Siap penuhin komen di part ini?
Part ini agak panjang, semoga kalian nggak bosen yaaa
**
Dua jam sebelum tengah malam ketiganya masih asik nongkrong di angkringan. Ajakan Putra yang katanya tau tempat nongki murah dan ala-ala anak muda, Jero mah iya-iya aja toh bukan dia yang bayar. Siapa gerangan? Ya Attala lah.
Susah emang kalo dari sananya udah ketempelan jiwa miskin dan gratisan. Makan kalo nggak supremie ya bumbu indifood yang sering dipake buat masakan instan biar cepet jadi, bukan endorse. Tapi kalo mau endorse boleh, satu dus aja boleh kakak~
"Lo ngerampok thor."
Buat kamu juga yang.
Attala menendang pelan kaki Putra di bawah meja, buat cowok itu ngadu ngilu kena tulang keringnya.
"Apa njir?" Putra mengusap-ngusap kakinya yang kena korban sepatu mehong Attala sambil bacain tahlil dan rawatib.
"Balik."
"Elah belum jam 12." Putra menengok sekeliling, bukannya sepi justru tambah ramai, terbiasa dengan jajan malam buat anak muda tak miliki rasa takut.
"Jero ngantuk goblok. Tuh liat bocahnya." Attala menunjuk Jero yang menelungkupkan kepalanya keatas meja dengan mulut terbuka.
"Allahu, ni bocah budaya tidur 7 jam kali ya?" Putra menusuk-nusuk pipi Jero yang terlihat tumpah dengan telunjuknya.
"Jangan digituin bego, jari lo bau tai." Sakit bos.
Putra ingin sekali mencolok mata Attala juga melakban bibirnya itu, jahat sekali omongannya, emang udah biasa dengernya tapi tetep aja bos nyelekit asem kecut.
"Bangunin Jero gue bayar dulu." Ia bangkit dan berjalan tampan untuk bayar makanannya, emang ya nggak dimana-mana Attala jadi sorotan, sampai lampu sorot jalan tiba-tiba ngarah ke dia. Canda, serem dong.
Putra mendengus dan menepuk bahu Jero berulang kali.
"Jer bangun."
"Woi kebo bangun!"
Dasarnya udah kebo pelor ya susah pastinya. Resep andalan menurut dia kalo susah bangunin adek-adek annya ini, Putra mendekat kearah telinga Jero dan membisik,
"Attala punya adek baru, lo tersaingi Jer." Ampuh.
Jero langsung bangun dan sedikit gebrak meja hampir jatuh dari kursi plastik kalau punggungnya nggak disangga Putra.
"BANG ATTALA! NGGAK BOLEH."
Putra total bersimpuh tak lagi duduk di kursi plastik, jantung dia kaget plus limit karena ngakak ketawa. Malu nggak lupa, Jero sih apalagi dia di ketawain bahkan di bilang gemes.
"Bang Put.."
Jero tetiba berkaca-kaca memandang Putra, buat dia gelagapan. Nih bocah nangis orang lain yang diintimidasi sama Attala.
"Eh maap-maap, Jer ampun jangan mewek."
"Jero kenapa?" Mampus!
Putra nyengir nggak ada dosa, dia mengusap surai legam Jero, dengan si pemilik surai yang mengibarkan bendera peperangan.
"Susah dibangunin Ta, jadi gue ancem dikit, itu lho yang pernah gue ceritain."
Jero melotot. "Ih! Bang Putra ember banget anjir!" Malu lah, mo taruh dimana muka imut dia, kalo ternyata ngambek gegara Attala punya adek baru lagi. Jero menunduk dalam, malu abis.
KAMU SEDANG MEMBACA
GADARA (END)
FanfictionFilosofi sederhana dari sebuah titik temu. Awalnya tak ada alasan untuk mengenal, namun semakin hari sebab tuk saling merangkul semakin tak tertahan. Puncak memang menjadi akhir dari perjalanan, tetapi bukan berarti ini menjadi sebuah akhiran. Tidak...