40

1K 157 18
                                    

Kita nyantai dulu, abis lebaran..

Siap untuk penuhin komen di part ini?

**

Hari minggu, hari perayaan kedatangan Xabiru. Doi mengadakan barbeque party di karangannya. Kelima orang tampan yang diundang sibuk berbenah di rumah masing-masing. Terkhusus rumah kos berisi tiga cowok yang kini tengah bersih-bersih rumah.

Ada Putra yang lagi ngosongin kulkas di dapur, nyemil makanan pengen berubah jadi babi. Bersih-bersih ya Put? Ya iya si.

Ada Jero yang lagi beresin rak sepatu, nggak peduli debu dan bau sikil sepatu milik abang-abangnya. Sampai dia notis sesuatu, kaos kaki dia ilang. Favoritnya. Di obrak-abrik itu rak sepatu balik lagi jadi berantakan, sia-sia lo Jer.

Jalan ke dapur, liat Putra benar-benar ngebersihin kulkas, apa aja yang expired dia abisin, nggak inget sama Attala yang beli atau punya Jero yang emang sengaja disisain.

"Anjir, ciki gue Bang!" Protesnya menyambar snack rasa pisang langsung dari tangan Putra.

"Pelit jancok."

"Bacot!"

"Bang Attala dimana?" Tanya Jero padanya.

"Jemur." Tunjuknya keatas langit-langit atap.

"Bilang kek dari tadi!" Putra melongo.

"Lah anjir, lo baru bilang tadi Jer!" Serunya saat melihat Jero berlari ke tangga.

Digebraknya pintu balkon, dengan celana selutut hitam dan kaus putih, dilihatnya Attala yang sedang jemur pakaian, milik ketiganya. Tugas mencuci memang Attala yang pegang, urusan dapur, dan sisanya Putra dan Jero yang mengurus. Jadi, jika ada pakaian yang hilang. Maka carilah Attala.

"Abang!"

Attala menoleh, cowok itu melepas salah satu earphonenya, terkejut saat mendengar suara gebrakan dibelakangnya.

"Kaos kaki gue mana?" Jero melihat jemuran sejeli mungkin, ada figur ironman tergambar disana.

Kaos kakinya aman.

"Ya di cuci, Dek. Siapa juga yang mau nyuri kaos kaki ironman lo?" Jero mendengus, dia sangat menyayangi benda yang satu itu. Sering menemani kesehariannya dikampus.

"Jagain! Ilang gantiin selusin." Duduk di kursi menurunkan keranjang baju yang masih ada baju-baju basah di dalamnya.

"Kok gitu?"

"Kan lo yang nyuci!"

Attala cuma bisa geleng-geleng kepala, dimaklumin karena ini Jero. "Trus lo ngapain disini?"

"Nemenin."

"Sana gih, nggak guna Jer kalo lo nggak bantuin gue." Usirnya, niatnya bercanda. Ternyata adiknya itu malah kebawa emosi.

"Rese lo Bang!" Attala melongo, dilepasnya kedua earphone sambil ngikutin Jero dan berhenti di atas tangga ngeliatin Jero yang turun sambil ngedumel.

"Loh Dek?!"

**

Jam 3 sore, waktunya kumpul di rumah Biru. Jero naik ke balkon atas buat ambil kaos kaki kesayangannya. Sedang menyusuri setiap gantungan yang dijemur oleh Attala. Tapi-

-dimana kaos kakinya?

Kalo kodamnya keluar mungkin ini jemuran bakal diobrak-abrik sama yang bersangkutan.

"ABANG!"

Jadi Attala tuh capek, sayang adek yang posesif tuh sebuah ujian. Untung sayang, untung cinta, coba kalo nggak dipites enak kali ah.

"Apa Jer? Apa lagi?" Terengah saat sampai di pintu balkon, doi lari dari ruang tamu langsung keatas, demi seorang Jero Judikta.

"Kaos kakinya ilang!"

"Tadi ada disitu kok. Lo liat sendiri kan?"

"Ya tapi sekarang ilang!"

"Pake yang lain dong Jer."

"Maunya yang itu ih!"

Attala menghela napas panjang, tanpa bicara banyak dia keluar belok ke kamar.

"ABANG! Kok ninggalin?!" Sumpah ya, Jero tuh seketika bisa kayak Putra, bacotnya nggak nahan bikin tensi darah naik.

Balik-balik Attala buka dompet, dan ngeluarin duit 300 ribu, diambilnya tangan Jero dan membuka telapaknya, lalu uang tadi ditaruh diatasnya begitu saja.

"Beli, tuh. Gue capek okay?"

Tatapan Jero melunak, dia jadi ngerasa bersalah. Berasa punya abang tuh kesempatan yang nggak boleh dia sia-siain sampai rasanya buat cari perhatian itu wajib.

"Abang.."

"Gue duluan, lo bareng Putra." Rambutnya diusak lembut, itulah Attala. Sekesal apapun dengan adiknya, rasa kesalnya itu akan terganti dengan rasa sayangnya.

Jero makin memanyunkan bibirnya, niatan untuk merengek berujung diacuhkan oleh abang sendiri.

"Bete nih gue."

**

Malam harinya rumah Biru yang kemarin-kemarin terlihat macam rumah hantu, kembali terasa hidup. Mereka menggelar tikar, mengemper disana sehabis membakar ala-ala olahan sate gitu ditambah coca cola dan es jeruk.

"Jer, tumben lo nggak nempel sama abang lo?" bisik Hosea padanya. Jujur dia takut, Attala mode diam adalah sebuah celaka.

"Iya dia juga banyak diem dari tadi, lagi kenapa Jer?" Namu menimbrung, Jero meringis melirik Attala yang dari tadi sibuk main ponsel bobanya.

"Gue bikin dia kesel, salah gue sih." Jawaban Jero yang bikin Namu dan Hosea kaget. Attala kesal? Dengan Jero? Adik kesayangan?

"Lo nyibet kartu dia?" Biru ngikut, dibelakangnya. Ini jadi kayak Jero yang diintrogasi yah.

"Nggak njir, gue nyebelin banget tadi. Mungkin Bang Atta capek. Yaudah gue di diemin."

"Dia kalo marah ngediemin semua orang ya njir, gue aja dari tadi ngomong kagak ditanggepin."

Jero cuma bisa mengutuk diri sendiri dalam hati, pupilnya bergerak kesana-kemari. Sesaat menengok kearah Putra pandangannya terhenti kearah bawah.

"Anjing."

Umpatan yang berhasil bikin para abang terdiam dan menengok kearahnya.

"Anjing Bang Put."

"Jero." Itu Attala, dia nggak suka Jero berkata kasar.

"PUTRA BANGSAT!" Putra tau nih, dia lihat kakinya yang terbalut kaos kaki warna merah dengan figur ironman disana. Nyengir doang, sambil lepas itu kaos kaki. Digulung serapi mungkin dan di taro di depannya.

"Ih goblok! Gue berantem sama Bang Atta gegara lo sialan!"

"Jero!" Ingin memarahi adiknya tapi saat matanya berkaca-kaca bikin Attala jadi ketar-ketir.

"G..gue takut didiemin, maafin gue hiks.." lirihnya karena menahan tangis. Ya Jero bisa secengeng itu jika berkaitan dengan hal yang paling disayang.

"Oke gue nggak marah, cuma isengin lo doang, Dek." Attala sumpah lo salah ngomong, nggak ada orang yang mau diisengin sampai nangis gitu sayang.

Bukannya berhenti, Jero malah makin terisak. Aduh, kerjaan lagi ini. Attala nggak berani mendekat karena takut bikin adiknya tambah kejer. Si Putra diasingkan oleh Yudha, takut jadi samsak kekesalannya Jero, karna dialah sebab dari akibat kejadian malam senin ini.

"Gila, si Jero kagak bisa dibercandain banget, beda sama lo yang biasa aja Bang."

Yudha mendongakkan kepala keatas, melihat langit yang kini cerah dengan bintang saling berkelap-kelip.

"Udah biasa."

"Apanya? Bercanda? Kok gitu?"

"Ya biasa aja, dunia juga suka bercandain hidup gue kok."

**

hehe, nge-feel nggak ya? Aku ngebut bikinnya.

GADARA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang