Bab 23. Demi sebuah Alamat

647 54 0
                                    

Mama terlihat menatapku tidak percaya sedangkan Mimiko disampingnya sesekali mengusap pipi nya yang dibasahi linangan airmata. Aku berkali kali menghela napas lelah dengan drama ini. Sejak kepulanganku dari hotel Prodeo tempo hari Mama masih tetap penasaran akan kebenaran dibalik peristiwa aku menyembunyikan seorang gadis di apartemen.

"Kok bisa nak..".

"Gimana maksudnya ma ..?"

"Kamu kapan nakalnya selesai ?"

Aku hanya menghela napas panjang. Kok mama jadi ikut ikutan absurd sih. Mana tu cewek gak selesai selesai nangisnya bikin mataku rada sepet ngeliatnya.

"..Kan udah ada Mimiko lalu kenapa masih nyari diluar sih ?".

"Mah, aku gak nyari apapun dan siapapun ya. Sekali lagi aku tegasin aku gak macam macam sama Reina . Aku cuma niat bantuin itu doang".

"Tapi kenapa harus tinggal diapartemen kamu sih..?"
"Terus mama mau gitu aku bawain Reina tinggal disini..?".

"Ihh najis ".

"Nah maka nya aku bawain dia ke apartemen. Lagian yang waktu itu tinggal disana bukan Reina tapi kakak nya dan jenis kelaminnya bisa aku pastiin kalo dia laki laki. Dan aku masih doyan perempuan".

"Lah terus kenapa kamu anggurin Mimiko..?"
"Ya ampun Mahh....  lama lama bisa sedeng aku ngobrol sama mama".

"Kok kamu ngomong gitu sih sama mama..?"
"Denger ya Ma, perasaan itu tidak bisa dipaksain. Itu pertama yang kedua aku adalah..."

"Jangan bilang pria beristri. Kamu itu udah cerai berbulan bulan lalu kok masih ngaku ngaku".

"Mana ada orang resmi bercerai hanya karena selembar surat kayak gitu.  Yang bener aja mah".

"Udah kamu gak usah ingat ingat lagi perempuan tidak jelas itu".

Semakin lama aku duduk disini maka semakin dongkol rasanya. Daripada menelan kedongkolan yang jelas tidak enak rasanya akhirnya aku memilih untuk mencari sang tuan besar Anton Kusumajaya. Walaupun pembelaan diri ku kemarin ditolak mentah mentah olehnya tapi sampai detik ini aku masih  merasa perlu untuk memberikn penjelasan. Lagipula kedatangan ku rumah ini adalah mengorek keterangan dari Om Sam yang kebetulan sednag bertamu kerumah.

Keduanya tengah mengobrol tentang sesuatu di ruang kerja saat aku melongokan kepalaku.

Om Sam lebih dulu memergoki kehadiranku melambaikan tangannya memintaku untuk mendekat. Aku segera melangkah memasuki ruangan setelah menutup pintu masuk terlebih dahulu.

"Kamu apa kabar ..?"
"Om tahu kabar ku kayak gimana akhir akhir ini.."
Om Sam tertawa renyah mendengar sindiranku sedangkan Pak tua dihadapannya tidak berkomentar apapun.

"Kamu ini selalu ada aja tingkah mu. Ah om belum mendengar cerita lengkap dari mu. Om bisa saja mengintip BAP nya cuma om lebih suka denger cerita langsung dari mu".

"Daripada denger cerita ku panjang lebar tapi malah nimbulin fitnah yang lebih unfaedah. Kebetulan aku ada yang mau aku tanyain om".

"Hmm apa itu ..?"
" Pihak lain udah ada melaporkan diri..?"
"Iya semuanya sudah melapor soal pertikaian ini. Saksi saksi sudah diperiksa semua. Lalu apa yang ingin kamu ketahui..?"
"Diantara saksi ada yang nama nya Alu...?"
"Hmmm seingat om ... entahlah".

"Om tidak bisa nanyain gitu sama anak buah om..?"
"Tumben banget penasaran ".

"Pokoknya ada deh om".

"Tapi ya tumben gitu kamu mau pake koneksi ".

Aku sedikit melirik kearah Papa yang ternyata ikut menyimak pembicaraan kami barusan. Uaseemm sampe lupa kalo ada si tuan besar saking semangatnya .

"Bukan gitu om, ada sesuatu yang perlu aku pastiin".

"Kenapa..? apa ada barangmu yang hilang sejak kejadian itu..?"

Aku berusaha meredam tingkat kejengkelan yang mulai naik ke ubun ubun karena Om Sam kembali menjahili ku dengan memutar mutar perbincangan.

"Bukan gitu om.. pokoknya aku minta tolong untuk ditanyakan sama petugas yang melakukan penyidikan kemarin".

'Sekarang...?"
"Om.. please deh..".

Om Sam kembali terkekeh sembari menatapi Papa dan aku secara bergantian. Akhirnya setelah beberapa menit menimbang Om Sam meraih handphone miliknya yang ia taruh dimeja .

"Ini demi kamu lo ya."

Aku mengangguk penuh rasa terimakasih.

Tidak berapa lama seseorang terhubung dijalur yang sama. Aku meminta Om Sam untuk membuat Loudspeaker agar mempermudahku untuk mendengar langsung informasi yang ingin aku tanyakan nanti.

"Untuk kasus keributan diapartemen Agung Panorama siapa yang menyidik..?"

"Oh saya sendiri pak".

"Apa semua saksi sudah dimintai keterangan..?"
"Sudah pak, cuma salah satunya tidak bisa datang kekantor polisi karena masih dalam rawatan intensif dirumah sakit. Jadi tim penyidik yang mendatangi saksi tersebut".
Kening ku berkerut, emang ada ya saksi didatangi tim penyidik gitu. Kok kayak... Mustahil.

Aku menatapi Om Sam dengan penuh harap agar ia melanjutkan pertanyaan yang menurutku tidak mendapatkan jawaban yang ku mau. Tetapi orang tua itu malah tidak menanyakan apapun.

"Tanyain om ada gak yang nama nya Alu ".

"Ah saksi yang bernama Alu apakah sudah memberikan keterangan".

"Aluora Giagantara, iya ini salah satu saksi yang tidak bisa mendatangi penyidik karena harus bedrest".

Aku tertegun mendengar nama lengkap seseorang yang kini sudah menguasai seluruh ingatan yang kumiliki akhir akhir ini . Berarti nama asli nya seindah itu kenapa dia malah memakai nama yang berbeda..?.

Mungkin karena aku terpaku begitu lama sehingga Om Sam akhirnya memutuskan untuk mengakhiri sauran telepon. Padahal aku ingin sekali menanyakan alamatnya saat itu sayangnya saluran telepon sudah terlanjur berakhir.

"Sudah puas..?"
"Belum Om".

"Lohhh kok belum,memangnya kenapa kamu nyari cewek ini".

Aku menatap tajam papa yang juga menatap padaku saat ini.

"Ada sesuatu yang ingin aku pastiin om".

" dari tadi cuma itu aja yang kamu sebutin. Coba ngomong jujur kasih tau om alasan kamu tertarik sama cewek ini..? ".
Aku terdiam sesaat, entah kenapa naluri pertahanan ku tidak mengijinkan ku memberitahu niat ku sesungguhnya pada Om Sam apalagi dihadapan papa. Tapi menilik dari caranya yang dari tadi tidak berkomentar barang sedikitpun ada banyak tanya bagiku. Entah memang sudah mengetahui jati diri Gia atau ia sama seperti ku yang tidak tahu apa apa tentang latar belakang kehidupan asli seorang Gia. Tapi tindakannya selama ini membuatku selalu waspada ehhhh kok jadi kayak musuhan.
" ehh kok jadi bengong sih..? Orang ditanyain kok malah gak dijawab".
Aku tersenyum simpul penuh rahasia.
"Aku bakal kasih tau om tapi ada syaratnya".
Aku tau Om Sam paling tidak tahan dengan sesuatu yang ditarik ulur seperti ini. Paling gampang menarik perhatiannya jika dia sudah merasa penasaran. Menilik dari responnya barusan Om Sam memang sudah terpancing rasa penasaran hingga ke ubun ubun.
" Apa itu..? ".
" Kasih tau aku alamat Alu ".
" Wahh susah ni. Kamu tau kan kepolisian ada kode etik nya ".
" Om aku janji om tidak akan terkena sanksi apapun untuk bantuin aku. Malah om dapet banyak pahala dan rasa terimakasih aku kalo om mau bantu aku kali ini".
Om Sam belum sempat memberi respon saat Papa berdehem cukup keras memutuskan trik pancingan ku pada Om Sam.
"Cukup Lio, jangan memojokan orang lain untuk melanggar peraturan hanya untuk kepentingan pribadi mu".
Nah kan apa aku bilang, sekali si tuan besar berucap langsung bubar alias gagal total. Mau tidak mau aku kicep seketika dan Om Sam hanya tersenyum merespon ucapan kakak kandungnya yang tidak pernah ia bantah. Tapi tanpa sepengetahuan Anton, ternyata Sam telah mengirimkan alamat melalui pesan singkat ke handphone ku. Aku hanya bisa terbelalak penuh kebahagiaan dan rasa terimakasih. Om Sam menepuk pundak ku saat aku tiba tiba memeluk nya erat sebelum meloncat keluar dari ruang kerja tuan besar. Tunggu saja Gia, banyak penjelasan yang perlu kamu siapkan saat pertemuan kita nanti.

CINTA KADALUARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang