20

1.2K 161 19
                                    


OKAY sebelum lanjut, baca ini dulu.

Kalian nggak ngelewatin part kan? Aku sedih lho kalo dilewatin, cerita ini tuh tiap part satu-kesatuan, ada petunjuk di setiap partnya. So aku harap kalian nggak lewatin/lompatin part karena pesan ceritanya nggak bisa kesampe dengan utuh ke kalian.

Aku nggak nuntut kalian untuk vote atau comment okay? Cuma minta kalian jangan lewatin tiap part, jujur sedih.

SO,

Siap untuk penuhin komen di part ini?



**

Terhitung dua hari berlalu, terlewat begitu saja. Juga tak ada yang istimewa selang dua hari tersebut.

Namun ada dinding yang jadi perenggang antar kedua mahluk adam yang dalam semalam menjadi saudara tiri.

Hanya Jero, yang mendirikan batas dan Attala yang selalu berusaha untuk runtuhkan batas itu jadi sedia kala.

Pulang dengan berbagai pikiran berkecamuk, pertanyaan juga pengakuan yang tak pernah bertumpu pada poros. Kecewa? Sangat, terlampau dari semua hal yang telah terjadi.

Keduanya cuma ingin dikabari, dihargai selayaknya. Namun, sepertinya pemikiran orang dewasa rumit untuk mereka yang selalu jadi korban.

Jero tak terima, cowok itu mengamuk sesaat bunda menjelaskan. Demi apapun, dua kali tidak dihargai untuk kasus yang berat seperti ini Jero sungguh sakit hati. Terlebih lagi, bunda dapat uang biaya kuliahnya dari papa tirinya, Papa Attala. Mau diletakkan dimana wajahnya jika bertemu Attala?

Dia kira selama di kos saja tidak tahu diri, ternyata sedari awal dia sudah tidak tahu diri secara tidak langsung. Jero malu. Akibatnya, perlahan bangun dinding tebal antara Attala hingga saudara tirinya itu hampir dibuat gila.

"Dek!"

"Dua hari lo nggak nyentuh makanan yang gue beliin Dek!"

"Jer, buka atau gue dobrak?" Ancam Attala.

Putra cuma bisa nyampah karbon dioksida ke udara, sumpah Put nggak guna njir. Mending nyuci si Juki dah sono.

"Bicit."

Putra juga didiemin sama Jero, belum aja di ketekin sama dia. Bismillah headshot.

Pintu terbuka setelah ancaman Attala. Jero tampil rapi dengan tas di bahunya.

"Mau kemana lo?"

"Kelas."

"Lo libur."

Jero lihat Attala tajam, bagi Attala tidak. Karena yang dia dapati justru wajah pucat juga ranum yang bergetar.

"Lo oke?" Attala seketika panik.

"Jer, gila lo. Jan bikin gue jd penonton sinetron indisiar live njir." Duh etdah, Putra sempet-sempetnya aja lagi.

"Masuk."

Jero tetap kekeh dan ingin kunci pintu sebelum attala menahannya.

"Sadar! Lo sakit gini! Jangan nyakitin lo."

"Lepasin."

"Nggak, masuk." Attala kembali buka pintu dan menyeret paksa Jero untuk kembali istirahat.

"Lo nggak berhak atur-atur gue, lo siapa?"

"Abang lo."

"Tiri kan?"

GADARA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang