Bab 17. Sang Kakak.

712 50 0
                                    

Aku memilih untuk pulang setelah digampar perempuan mirip 'dia'.
Sangat mirip hingga aku membuatku nekad menciumnya. Memang ku akui Mabuk rindu memang mengerikan dan tak ada obatnya . Bahkan lekuk tubuh molek Nensi pun tak membuatku kembali semangat. Ternyata kehidupan seperti itu sudah tak lagi bisa ku nikmati. Mungkin ini lah rasanya patah hati ...? Tidak ku rasa bukan karena patah hati sih, mungkin ini hanya soal selera. Bukti nya tadi setelah bertemu yang sesuai selera aku bisa 'ganas' kembali. Sayangnya tingkah beraniku mendapat imbalan yang tidak main main. Tangan memang terlihat mungil tetapi tenaganya itu loh mampu membuatku sadar dari rasa mabuk. Tanpa sadar tanganku mengelusi bengkak bekas tamparam di pipiku. Aku kembali bercermin untuk memastikan bengkak nya tidak separah denyutan yang kurasakan dan benar saja merah disana sesuai dengan ekspektasi merah dan bengkak. Namun disisi lain aku berterima kasih pada si penamparku malam ini, berkat dia aku bisa kembali sadar hingga tidak kembali mengotori tubuhku dengan tingkah laku tak beradab. Bisa saja aku bakalan tertular penyakit karena pergaulan yang bar bar ini. Jadi harusnya tamparan tadi mampu mengembalikan pikiran jernihku yang sempat kembali melayang tanpa jejak.
Ngomong ngomong bagaimana bisa ada yang begitu mirip dengannya hingga hampir membuatku salah kaprah.
Tiba tiba handphone ku menjerit jerit meminta perhatian. Sekali lirik aku bisa melihat id pemanggilnya . Aku mendengus tidak perduli lalu kembali larut kedalam lamunan. Namun sayangnya sang penelpon tidak secepat itu untuk menyerah. Kembali benda itu menjerit nyaring, kali ini mau tidak mau ku raih juga untuk menerima panggilan tak ku inginkan ini.
"Halo".
Sengaja ku jawab singkat dengan nada bosan pada sang penelpon.
"Sayang, sorry gangguin kamu tapi aku gak punya pilihan lain".
Suara Reina benar benar membuatku memutar bola mata.
"Kenapa Rei ..?".
"Kamu bisa dateng ke sini gak, kakak aku baru aja dapet musibah".
Reina menceritakan dengan singkat apa yang terjadi . Lalu mau tidak mau aku menyanggupi permintaannya walaupun jarum jam masih menunjuk angka 4 pagi. Bergegas mengambil mobil lalu meluncur kearah alamat yang disebutkan Reina. Ternyata sebuah diskotik yang berada di pinggiran kota. Sesampainya ditempat parkiran aku segera mencari keberadaan Reina yang ternyata menunggu diparkiran . Kakaknya terlihat terkulai di kursi penumpang dengan wajah dipenuhi memar dan bonyok.
Keningku segera mengernyit kenapa harus menghubunginya sih kan bisa langsung kerumah sakit. Toh kakak nya sudah siap sedia didalam mobil kan.
Reina segera menyambutku sesaat melihatku mendekati mobilnya.
"Sayang, syukur deh kamu jadi Dateng. Aku takut banget tadi ".
Reina segera memeluk ku manja seperti biasa namun sesegera mungkin ku urai pelukannya . Entah kenapa ada rasa risih saat ia bertingkah begini.
"Kakak mu kenapa ?".
"Aduh panjang deh cerita nya yang jelas aku gak bisa bawa ke rs . Maka nya aku nelpon kamu".
"Lah terus mau kamu gimana nih ?".
"Hmmm... Boleh kah kali numpang tempat kamu bentar...?".
"Loh kenapa gak ke RS sih malah ke tempat aku. Aku gak bisa ngerawat orang bonyok gini".
"Aduhh panjang deh cerita nya, entar aja aku cerita nya. Gimana boleh ya. Aku janji gak bakal lama paling dua harian gimana ?".
Kening ku berkerut , jelas ada sesuatu yang disembunyikan .
"Aku gak mau terlibat kalo soal narkoba ya. Aku anti banget sama hal yang kek gitu .serius".
"Bukan , aku bisa jamin kakak aku bersih dari hal begituan. Atau cukup sampe dia sadar dulu deh ya . Please ".
Wajah memelas itu benar benar tidak berpengaruh apa apa sih. Aku gak yakin bisa nyaman kalau ada orang asing dirumah. Apa lagi mood ku lagi mode galau begini pasti sensi lah . Nah ada lagi orang kayak gini takut nya malah berimbas ke masalah.
"Oke gini deh, aku punya apartemen kosong . Kamu bawa kakak mu aja kesana gimana ? ".
"Jadi gak boleh ke rumah kamu ...?".
"Bukan gitu, lagian kalian kayaknya lagi menghindari orang. Sedangkan mama aku sering banget main kerumah. Nanti malah ketahuan lagi. Kalian lebih aman disana. Gimana ?".
Sengaja aku tekankan setiap alasan yang menurut ku sih bullshit tapi ya semoga aja dia percaya.
Reina terlihat berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk juga .
Hati ku serasa lapang seketika .
"Ayo lah aku anterin kalian".
Reina memasuki mobilnya sedangkan aku juga kembali mengendarai mobilku sendiri. Kami memutuskan untuk masing masing karena aku sebentar lagi harus balik ke rumah untuk bersiap bekerja.

Aku mengelapi wajahku dengan selembar tisu untuk membersihkan keringat yang sepagi ini sudah bermunculan. Walaupun menggunakan lift tapi menuju lantai 25 bukanlah hal mudah dengan menggendong seseorang dengan berat tubuh menyamai berat tubuhku.
"Maaf ya aku ngerepotin kamu banget".
Aku berusaha tersenyum ramah walaupun cewek ini berhasil membuat napasku ngos ngosan sepagi ini. Dalam artian bekerja keras di pagi buta. Tolong jangan salah paham bagian ngos ngosan nya.
"Aku balik ya, harus siap siap ngantor soalnya".
"Harus sekarang baliknya ..?".
Reina menatapku dengan tidak rela. Aku berpura pura mengangkat pergelangan tanganku untuk memantau waktu yang sudah dari tadi ku pantau melulu sebenarnya.
"Udah jam segini soalnya Rei".
"Iya udah deh kalo gitu . Hmm nanti siang bisa main kesini kan kamunya .kan kita belum sempat ngobrol soal kondisi kakak aku. Takutnya kamu malah salah paham nanti".
Oh iya bener juga, aku lo gak tahu apa apa kalo seandainya entar ada apa apa. Saking gak tertariknya malah kelupaan.
"Iya udah, nanti sore aja ya . Lagian aku kerja sampe sore ".
"Tapi kan setau aku perusahaan itu kan punya kamu. Bisa dong bolos bentar main kesini. Entar aku siapin makan siang deh. Iya ...?".
Aku tersenyum hambar , banyak orang berpikir karena itu perusahaan papa aku bisa seenaknya bertingkah. Dan sebenarnya itu pendapat yang sangat salah. Papa juga merintis perusahaan ini dari kerja keras . Mana mungkin aku sebagai anaknya bisa begitu saja menikmati darah dan keringat yang tercurah disana dengan seenaknya. Kami juga membutuhkan kerja keras untuk menempa kemampuan agar mampu menjalankan tugas kami masing masing jika telah tiba waktu nya kelak.
"Gak bisa gitu Rei, fakta nya itu perusahaan papa bukan punya aku. Jadi aku sebagai karyawan juga harus mematuhi peraturan yang ada. Sore aja ya aku kesini".
Reina mau tidak mau mengangguk walaupun jelas ia sangat ingin mendebat kata terakhirku.
Aku berpamitan dan segera melesat kembali menuju rumah. Jangan sampai aku cuma omong doang soal disiplin karyawan. Kenyataannya aku malah terlambat masuk kerja kan sayang sekali gaji ku yang terpotong karena terlambat.

CINTA KADALUARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang