarter mesin langsung tancap gas meninggalkan rumah tanpa basa basi lagi.
Pikiran ku masih tertuju pada Gia dan surat pernyataan yang tidak ku mengerti.
Setahu ku proses perceraian itu tidak sesederhana ini , lalu kenapa bisa Gia semudah ini mengambil keputusan. Setelah beratus kali ku ucapkan kalimat yang sama lalu kenapa harus kemarin ia mengabulkan permintaanku..
Sial... Apakah aku harus menyesal atau gembira , rasa nya terlalu ambigu untuk ditentukan perasaan ku saat ini . Yang jelas rasa penasaranku benar benar menyiksa.

Ku putuskan untuk kembali kerumah setelah berkeliling kota beberapa kali, menelusuri jalan,taman, supermarket atau tempat tempat yang mungkin saja didatangi Gia namun sosoknya bak ditelan bumi tak terlihat dimanapun.
Haahhh...
Ku hempaskan tubuhku disofa ruang tamu dengan kasar. Rumah ini diselimuti keheningan yang tidak kusukai, biasanya jam segini lampu lampu masih menyala terang benerang kini kegelapan menyelimutiku tanpa sisa. Ku lirik jam bulat didinding menunjuk ke angka 3 malam namun aku masih tidak menemukan titik temu apapun tentang keberadaan Gia.
Perlahan memori ku menelusuri keberadaan jejak Gia dirumah ini. Bagaimana ia menyiapkan makanan,minuman,sarapan, bahkan saat ia merapikan rumah, membersihkan taman depan atau mengepel ruang tamu ini.
Ah sial,,... Kenapa tiba tiba aku jadi kesepian sih....? Toh bukankah sejak lama aku pengennya kayak gini.. kenapa jadi berat gini nerimanya ...?
Lagian aku juga gak suka suka amat sama dia, .. ya kalo mau cerai iya udah cerai aja...
Ketidaknyamanan terus menerus bercokol dihatiku, menggerogotiku tanpa ampun .
Apakah dia marah karena aku kembali mengungkit kata cerai..? Atau karena tingkahku yang membawa perempuan lain yang bisa jadi menyakiti hatinya.. mengoyak harga dirinya sebagai seorang istri...? Tapi saat itu ekspresinya sama sekali tidak seperti orang yang marah.. ia terlihat santai walaupun wajahnya terlihat pucat . Tapi ..sekalipun ia marah tapi tetap saja tidak seharusnya ia langsung pergi dengan meninggalkan surat pernyataan cerai. Aku akui aku sepenuhnya salah tetapi ... Tetap saja.. aku....
Tiba tiba aku merasakan sesuatu yang hangat menetes dipunggung tanganku , ku perhatikan titik kecil itu yang kini bertambah satu per satu. Ku raba pipi ku perlahan lagi lagi aku menemukan jejak basah disana. Astagaaaa....... Sungguh memalukan sih aku... Tapi mataku terus menerus mengeluarkan airmata yang tidak kutahu darimana kebocoran ini berasal. Hati ku terasa tercabik karena rasa sepi dan dinginnya kegelapan yang menyelimutiku. Aku tidak mengerti kenapa musti mengingat sosoknya saat ini, aku baru menyadari jika selama ini kehadirannyalah yang membuat rumah ini terasa hidup. Kini setelah ia pergi rumah ini terasa kayak kuburan aja. Dan anehnya aku jadi merasa takut kalau kalau ia tidak pernah kembali , lalu aku harus bagaimana agar rumah ini kembali hidup..... Aku harus bagaimana agar aku mampu lupa sama dia... Kenapa harus sekarang sih ....? Sialan...

CINTA KADALUARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang